TOKOH
Ini termasuk besar. Oleh sebab itu, Ibu Menteri men-
jadi one the global champion dalam memperjuang-
kan pemberantasan IUUF, itu menjadi isheries crime
yang sifatnya lintas negara dan terorganisir. Itu yang
disebut dengan Transnational Organize Fisheries
Crime (TOFC).
Beberapa waktu lalu kan Presiden Joko Widodo
pernah meminta Satgas 155 untuk menelusuri
aliran uang dari pencurian ikan ini, boleh dicerit-
ain sedikit hasilnya bagaimana?
Jadi dalam Undang-undang tentang Tindak Pidana
Pencucian Uang (TPPU) itu, karena Ibu Menteri ini
merupakan menteri yang memiliki portofolio penega-
kan hukum di bidang perikanan, Ibu bisa meminta
bantuan PPATK (Pusat Pelaporan Analisis Transaksi
Keuangan). Oleh sebab itu, Menteri Kelautan Peri-
kanan bersama Kepala PPATK sudah menandatan-
gani perjanjian kerjasama -bukan perjanjian kesepa-
haman- antara Kementerian Kelautan dan Perikanan
(KKP) dengan PPATK.
Nah, oleh sebab itu untuk melaksanakan perin-
tah dari Bapak Presiden, Ibu Menteri tentu sangat
intensif menggunakan bantuan dari PPATK. Selain
Bu Menteri, tidak ada yang boleh tahu tentang itu,
karena itu termasuk rahasia negara.
Tapi ada aparatur negara yang berkecimpung
dalam pencucian uang tersebut?
Ya tentu saja. Misalkan ada tindak pencucian uang,
Bu Menteri memberi laporan hasil analisis dengan
menindaklanjutinya kepada pimpinan Polri, karena
pimpinan Polri inilah yang memiliki kewenangan
untuk itu. Kalau misalkan Ibu Menteri melihat ada
potensi tindak pidana korupsi, tentu saja Ibu Ment-
eri kerjasama dengan KPK (Komisi Pemberantasan
Korupsi). Jadi nanti dari pemeriksaan PPATK, tentu
saja ditindaklanjuti bersama KPK, karena KKP tidak
punya wewenang untuk penegakkan hukum, sebagai
pelaksanaan dari Undang Undang tentang TPPU.
Sejauh ini, apa saja yang menjadi motif pencuri-
an ikan yang ditemui di lapangan?
Modusnya macam-macam dan beragam. Paling
tidak, ada 13. Tapi yang paling menarik adalah
yang terakhir, karena kapal eks asing yang GT nya
besar-besar, yang disebut kapal esk asing itu kan
tidak ada yang di bawah 150 GT. Ya mungkin ada
tapi bisa dihitunglah. Kebanyakan di atas 150 hingga
200, sampe dengan 600 hingga 700 GT. Itu baru
kapal tangkap, belum kapal angkut.
Nah, sekarang itu karena Ibu melarang mengop-
erasikan kapal eks asing, karena daya jelajah dan
daya jarak itu sangat besar dan tinggi bisa mengu-
ras sumber daya ikan kita. Sehingga nelayan tidak
punya akses. Maka dari itu Ibu melarang, kapal-
kapal eks asing tersebut. Bahkan sekarang ini, kapal
eks asing baik kapal tangkap maupun kapal angkut,
yang parkir di pelabuhan-pelabuhan itu, didorong
untuk keluar dari Indonesia dan melakukan dulu apa
yang disebut deregistrasi.
Apakah deregistrasi melanggar hukum? Tidak sama
sekali. Karena itu adalah konsekuensi dari kebijakan
pemerintah, untuk meenrjemahkan apa yang dise-
but kedaulatan, keberlanjutan dan kesejahteraan.
Karena kesejahteraan nelayan Indonesia, saya kira
jumlahnya tidak kecil ya. Nah, apakah itu melanggar
hukum? Tidak. Kenapa? Karena UNCLOS (United
Nations Confession Law of the Sea) itu salah satu
pasalnya mengatakan bahwa setiap negara ber-
tanggung jawab terhadap tanda kebangsaan yang
dikeluarkan pada kapal tertentu. Ini yang disebut lag
state responsibility. Oleh sebab itu, Indonesia punya
kewajiban untuk menghapuskan terlebih dahulu tan-
da kebangsaan sebelum diperkenankan atau dibeli
oleh pihak ketiga, atau dijual pada pihal ketiga di luar
Indonesia.
Ini yang penting, apakah seluruh kapal-kapal yang
kita suruh keluar tersebut melalui proses deregistra-
si? Kapal-kapal yang boleh dibilang record-nya jelek
pasti melalui deregistrasi. Nah, kapal-kapal yang re-
cordnya sangat jelek dan harus melalui satu proses
penegakkan hukum terlebih dahulu, ini tidak diperke-
nankan untuk melakukan deregistrasi. Jadi deregis-
trasi ini justru dilakukan oleh kapal-kapal eks asing
yang relatif tidak terlalu serius pada tindak pidana
yang dilakuka nnya. Jadi itu bedanya yang blacklist-
ed terutama yang kapal maupun ikannya disita dan
dijadikan barang bukti itu tidak boleh keluar. Jadi
diselesaikan mulai proses hukum di Indonesia.
Misalnya Sino. Kapal itu kan ada 10 yang masuk
penegakkan hukum. 5 di Merauke, 5 di Ambon. Di
Merauke itu penyidikkannya dilakukan oleh PSDKP,
di Ambon dilakukan oleh TNI AL. Yang di Ambon, itu
4 berkas perkara, 4 SINO berarti itu sudah diputus
dan sudah inal and banding.
Mengapa kapal ilegal ishing dimusnahkan, tidak
diberikan kepada nelayan?
Tidak. Jadi kalau diberikan ada satu efek psikolo-
gis. Jadi kalau kapal melakukan kejahatan serius,
diberikan kepada nelayan, itu tidak tepat. Kita
harus menyampaikan pesan, simbol yang kuat
bahwa kita tidak mentolerir tindak pidana atau ke-
jahatan perikanan yang dilakukan individu maupun
perusahaan, pemilik dari kapal-kapal tersebut. Jadi
itu adalah sinyal detterent effect yang ingin disam-
paikan oleh Bu Menteri. Efek penjeraan dan kapok.
Jadi kita tidak mau, belum apa-apa sudah diam-
bil, dan negara malah dikembalikan lagi kepada
nelayan. Nanti nelayan dioperasikan lagi, dan bisa
juga pemiliknya beli lagi pada nelayan. Jadi saya
kira, sekarang keputusan Majelis Hukum untuk
merampas kapal ilegal ddimusnahkan sudah tepat.
April 2017 | MINA BAHARI
43