KISAH
Masih jelas diingatnya, bagaimana
ia diperkenalkan dengan bermacammacam ilmu. Tiap hari, selain sekolah,
ia juga ikut di banyak kursus dan
keterampilan, hingga belajar karate
dan kini berhak memakai sabuk hitam.
Pendek kata, ia terbiasa aktif dan selalu
bersemangat mengejar kemajuan. Tidak
ada kata tidak bisa, baginya. Tak heran
jika banyak bakat Angel yang kemudian
terasah dan mampu menorehkan prestasi
yang membanggakan.
Semua berakar dari orang tua,
kata Angel, tentang pencapaian yang
diraihnya saat ini. Dari orang tua ia
menyerap nilai-nilai positif, sehingga
ia terbiasa untuk berani menjawab
tantangan. Pernah dulu, semasa kecil, ia
tinggal di Manado, daerah asal ibunya,
Sintje Kolang. Diketahui, masyarakat
di kota itu mayoritas kulitnya putih,
sementara ia mewarisi warna kulit
Papanya yang asli Papua. Temantemannya di sekolah tak mau bermain
bersama, bahkan mengejeknya dengan
ucapan yang menyakitkan.
Sebagai anak kecil, tentu Angel sangat
sedih. Syukurlah, orang tua lagi yang
membesarkan hati dan menegarkan
jiwanya. Ayah dan Ibunya menasihati
dengan kembali ke ajaran agama yang
dianutnya. Mereka mengajak Angel
untuk mempraktikkan firman Tuhan
yang berbunyi, ‘Jika pipi kananmu
ditampar, berikanlah juga pipi kirimu’.
Dengan membalas perbuatan tak baik
mereka dengan sikap yang baik, mereka
pasti berubah. Ternyata benar. Dari
situlah tumbuh rasa percaya diri yang
tinggi dalam dirinya.
Prestasi Demi Prestasi
Pengalaman pahit masa lalu bukan
alasan untuk menjegal langkah seseorang
meraih kesuksesan, demikian orang bijak
berkata. Angel pun yakin ada ketentuan
yang telah digariskan Tuhan dan wajib
diterima dengan penuh syukur. Dari
pada tenggelam dalam perasaan negatif,
ia pun berbalik menyemangati diri untuk
maju.
Syukurnya, orang tuanya pandai
mengelola kondisi kejiwaan putri
mereka.
Misalnya,
Angel
yang
‘tomboi’ diarahkan untuk menggali sisi
keperempuanannya dengan memberinya
tantangan ikut kompetisi kecantikan.
Sang Papa meminta Angel tampil
sebagai perempuan yang identik dengan
karakter feminin, cantik dan luwes.
Ditantang sang Papa, karuan Angel
penasaran. Masih diingatnya, katakata ayahnya, ‘Kalau kamu lolos seleksi
‘Puteri Kecantikan’ berarti kamu
benar-benar perempuan. Tidak lolos,
keluarga kita punya dua anak cowok.
Siapa yang tidak tertantang, kata Angel,
lalu mendaftar di Dinas Pariwisata, 15
menit menjelang penutupan. Tantangan
pertama, menulis makalah dalam bahasa
Inggris, dan itu bisa dilaluinya dengan
baik sehingga lolos seleksi.
Tapi, lanjut Angel, sifatnya yang
‘tomboi’ tak berarti hilang seketika.
Pernah saat mobil menjemputnya
untuk mengikuti penjurian, ia sedang
di atas puncak pohon mangga di depan
rumahnya. Tak pelak, supir itu teriak
memanggilnya turun. Juga, menjelang
malam penjurian ‘Grand Final Puteri
Merauke’ itu, ia masih ujian naik sabuk
karate. Padahal ia hanya punya 15
menit untuk belajar jalan dengan hak
ekstra tinggi. Syukurlah, ia mampu
tampil dengan baik, bahkan menang
sebagai ‘Puteri Merauke 2007’. Dengan
begitu, ia mampu menjawab tantangan
ayahnya, bahwa putrinya yang juara II
pada Kejuaraan Karate Senior Putri
2007 ini, benar perempuan!
Begitulah, prestasi demi prestasi
diukirnya, hingga terakhir keluar sebagai
Miss Southeast Asia Friendship berkat
keramahan dan kecerdasan yang
dimilikinya.
Sebelumnya,
‘Puteri
Merauke’ ini menjadi ‘Puteri Indonesia
Papua’, lalu masuk 10 besar di ajang
‘Puteri Indonesia’ dan juga 3 besar
‘Puteri Berbakat’.
Saat ini Angel tekun mengikuti kuliah
di semester 10 Fakultas Kedokteran,
Universitas Kristen Indonesia. Tetapi
kegiatan kuliah ini rupanya belum
cukup. Ia masih bergabung di Yayasan
Ant Charity, menyalurkan kecintaanya
pada sesama dengan mengajar anakanak dari kelompok marginal. Bersama
mereka, dapat tertawa, bernyanyi dan
berbagi wawasan.
Ternyata di sela agenda kuliah,
tiap Sabtu dan Minggu, ia bekerja
sebagai pramugari di sebuah maskapai
penerbangan nasional. Angel bersyukur,
Tuhan memberinya kemudahan dan
jalan untuk mencari uang sesuai citacitanya. Dulu semasa kecil ia ingin naik
pesawat, mengunjungi tempat-tempat
yang indah. Ini kesampaian, bahkan
secara gratis ia dapat jalan-jalan ke
berbagai tempat berkat profesinya
sebagai pramugari.
Menengok ke belakang perjalanan
hidupnya, Angel bersyukur telah
dipersiapkan orang tuanya, terutama
sang Papa untuk mandiri dan tidak
cengeng. Ia merasakan benar bekal
pendidikan yang mereka tanamkan. Kini,
setelah papanya wafat pada Desember
2013, ia mampu menjadi tulang
p չ