Majalah IMAN Vol 04 | Page 25

besar. Pada tahun ini saya akan mempersembahkan diri saya untuk TUHAN. Saya akan melakukan apa yang TUHAN harapkan dari saya. Saya tidak lagi sibuk dengan diri sendiri. Saya akan memberikan waktu, tenaga dan uang saya untuk ikut serta mengerjakan pekerjaan TUHAN. Saya bertekad ikut serta menyatakan kasih dan keselamatan dari TUHAN bagi sebanyak mungkin orang yang saya jumpai dalam hidup saya pada tahun ini, dan bahkan sampai akhir hayat saya! Bernazar dalam suasana hati seperti itu mudah. Tetapi mewujudkan nazar itu tidak semudah medeklarasikannya, bukan? Kita sudah mendengar kesaksian Alkitab dan banyak orang-orang percaya, yang tidak berhasil melaksanakan nazarnya! Petrus dalam luapan emosional patriotisnya bernazar bahwa walaupun semua murid- murid Yesus meninggalkan Yesus, dia tidak! Tetapi ternyata kemudian, ketika hidupnya terancam ia menyangkali TUHAN dan GURU yang sangat dikasihi dan dihormatinya. Kita bersyukur bahwa Petrus tidak membunuh dirinya karena duka akibat penyesal- an yang besar. Yudas Iskariot mengakhiri hidupnya karena tidak sanggup menahan rasa sakit yang amat sangat akibat penyesalan yang besar, bukan? Jadi, hati-hatilah bernazar! Nazar harus dibuat dalam kesadaran penuh, tidak dalam kemabukan karena kegembiraan yang besar. Nazar adalah ikrar di hadapan TUHAN dan diri sendiri. Nazar adalah kudus! Kita berjanji pada TUHAN dan diri sendiri. Janji haruslah dipenuhi. Tuhan tidak melanggar janji-Nya. Ia telah datang menyelamatkan kita dari kuasa dosa dan maut. Ia berjanji akan menyertai kita sampai akhir hayat kita, bahkan sampai akhir zaman. Ia pasti akan memenuhi janji-Nya. Bagaimana dengan kita? Apakah kita setia memenuhi nazar yang kita ikrarkan pada tahun-tahun yang silam? Adakah yang belum kita penuhi? Apakah semangat kita untuk mewujudkannya sudah pupus? Bagi pemula, mengasihi sesama seperti mengasihi diri sendiri tidak mudah. Mereka yang sekian lama hidup berpusat pada diri sendiri, membutuhkan upaya ekstra untuk dapat melepaskan diri dari daya pikat diri sendiri. Sebab sekian lama mereka terus terkungkung dalam ruang sempit pementingan diri sendiri, sehingga tidak ada lagi ruang untuk orang lain. Tuhan Yesus mengajar kita untuk mengasihi diri sendiri sebagai dasar untuk mengasihi sesama, bukan sebagai urutan keutamaan. Dalam hal ini tidak ada urutan pertama atau kedua atau berikutnya. Tuhan Yesus menekankan kualitas bukan keutamaan. Sebagai warganegara Indonesia, kita sadar akan besarnya masalah kita. Besar dalam kuantitas dan juga kualitasnya, bukan? Sebagai warganegara kita dipanggil untuk berperan-serta: memerangi korupsi; menegakkan hukum dan keadilan; mengentaskan kemiskinan; mengupayakan pemerataan pendidikan; menyiasati bonus demografi; mendorong kemajuan ekonomi; membangun politik yang mengutamakan ketulusan, keadilan dan kesejahteraan rakyat; membangun masyarakat yang berkeTuhanan yang mahaesa; membangun kehidupan damai antar umat beragama, etnis dan golongan; mendukung pemerintahan yang bersih dan dapat dipercaya; mempromosikan kesetaraan gender; membangun kasih dan persaudaraan antara sesama “anak bangsa”. Jadi, tidak sulit mencari “sasaran” nazar kita. Tetapi keberanian dan kesungguhan hati dalam mewujudkannya membutuhkan kekuatan besar. Ada masalah-masalah yang, menurut akal, mustahil untuk diwujudkan. Tetapi sebagai orang percaya, kita yakin akan janji TUHAN; bahwa Ia akan menyertai dan memimpin kita mewujudkannya. Kita percaya bahwa bersama TUHAN kita pasti bisa! Ikrarkan nazar saudara, wujudkan dengan pertolongan TUHAN! 25 ImanKristiani.com