MINA BAHARI Edisi II - 2017 | Page 24

22 PRIORITAS Sementara itu, ancaman terdapat pada penangkapan ikan melalui racun, yaitu senyawa racun dalam tubuh ikan dapat terakumulasi dalam tubuh, itu sangat membahaya- kan tubuh manusia. Sianida juga mempunyai dampak se- bagai pemicu berbagai penyakit paling mematikan di dun- ia, seperti penyakit jantung, otak, dan kerusakan syaraf. 33 Kasus Selama 2016 Sementara itu, menurut Direktur Pengawasan dan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan KKP, Matheus Eko Rudianto selama 2016 PSDKP bersama Polair berhasil mengungkap 33 kasus penggunaan bom ikan. Untuk ta- hun ini, KKP baru mengusut 5 kasus aktivitas peledakan di laut. “Kejadiannya banyak, hanya yang bisa kami detek- si dan kita tangkap itu 33 kejadian. Kalau tahun ini sejak Januari sampai sekarang baru 5 kejadian,” ungkap Rudi. Beberapa wilayah yang diidentifikasi banyak aktivitas pengeboman ikan antara lain perairan Lombok Timur, Belitung, Lampung, Karimun Jawa, Bawean, Kepulauan Spermonde, Flores Timur, Alor, dan Pangkep. Berdasarkan data pelanggaran DF dari tahun 2016- 2017 yang dimiliki oleh Ditjen PSDKP tercatat terdapat 13 provinsi terjadi pelanggaran praktek penangkapan secara merusak khususnya dengan pengeboman dan dan racun. Posisi pertama terjadi di provinsi Sulawesi Selatan den- gan 10 (sepuluh) pelanggaran, diikuti oleh Nusa Tengga- ra Barat dengan 6 (enam) pelanggaran, Kepulauan Riau dengan 5 (lima) pelanggaran, Aceh 4 (empat) pelangga- ran, Sulawesi Tenggara 3 (tiga) pelanggaran, 2 pelangga- ran di provinsi Papua Barat dan Kalimantan Timur, serta 1(satu) pelanggaran di 6 (enam) provinsi yaitu Papua, Ma- luku, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Barat, Bali, dan Bangka Belitung. Pemerintah akan menindak tegas segala praktik pen- angkapan ikan dengan cara yang merusak, hal itu tertu- ang dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyebutkan bahwa setiap orang dila- rang memiliki, menguasai, membawa, atau menggunakan alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelo- laan perikanan Republik Indonesia. Apabila diketahui dan didapatkan cukup bukti terdapat oknum masyarakat yang melakukan kegiatan penangkapan ikan dengan cara mer- usak, maka dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp2 miliar. Sinergi Untuk Keberlanjutan Penasihat Menteri Kelautan dan Perikanan, Arif Satria dalam paparannya pada Rapat Koordinasi Nasional Sat- gas 115 (12/7) mengatakan terdapat tiga strategi yang tel- ah diidentifikasi untuk menghadapi praktik DF yaitu melalui konservasi dan pengelolaan perikanan dengan baik. Per- tama adalah pendekatan pemerintah, communitarian atau masyarakat yang berperan, serta Market atau yang ber- dasarkan pasar. MINA BAHARI | Agustus 2017