Majalah Digital Kabari Vol: 8 Oktober - November 2007 | Page 10
Yang jelas, mereka tidak perlu antri tiket atau
berjubelan di terminal.
Namun demikian, berkendaraan pribadi tidak
serta merta menjadikan segalanya lebih aman.
Jika persiapan tidak matang, tentu bisa berakibat
fatal. Untuk meminimalkan resiko kecelakaan,
Suparno, seorang kurir perusahaan swasta
misalnya, melakukan persiapan yang agak njlimetrumit. Sehari sebelum berangkat, ia membawa
motornya ke bengkel untuk pengecekan total.
Mulai dari tekanan ban sampai kondisi mesin
ia perhatikan dengan saksama. Perlengkapan
standar seperti helm, sarung tangan, jaket, kaca
mata hitam, dan uang tunai tidak boleh lupa.
Suparno menceritakan pengalamannya saat
mudik naik motor. Ketika itu kantornya menggelar
acara mudik bersama dengan tujuan Yogyakarta.
Ia ikut sambil membawa serta istri dan dua
anaknya. Anak balitanya duduk di belakang
digendong istri. Sementara kakaknya ditempatkan
di depan.
Kembali dikisahkan Suparno, rombongan
berangkat dari titik yang sudah ditentukan panitia.
Ada sekitar 70 pengendara motor yang ikut serta.
Tepat jam 8.00 rombongan berangkat melewati
jalur Pantura (Pantai Utara Jawa). Pantura terkenal
sebagai jalur tengkorak alias berbahaya. Jalannya
padat berliku dan sering terjadi kecelakaan.
“Berangkat pagi, kami sampai Yogya baru
keesokan malamnya. Kami sengaja berangkat
pagi, karena menghindari papasan dengan bus
malam. Tau sendiri kan bus malam kalau jalan,
was wes wos(ngebut-red). Kami gunakan waktu
malam untuk istirahat.” katanya menjelaskan
seputar alasannya berangkat pagi hari.
10 | kabari:
Setelah tiga jam perjalanan rombongan sampai
di sekitar Karawang dan masih ratusan kilometer
yang harus dilalui menuju Yogyakarta.
“Yang bikin capek sebenarnya cuaca panas dan
macet, apalagi pas di jalur Pantura” kata Parno
manambahkan.
Selanjutnya, tiga jam dijadikan selang waktu
beristirahat. Selama jeda istirahat dimanfaatkan
setiap anggota rombongan untuk mengecek
kondisi motor dan melepas penat sejenak.
“Naik motor selama tiga jam nonstop itu luar
biasa capeknya. Badan pada pegel semua. Kami
beristirahat sekitar 30 menit, sekedar minum,
makan dan mengecek motor” ujar Suparno.
Di tengah perjalanan, mereka sering bertemu
dengan pengendara motor lain. Tak pelak lagi
mereka bergabung bersama rombongan dan
saling bercanda selama perjalanan.
“Itu wajar saja, karena saya kira mereka juga
butuh teman di perjalanan, tapi soal koordinasi,
mereka tentu bukan bagian dari kita” tuturnya
saat menjelaskan banyaknya pemudik lain yang
bergabung di tengah jalan.
Ketika malam tiba, rombongan motor ini memilih
tempat atau restoran dengan sarana cukup
seperti tempat parkir, toilet, tempat shalat,
penginapan atau ruangan sekedar merebahkan
badan. Jam empat pagi selepas Azan Shubuh
barulah perjalanan kembali dilanjutkan. Dari sini
tujuan Jogja tinggal separuh perjalanan. Biasanya
menjelang Mahgrib rombongan sudah memasuki
kota Yoyakarta.
Lalu bagaimana sih perasaan mereka setelah
sampai ke tempat tujuan? Baik Saptono maupun
www.KabariNews.com