Majalah Digital Kabari Edisi 64 - 2012 | Page 7

bagian dari perjuangan untuk menegaskan kepribadian bangsa pada era 1959-1965, Indonesia amat anti film asing. Orde Baru lahir dengan ketakutan akan seni sebagai kritik sosial dan revolusi yang dibawa Lekra (Lembaga Kebudayaan Rakyat – organisasi kebudayaan sayap kiri bentukan PKI) yang berhubungan dengan Partai Komunis Indonesia (PKI). Karena itulah perfilman di era awal-awal Orde Baru tidak berkembang, malah bisa dikatakan mati. Film dianggap seperti penyakit, karena semua studio hampir mati dan bioskop yang telah ada tinggal 20 persen. Pada tahun 1970-an, sensor ketat terhadap film seks dan kekerasan mulai dikurangi. Bioskop kemudian hidup lagi, laku, tetapi banyak film tidak bermutu yang muncul. Di tahun 1990-an, jumlah film yang dibuat industri film meningkat. Juga ada peningkatan jumlah aktor dan aktris, serta semakin banyak penonton yang mendatangi bioskop. Semua pengamat film sepakat bahwa Indonesia sedang berada dalam kualitas film yang amat rendah pada masa ini, film dengan tema-tema komedi, seks, seks horor dan musik. Film-film Warkop (Warung Kopi – Dono, Kasino, Indro) dan H. Rhoma Irama adalah yang selalu ditunggu-tunggu penonton. Sukses besar juga didapat dari pembuatan film Lupus dan Catatan Si Boy. Ada film seperti Pengkhianatan G-30S/PKI (Gerakan 30 September PKI) yang banyak meraih sukses dan sering ditonton, karena campurtangan dari pemerintah Orde Baru. Tahun-tahun akhir Orde Baru ditandai dengan kelesuan dunia perfilman, karena semakin banyak film impor yang berdatangan. Bahkan Bioskop 21 Jakarta hanya memutar film-film produksi Hollywood saja, tidak mau memutar film-film lokal. Hadirnya stasiun-stasiun televisi swasta yang menampilkan film-film impor dan sinema televisi serta telenovela, kondisi film nasional semakin parah. Dengan kehadiran berbagai disk (LCD, VCD, dan DVD), film-film impor bisa dengan mudah dinikmati masyarakat tanpa harus pergi ke bioskop. Dipicu oleh situasi krisis ekonomi 1997, perfilman nasional kian terpuruk. Krisis ekonomi justru membuat para pekerja film untuk membuat film 50% of your advertising ex