Majalah Digital Kabari Edisi 81 - 2013 | Page 31

Sekolah Pendidikan Guru. Cita-cita yang digadangnya menjadi guru itu kandas, sehingga ia menurut saja tatkala orang tua menerima pinangan Nurhadi, lelaki asal Bantul yang bekerja di perusahaan kontraktor selaku buruh. Di usia baru 17 tahun ia menikah, lalu mengikuti ke mana sang suami ditugaskan. “Suami saya buruh proyek pembangunan jalan dan insfrastruktur. Saya ikut, dan mendapat tugas memasak sampai bersih-bersih penginapan untuk para buruh,” kata Martini yang ikut berpindah dari Tasikmalaya, lalu ke Padang dan Lampung hingga Malangbong. Di mana-mana berpindah, ia menjalankan tugas selaku pembantu rumah tangga. Saat ada kesempatan, ia juga berjualan sayur untuk menambah penghasilan. Setelah beberapa lama merantau dan berpindah tempat, ia pun memutuskan pulang kampung. Pikirnya, lebih enak tinggal di kampung sendiri meski harus bekerja di pabrik sekalipun. Akhirnya, Martini pun mudik dan mendapat kerja di sektor industri yang menghasilkan kerajinan anyaman. Cepat sekali ia menyesuaikan diri dengan pekerjaannya itu, karena saat kecil ia telah terbiasa menganyam. Ingatannya pun berlari ke masa kecil tatkala ia diajarkan gurunya menganyam. Hari ke hari semakin mahir teknik menganyam dan juga jiwa seninya terasah. Malang nian, perusahaan tempatnya bekerja tutup. Semula ia merasa susah hati juga, namun di balik ketidaknyamanan itu Tuhan telah menyiapkan suatu kesempatan berharga baginya untuk maju. Beranikan Diri Coba Buka Usaha Menganggur bagi Martini yang terbiasa aktif adalah sebuah siksaan. Eceng gondok, tanaman yang mengantarkan Martini ke kesuksesan Martini bersama suami dan anak semata wayangnya Tak heran, jika perempuan bertubuh mungil itu pun tak bisa diam, mencari akal untuk mencari uang dan mengisi waktunya dengan kegiatan yang bermanfaat. Tidak ada bermalas-malasan dalam kamus hidupnya. Alhasil, sejak kantornya itu tutup, ia pun melihat ke dirinya, apa kiranya yang mampu dilakukannya. Pilihan Martini jatuh ke bisnis kerajinan tangan seperti yang dilakukannya di kantor lamanya itu. Tepat 1 Maret 1999, masih di kampungnya juga, Martini mulai membuat anyaman dengan modal sebesar Rp 250.000 dan sebuah mesin jahit tua. Ia sengaja memanfaatkan enceng gondok atau eceng gondok (Eichhornia crassipes) sebagai bahan baku utama kerajinan anyamannya. Tanaman ini tumbuh mengapung di rawa dan lingkungan perairan, berkembang biak dengan cepat sekali sehingga kerap dianggap sebagai perusak lingkungan. Dengan kata lain, eceng gondok tersedia melimpah di alam, tetapi bila ditilik dari sifat dan tekstur daunnya, ia liat dan cukup kuat bila digunakan sebagai anyaman. Pada masa itu eceng gondok belum populer, bahkan jarang sekali orang yang meliriknya. Justru kelemahan di mata orang lain, dimanfaatkan oleh Martini sebagai kekuatan dan modal bagi usahanya.Dengan pengetahuan yang didapatnya di perusahaan lama, ia segera mengolah eceng KabariNews.com is the only Indonesian Website in the U.S. that has the most articles on U.S. Immigration. KabariNews.com #81, Nov-Des 13 | 31