KISAH
Untuk berbagi dan
mengomentari artikel ini klik
KabariNews.com/76301
Angkie dengan bukunya berjudul Perempuan Tunarungu Menembus Batas
bagaimana yang harus dihadapi jika merekrut karyawan
dengan keterbatasan.
Hanya saja bagi Angkie sama seperti yang dikatakan oleh
Hellen Keller, ketika satu pintu tertutup, masih ada pintu
lainnya yang menunggu terbuka. Angkie yakin masih ada
yang mau menerimanya sebagai karyawan dalam keadaan
apa pun. Dan, terbukti benar optimisme itu. Angkie tercatat
pernah bekerja di beberapa perusahaan, yakni First Media,
IBM Indonesia, PT Geo Link Nusantara Oil and Gas Services.
Mendirikan Thisable Enterprise
Di tahun 2009, Angkie bergabung dengan Yayasan Tunarungu
Sehjira dan dia menjadi salah satu delegasi Indonesia
dalam acara Asia-Pacific Development Center of Disability
di Bangkok, Thailand. Setahun kemudian, Angkie membuat
perusahaan yang berorientasi sosial sekaligus bisnis dengan
nama Thisable Enterprise.
Thisable Enterprise ini dapat dikatakan wadahnya
dalam berkarya. “Selangkah lagi menggapai impian
saya untuk mandiri dan bisa mempekerjakan siapapun
yang membutuhkan dengan sistem inklusi. Maksudnya,
menyatukan faktor disabilitas dan non disabilitas untuk samasama bekerja dalam passion yang sama. Bentuk dari kegiatan
Thisable Enterprise ini adalah social business for society
profit, “ kata dia.
Empat tahun perjalanan Thisable Enterprise memang tidak
mudah. Tahun pertamanya membangun branding dengan
strategi marketing communication, yakni menerbitkan sebuah
buku berjudul “Perempuan Tunarungu Menembus Batas”.
Ini sebagai bentuk suara Angkie kepada masyarakat bahwa
kaum disabilitas ada di sekitar kita dan berharap mereka
diberi kesempatan yang sama dalam berkarya, baik dalam
segi pendidikan dan ketenagakerjaan.
Kabarinews.com
“Buku merupakan suara saya dalam berkarya, walaupun saya
tidak bisa mendengar. Tapi saya bisa melihat apa yang terjadi
di sekitar, lalu saya menyuarakan dengan bentuk tulisan.
Saya berharap semua orang yang membaca akan memahami
bahwa hidup kita ini lebih dari sekadar mencari bahagia,
tetapi juga berjuang menciptakan kebahagiaan,” kata Angkie.
Tahun kedua, Thisable Enterprise melakukan pendekatan
dengan berbagai pihak dengan melakukan program-program
yang Angkie dan tim lakukan adalah CSR integrated. Kerja
sama dilakukan dengan berbagai perusahaan menyankut isu
disabilitas. Micro Enterprise mencetak entrepreneur disabilitas
agar lebih mandiri, kemudian mendirikan Learning Center,
yaitu bekerja sama dengan institusi pendidikan sebagai
program pengabdian masyarakat. Salah satunya yang telah
dilakukan adalah menggaet The London School of Public
Relations Jakarta dengan membuka kelas komunikasi untuk
kaum disabilitas agar mereka memiliki pengetahuan mengenai
komunikasi sebagai penciptaan sumber daya manusia
yang siap bersaing di era modern. Employement Services
yaitu mendukung perusahaan dalam merekrut karyawan
disabilitas. Dan Social Marketing Communication membuat
event tahunan sendiri yaitu Thisable Festival sebagai salah
satu bentuk awareness untuk menciptakan lingkungan yang
inklusif.
“Tidak mudah menjalankan Thisable Enterprise ini, tetapi
karena passion saya di dunia komunikasi, maka saya enjoy
saya menggabungkan social communication sebagai bentuk
pesan saya kepada dunia, bahwa disabilitas adalah sumber
daya manusia milik negara dengan beragam potensinya. Life
is not finding ourselves, but life is about creating ourselves.
Jangan hanya diam tanpa suara untuk mencari kesejahteraan,
tetapi bergerak maju menciptakannya bersama.” (1009)
Kabari |33