besar. Pada tahun ini saya akan mempersembahkan
diri saya untuk TUHAN. Saya akan melakukan apa
yang TUHAN harapkan dari saya. Saya tidak lagi sibuk
dengan diri sendiri. Saya akan memberikan waktu,
tenaga dan uang saya untuk ikut serta mengerjakan
pekerjaan TUHAN. Saya bertekad ikut serta menyatakan
kasih dan keselamatan dari TUHAN bagi sebanyak
mungkin orang yang saya jumpai dalam hidup saya
pada tahun ini, dan bahkan sampai akhir hayat saya!
Bernazar dalam suasana hati seperti itu mudah. Tetapi
mewujudkan nazar itu tidak semudah medeklarasikannya,
bukan? Kita sudah mendengar kesaksian Alkitab dan
banyak orang-orang percaya, yang tidak berhasil
melaksanakan nazarnya! Petrus dalam luapan emosional
patriotisnya bernazar bahwa walaupun semua murid-
murid Yesus meninggalkan Yesus, dia tidak! Tetapi
ternyata kemudian, ketika hidupnya terancam ia
menyangkali TUHAN dan GURU yang sangat dikasihi
dan dihormatinya. Kita bersyukur bahwa Petrus tidak
membunuh dirinya karena duka akibat penyesal-
an yang besar. Yudas Iskariot mengakhiri hidupnya
karena tidak sanggup menahan rasa sakit yang amat
sangat akibat penyesalan yang besar, bukan?
Jadi, hati-hatilah bernazar! Nazar harus dibuat dalam
kesadaran penuh, tidak dalam kemabukan karena
kegembiraan yang besar. Nazar adalah ikrar di hadapan
TUHAN dan diri sendiri. Nazar adalah kudus! Kita berjanji
pada TUHAN dan diri sendiri. Janji haruslah dipenuhi. Tuhan
tidak melanggar janji-Nya. Ia telah datang menyelamatkan
kita dari kuasa dosa dan maut. Ia berjanji akan menyertai
kita sampai akhir hayat kita, bahkan sampai akhir zaman. Ia
pasti akan memenuhi janji-Nya. Bagaimana dengan kita?
Apakah kita setia memenuhi nazar yang kita ikrarkan pada
tahun-tahun yang silam? Adakah yang belum kita penuhi?
Apakah semangat kita untuk mewujudkannya sudah pupus?
Bagi pemula, mengasihi sesama seperti mengasihi diri
sendiri tidak mudah. Mereka yang sekian lama hidup
berpusat pada diri sendiri, membutuhkan upaya ekstra
untuk dapat melepaskan diri dari daya pikat diri sendiri.
Sebab sekian lama mereka terus terkungkung dalam ruang
sempit pementingan diri sendiri, sehingga tidak ada lagi
ruang untuk orang lain. Tuhan Yesus mengajar kita untuk
mengasihi diri sendiri sebagai dasar untuk mengasihi
sesama, bukan sebagai urutan keutamaan. Dalam hal ini
tidak ada urutan pertama atau kedua atau berikutnya.
Tuhan Yesus menekankan kualitas bukan keutamaan.
Sebagai warganegara Indonesia, kita sadar akan besarnya
masalah kita. Besar dalam kuantitas dan juga kualitasnya,
bukan? Sebagai warganegara kita dipanggil untuk
berperan-serta: memerangi korupsi; menegakkan hukum
dan keadilan; mengentaskan kemiskinan; mengupayakan
pemerataan pendidikan; menyiasati bonus demografi;
mendorong kemajuan ekonomi; membangun politik yang
mengutamakan ketulusan, keadilan dan kesejahteraan
rakyat; membangun masyarakat yang berkeTuhanan
yang mahaesa; membangun kehidupan damai antar
umat beragama, etnis dan golongan; mendukung
pemerintahan yang bersih dan dapat dipercaya;
mempromosikan kesetaraan gender; membangun
kasih dan persaudaraan antara sesama “anak bangsa”.
Jadi, tidak sulit mencari “sasaran” nazar kita. Tetapi
keberanian dan kesungguhan hati dalam mewujudkannya
membutuhkan kekuatan besar. Ada masalah-masalah
yang, menurut akal, mustahil untuk diwujudkan. Tetapi
sebagai orang percaya, kita yakin akan janji TUHAN; bahwa
Ia akan menyertai dan memimpin kita mewujudkannya.
Kita percaya bahwa bersama TUHAN kita pasti bisa!
Ikrarkan nazar saudara, wujudkan
dengan pertolongan TUHAN!
25
ImanKristiani.com