Suara Golkar edisi Desember 2013 | Page 51

HARAPAN BARU DI TAHUN PEMILU T ahun depan, tepatnya 20 Oktober 2014, Partai Golkar berusia 50 tahun. Usia itu tentu diukur bukan sejak Golkar menjadi partai politik pada 1998. Sama dengan usia sebuah kota, biasanya tidak diukur sejak kota itu berdiri secara administratif, melainkan sejak sentuhan pertamanya dicatat. Begitu pula Partai Golkar, usia kelahirannya dihubungkan dengan pembentukan Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar) pada 20 Oktober 1964. Dalam tiga kali pemilu sejak menjadi partai politik, Partai Golkar berada di urutan kedua (1999), pertama (2004) dan kedua (2009). Capaian pemilih Partai Golkar juga berubah. Pada 1999, Partai Golkar memperoleh suara sebanyak 23.741.758. Lalu, pada 2004 Partai Golkar mendapatkan 24.480.757 suara. Terakhir, pada 2009, Partai Golkar kehilangan lebih dari 9 Juta pemilih, dengan hanya meraih angka 15.037.757 pemilih. Memang, Partai Golkar selalu berada di urutan pertama atau kedua. Namun dari sisi jumlah pemilih, kehilangan 9 juta lebih pemilih dalam lima tahun itu sungguhlah mengejutkan, dan tak pernah terbayangkan sebelumnya. Juga, sampai kini, faktor kekalahan (telak) dalam Pemilu 2009 itu tidak pernah dievaluasi secara menyeluruh. Partai Golkar memang lebih sibuk dengan masalah kaderisasi dan organisasi, serta membangun all united campaign sebagai jalan keluar menuju kemenangan dalam Pemilu 9 April 2014. Menurut hasil survei Lembaga Survei Indonesia, Partai Golkar mengalami kenaikan elektabilitas dibandingkan dengan pertama kali dipimpin oleh Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie pada Oktober 2009. Angka kenaikan itu bervariasi. Modal awalnya adalah 9% (2009), lalu berakhir di angka 16% (Februari 2012). Belum ada lagi hasil survei yang bisa diakses di situs web Lembaga Survei Indonesia. Sementara menurut Lingkaran Survei Indonesia, per Oktober 2013, Partai Golkar dipilih oleh 20,4 % pemilih. Di bawahnya ada PDI Perjuangan dengan angka 18,7%. Artinya, terjadi peningkatan sebanyak 100% lebih sejak 2009. Kalau diproyeksikan ke belakang, menurut Lembaga Survei Indonesia, lima tahun lalu, Partai Golkar dipilih oleh 18% pemilih pada Oktober 2008. Angka itu turun menjadi 16 % (November 2008), 13% (Desember 2008), 15% (Januari 2009), 17% (Februari 2009), lalu berakhir di angka 14% (April 2009). Artinya, dengan gejolak politik sepanjang Oktober 2008 sampai April 2009, Partai Golkar malah kehilangan sampai 4% pemilih. Angka itu kalau diproyeksikan ke suara pemilih tentulah berjumlah jutaan pemilih. Dengan proyeksi yang sama, apabila angka Partai Golkar hari ini adalah 20%, lalu terjadi “tsunami politik” serupa sebagaimana lima bulan terakhir menjelang Pemilu 2009, Partai Golkar akan finish dengan angka 15%. Angka 15% ini bisa saja berjumlah sama dengan 2009, yakni sekitar 15 Juta suara pemilih. Atau bisa juga lebih kecil lagi, mengingat meningkatnya jumlah golongan putih. Asumsi lain, dengan sedikitnya peserta pemilu, bisa jadi angka 15% juga lebih banyak dari 15 juta pemilih. Perhitungan “matematis” seperti ini yang membuat takut sejumlah kalangan, ketika Daftar Pemilih Tetap (DPT) masih menyimpan masalah. Angka 10 Juta pemilih bisa mendekati atau malah melebihi 10% total pemilih. Bagi Partai Golkar, tentu masalahnya bukan DPT dalam artian kecurigaan k