opini
PARPOL DAN PROSPEK
KEPEMIMPINAN NASIONAL
Erwin Aksa, Wakil Ketua Media Center BKPP dan Wabendum Partai Golkar
Pemimpin
bukan seseorang yang
jatuh dari langit
Tetapi terbentuk melalui
proses, dari bawah,
dan berliku.
K
epemimpinan
bukanlah isu baru. Gagasan ini
setidaknya sudah muncul lebih dari 2.300 tahun lalu di Yunani Kuna. Dasar ide
kepemimpinan adalah filsafat moral.
Plato, misalnya, dalam The Republic
(390 SM), berpendapat bahwa untuk
mewujudkan negara ideal demi mencapai kebaikan yang berinti kebaikan,
negara harus dipegang oleh
orang yang mengetahui kebaikan, yaitu seorang raja-filsuf (The Philosopher-King).
Raja-filsuf dituntut untuk
mengajarkan dan mengedepankan kebijakan yang akan
menjamin terselenggaranya
pemerintahan yang bersih
dan berkeadilan (Bertrand
Russell; 1945).
Tentang “kebaikan”
tersebut, Aristoteles, seorang
murid Plato, dalam bukunya Ethika Nicomachea (390
SM), menyatakan bahwa
pelajaran tentang kebaikan
hanya dapat diberikan kepada orang
yang sudah tahu apa itu “baik” (Magnis-Suseno; 1992, 135). Maksud dari
ungkapan ini adalah mustahil berbicara tentang kebaikan kepada orang
yang belum menjadi “manusia yang
baik”, setidaknya bagi dirinya sendiri.
Gagasan tentang kepemimpinan terus mengalami transformasi dalam siklus peradaban manusia.
Mulai dari Plato dan Aristoteles yang
mengemukakan filsafat kepemimpinan
dalam teori “raja-filsuf” dengan basis moral hingga era Machiavelli
(1469-1527) yang tampil dengan teori kepemimpinannya yang mengabaikan moral. Dalam Il Principle (1513)
atau Sang Pangeran, Machiavelli
menguraikan pandangannya tentang
kepemimpinan dalam dua ide. Perta-
ma, politik tanpa moralitas, yakni berusaha mewujudkan tujuan-tujuan baik
dari politik, walaupun dengan caracara yang “kurang bermoral”. Kedua,
pentingnya pencitraan di dalam politik
(lebih baik ditakuti daripada dicintai
oleh rakyat) (Bertrand Russell; 1945)
Kepemimpinan Politik
Dalam negara demokrasi,
partai politik memiliki kedudukan dan
peran yang penting. Partai politik (parpol) disebut pilar utama demokrasi
karena memainkan peran yang penting sebagai penghubung antara pemerintahan negara (the state) dan
warga negaranya (the citizen). Bahkan, menurut Schattscheider (1942),
“Political parties created democracy”,
parpollah yang membentuk demokrasi, bukan sebaliknya. Oleh sebab itu,
parpol adalah pilar atau tiang yang
perlu dan bahkan sangat penting untuk diperkuat derajat perlembagaannya (the degree of institutionalizations) dalam setiap sistem politik yang
demokratis. Derajat perlembagaan
parpol sangat menentukan kualitas
demokratisasi kehidupan politik suatu
negara.
Dalam isu kepemimpinan
nasional, parpol memiliki posisi kunci
dalam melahirkan kepemimpinan
nasional. Hal ini terkait dengan
fungsi parpol dalam menjaring kader
melalui proses rekrutmen politik
(political rekruitment). Dalam fungsi
43