20
PRIORITAS
B
erdasarkan data The State of World Fisheries and Aquaqul-
ture, FAO 2016, tren ketersedian stok ikan di dunia semakin
lama menurun, sementara pada tahun 2013, ternyata han-
ya 10.5% dari 441 spesies ikan di dunia yang dapat dieksploitasi.
Artinya mayoritas sudah overfishing yang salah satunya disebab-
kan oleh praktik penangkapan ikan secara illegal, termasuk di da-
lamnya adalah praktik-praktik Destructive Fishing (DF).
Penangkapan ikan dengan cara
merusak (destructive fishing) dapat
dikategorikan dalam penangkapan
ikan secara ilegal sebab berpotensi
menyebabkan kerugian yang san-
gat besar, tidak hanya untuk saat
ini, tetapi berdampak mengancam
pada keberlanjutan pada sektor ke-
lautan dan perikanan di masa yang
akan datang. Dampak yang nyata
dari kegiatan DF adalah rusaknya
terumbu karang dan habitat ikan
serta mengancam keselamatan
jiwa sang pelaku.
Menurut
Direktur
Jenderal
Pengawasan Sumber Daya Ke-
lautan dan Perikanan (PSDKP)
Eko Djalmo Asmadi, kegiatan DF
yang dilakukan oleh oknum mas-
yarakat umumnya menggunakan
bahan peledak (bom ikan) dan
bahan beracun untuk menangkap
ikan. “Penggunaan bahan-bahan
tersebut mengakibatkan kerusakan
terumbu karang dan ekosistem di
sekitarnya, serta menyebabkan
kematian berbagai jenis dan uku-
ran yang ada di perairan tersebut,”
jelas Eko dalam konferensi pers di
Jakarta, Rabu (7/6).
Selain peledakan, lanjut Eko,
aktivitas lainnya yang cukup mere-
sahkan yakni penggunaan racun
ikan oleh sejumlah nelayan. “Kare-
na penelitian menunjukkan bahwa
penggunaan bom seberat 250 gram
akan menyebabkan luasan terum-
bu karang yang hancur mencapai
5,30 m2. Bagaimana kalau beratn-
ya 2 kg, atau 2.000 gram, bayang-
kan betapa besar kerusakannya,”
jelasnya.
Menurut Eko, dalam penang-
kapan pelaku bom ikan dibedakan
dengan meringkus pelaku illegal
fishing. Hal ini karena para pelaku
MINA BAHARI | Agustus 2017
bekerja berkelompok dan sangat
rapi. Adapun pelaku pengebom
bekerja dalam tim yang terpisah
dan dengan pembagian tugas
masing-masing. Eko menyebut, bi-
asanya para pelaku bekerja dalam
4 tim dengan perahu yang berbe-
da. Setiap kelompok memiliki tugas
masing-masing, dari pengamatan,
peracikan bom, peledakan bom,
dan terakhir pemanen ikan.
“Pertama mereka ada tim pen-
injau dia periksa situasi, perahu
kedua itu tim yang bawa bahan
peledak yang belum dicampur, ada
tim lagi bawa hulu ledaknya (det-
onator), setelah kemudian dileda-
kkan, ikan hasil bom itu dibiarkan
saja ditinggal, nanti ada nelayan
yang datang khusus mengambil
ikan. Seolah dia sedang jaring ikan
saja,” sambungnya.
Terdapat
beberapa
praktik
penangkapan ikan yang merusak
di dunia, berikut ini merupakan
deskripsi singkat dari 3 (tiga) cara
penangkapan yang prakteknya se-
bagian besar terjadi di Indonesia:
Blast fishing merupakan pen-
angkapan ikan menggunakan ba-
han peledak dengan mematikan
ikan agar mudah dikumpulkan. Bi-
asanya diperuntukkan menangkap
ikan pelagis dan ikan karang, dan
umumnya untuk konsumsi pasar
lokal. Menurut beberapa literatur,
blast fishing telah dilakukan sejak
tahun 1600-an, kemudian dikenal
di Indonesia sejak jaman Perang
Dunia II (dilakukan oleh militer Je-
pang untuk memberikan pasokan
makanan selama masa perang).
Cyanide Fishing adalah cara
penangkapan ikan dengan meng-
gunakan racun Natrium atau Potas-
sium Sianida melalui pelumpuhan
ikan, agar mudah ditangkap dalam
keadaan masih hidup. Digunakan
untuk menangkap ikan karang dan
ikan hias yang bernilai ekonomis
tinggi, seperti ikan Napoleon, Ker-
apu dan Sunu. Cyanide Fishing ini
pertama kali dipakai oleh maha-
siswa Taiwan pada tahun 1954 un-
tuk penelitian, sementara itu pada
tahun 1983 telah digunakan di Indo-
nesia dan Filipina untuk memasok
perdagangan ikan akuarium.
Cantrang adalah alat tangkap
jenis pukat tarik yang merupa-
kan alat tangkap ikan bersifat aktif
dengan pengoperasiannya dilaku-
kan di dasar perairan (menyentuh
dasar perairan). Cantrang saat ini
telah dimodifikasi, menggunakan
pemberat, dan pengoperasiannya
ditarik mesin sehingga menimbul-
kan kerusakan bawah laut. Kondisi
ini menyebabkan deplesi stok atau
pengurangan stok sumberdaya
ikan, sehingga hasil tangkapan
akan semakin berkurang.
Ancaman Nyata Bagi Jiwa
Sang Pelaku
Tidak hanya merusak ekosistem,
praktik penangkapan dengan cara
yang merusak memiliki ancaman
nyata bagi pelakunya. Misalnya
pada penangkapan dengan penge-
boman, kandungan Amonium nitrat
dapat menyebabkan sakit kepala,
muntah, diare berdarah, jantungan,
kejang, kolaps seketika, dan sesak
napas. Serta apabila zat kimia ini
bercampur dengan air, maka akan
membentuk asam, hal ini dapat
mengakibatkan iritasi pada mata,
hidung, dan kulit. Selain itu, apabila
terkena ledakan dapat menyebab
kan kehilangan anggota badan,
bahkan kematian.