Suara Golkar edisi Desember 2013 | Page 49

opini PARPOL DAN PROSPEK KEPEMIMPINAN NASIONAL Erwin Aksa, Wakil Ketua Media Center BKPP dan Wabendum Partai Golkar Pemimpin bukan seseorang yang jatuh dari langit Tetapi terbentuk melalui proses, dari bawah, dan berliku. K epemimpinan bukanlah isu baru. Gagasan ini setidaknya sudah muncul lebih dari 2.300 tahun lalu di Yunani Kuna. Dasar ide kepemimpinan adalah filsafat moral. Plato, misalnya, dalam The Republic (390 SM), berpendapat bahwa untuk mewujudkan negara ideal demi mencapai kebaikan yang berinti kebaikan, negara harus dipegang oleh orang yang mengetahui kebaikan, yaitu seorang raja-filsuf (The Philosopher-King). Raja-filsuf dituntut untuk mengajarkan dan mengedepankan kebijakan yang akan menjamin terselenggaranya pemerintahan yang bersih dan berkeadilan (Bertrand Russell; 1945). Tentang “kebaikan” tersebut, Aristoteles, seorang murid Plato, dalam bukunya Ethika Nicomachea (390 SM), menyatakan bahwa pelajaran tentang kebaikan hanya dapat diberikan kepada orang yang sudah tahu apa itu “baik” (Magnis-Suseno; 1992, 135). Maksud dari ungkapan ini adalah mustahil berbicara tentang kebaikan kepada orang yang belum menjadi “manusia yang baik”, setidaknya bagi dirinya sendiri. Gagasan tentang kepemimpinan terus mengalami transformasi dalam siklus peradaban manusia. Mulai dari Plato dan Aristoteles yang mengemukakan filsafat kepemimpinan dalam teori “raja-filsuf” dengan basis moral hingga era Machiavelli (1469-1527) yang tampil dengan teori kepemimpinannya yang mengabaikan moral. Dalam Il Principle (1513) atau Sang Pangeran, Machiavelli menguraikan pandangannya tentang kepemimpinan dalam dua ide. Perta- ma, politik tanpa moralitas, yakni berusaha mewujudkan tujuan-tujuan baik dari politik, walaupun dengan caracara yang “kurang bermoral”. Kedua, pentingnya pencitraan di dalam politik (lebih baik ditakuti daripada dicintai oleh rakyat) (Bertrand Russell; 1945) Kepemimpinan Politik Dalam negara demokrasi, partai politik memiliki kedudukan dan peran yang penting. Partai politik (parpol) disebut pilar utama demokrasi karena memainkan peran yang penting sebagai penghubung antara pemerintahan negara (the state) dan warga negaranya (the citizen). Bahkan, menurut Schattscheider (1942), “Political parties created democracy”, parpollah yang membentuk demokrasi, bukan sebaliknya. Oleh sebab itu, parpol adalah pilar atau tiang yang perlu dan bahkan sangat penting untuk diperkuat derajat perlembagaannya (the degree of institutionalizations) dalam setiap sistem politik yang demokratis. Derajat perlembagaan parpol sangat menentukan kualitas demokratisasi kehidupan politik suatu negara. Dalam isu kepemimpinan nasional, parpol memiliki posisi kunci dalam melahirkan kepemimpinan nasional. Hal ini terkait dengan fungsi parpol dalam menjaring kader melalui proses rekrutmen politik (political rekruitment). Dalam fungsi 43