MOBIL NASIONAL Awal Februari lalu di Proton Centre of Excellence, Shah Alam, dilakukan penandatanganan Memorandum of understanding (MoU) antara PT Adiperkasa Citra Lestari (PT ACL) dengan Proton Holdings Berhad. Di situs corporate.proton.com dilansir, bahwa kerja sama ini bertujuan untuk mengembangkan dan melakukan perakitan mobil nasional (mobnas) di Indonesia. Pro-kontra pun menyeruak! Hingga akhir bulan lalu, reaksi terhadap atas penandatanganan nota kesepahaman oleh petinggi kedua perusahaan CEO PT ACL AM Hendro Priyono, mantan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) dan Datuk Abdul Harith Abdullah, CEO Proton masih terdengar. Mayoritas gencar menolak gagasan membangun mobnas di Indonesia.
Pemerintah menyanggah kerja sama itu untuk membangun mobnas. Menteri Perindustrian Saleh Husin menyatakan, kerja sama itu berada dalam tataran B To B (Business To Business) dan juga bukan untuk membangun program mobil nasional (mobnas). “Salah kaprah kalau dikatakan itu program mobil nasional. Tak ada uang negara melalui APBN maupun BUMN dalam kerjasama tersebut. Itu murni sekadar kesepakatan antara private to private (B to B) saja, dan bukan keputusan pemerintah. Murni bisnis,” ujar Saleh Husin (Tribunnews.com, Sabtu, 7/2/2015). Sementara itu CEO Proton Datuk Abdul Harith Abdullah dalam siaran persnya menyatakan, dari penandatanganan MoU, langkah selanjutnya adalah melakukan studi kelayakan. Apakah kiranya terbuka peluang untuk alih teknologi dan pertukaran ahli di industri otomotif, juga melihat secara keseluruhan prospek mengembangkan pasar yang lebih luas, sekaligus menguatkan hubungan bilateral antara Indonesia-Malaysia. Keraguan akan pernyataan itu sempat mencuat di benak sementara pihak, pasalnya di antaranya, alasan yang tampak secara kasat mata. Kata mereka, bila kerja sama itu benar dalam tataran swasta, mengapa Presiden Jokowi hadir di acara penandatanganan MoU tersebut.