MINA BAHARI Edisi II - 2017 | Page 113

KABAR PESISIR 111 merah, misalnya, bisa mencapai 4 hingga 10 kilo per ekor,” cerita Darto. Ikan-ikan hasil tangkapan ia pasarkan ke Bandung, Cirebon, dan Majalengka. Mengenai alat tangkap yang digunakan, kata Darto, rata-rata nelayan asal Indramayu saat ini sudah menggunakan alat tangkap ramah lingkungan. “Kami sudah menggunakan gillnet,” katanya. Melimpahnya hasil tangkapan juga dirasakan oleh Dulman (48), nelayan dari Desa Majakerta, Ke- camatan Balongan, Kabupaten In- dramayu. “Mencari ikan sekarang Humas KKP / Regina Safri semakin mudah, selain banyak, ukurannya pun besar-besar,” kata Dulman.”Terima kasih Ibu Susi yang telah mengusir kapal-kapal asing pencuri ikan.” Menjadi nelayan merupakan profesi yang sudah digeluti Dul- man sejak kecil. “Sejak tahun 1982 saya sudah ikut ayah saya melaut,” ujarnya. Sejak dulu, menurut Dul- man, ia sudah menggunakan gillnet berbahan senar dengan diameter 3 inci. “Hanya ikan ukuran sedang dan besar yang terjaring.” Hal ini berbeda dengan peng- gunaan cantrang. “Ikan-ikan kecil bisa ikut terjaring semua,” tegasn- ya. “Belum lagi batu-batu dari dasar laut yang ikut terangkat.” Meski tak berlayar hingga ke Papua, namun dari operasi di wilayah perairan Jawa saja, hasil tangkapan Dulman cukup besar. Dalam satu minggu ia bisa men- gangkut hingga 2 ton ikan. Selain dikenal sebagai kota penghasil mangga dan lumbung padi Jawa Barat, Indramayu bisa dikatakan sebagai sentra nelayan tangkap untuk konon merupakan daerah sentra nelayan tangkap di Pulau Jawa. Jumlah warga berpro- fesi nelayan tangkap di kabupaten ini cukup tinggi. Pun dengan jumlah hasil yang tangkapan mereka. “Kami harapkan Kementerian Kelautan dan Perikanan bisa mem- beri kembali bantuan Cold Storage, karena yang ada sekarang ma- sih kurang,” harap Darto. Semoga Menteri Susi bisa mewujudkannya, yah. (*RS) MINA BAHARI | Agustus 2017