KABAR PESISIR 111
merah, misalnya, bisa mencapai
4 hingga 10 kilo per ekor,” cerita
Darto. Ikan-ikan hasil tangkapan
ia pasarkan ke Bandung, Cirebon,
dan Majalengka.
Mengenai alat tangkap yang
digunakan, kata Darto, rata-rata
nelayan asal Indramayu saat ini
sudah menggunakan alat tangkap
ramah lingkungan. “Kami sudah
menggunakan gillnet,” katanya.
Melimpahnya hasil tangkapan
juga dirasakan oleh Dulman (48),
nelayan dari Desa Majakerta, Ke-
camatan Balongan, Kabupaten In-
dramayu. “Mencari ikan sekarang
Humas KKP / Regina Safri
semakin mudah, selain banyak,
ukurannya pun besar-besar,” kata
Dulman.”Terima kasih Ibu Susi
yang telah mengusir kapal-kapal
asing pencuri ikan.”
Menjadi nelayan merupakan
profesi yang sudah digeluti Dul-
man sejak kecil. “Sejak tahun 1982
saya sudah ikut ayah saya melaut,”
ujarnya. Sejak dulu, menurut Dul-
man, ia sudah menggunakan gillnet
berbahan senar dengan diameter 3
inci. “Hanya ikan ukuran sedang
dan besar yang terjaring.”
Hal ini berbeda dengan peng-
gunaan cantrang. “Ikan-ikan kecil
bisa ikut terjaring semua,” tegasn-
ya. “Belum lagi batu-batu dari dasar
laut yang ikut terangkat.”
Meski tak berlayar hingga ke
Papua, namun dari operasi di
wilayah perairan Jawa saja, hasil
tangkapan Dulman cukup besar.
Dalam satu minggu ia bisa men-
gangkut hingga 2 ton ikan.
Selain dikenal sebagai kota
penghasil mangga dan lumbung
padi Jawa Barat, Indramayu bisa
dikatakan sebagai sentra nelayan
tangkap untuk konon merupakan
daerah sentra nelayan tangkap di
Pulau Jawa. Jumlah warga berpro-
fesi nelayan tangkap di kabupaten
ini cukup tinggi. Pun dengan jumlah
hasil yang tangkapan mereka.
“Kami harapkan Kementerian
Kelautan dan Perikanan bisa mem-
beri kembali bantuan Cold Storage,
karena yang ada sekarang ma-
sih kurang,” harap Darto. Semoga
Menteri Susi bisa mewujudkannya,
yah. (*RS)
MINA BAHARI | Agustus 2017