bagian dari perjuangan untuk menegaskan kepribadian
bangsa pada era 1959-1965, Indonesia amat anti
film asing.
Orde Baru lahir dengan ketakutan akan seni sebagai
kritik sosial dan revolusi yang dibawa Lekra (Lembaga
Kebudayaan Rakyat – organisasi kebudayaan sayap
kiri bentukan PKI) yang berhubungan dengan Partai
Komunis Indonesia (PKI). Karena itulah perfilman di
era awal-awal Orde Baru tidak berkembang, malah
bisa dikatakan mati. Film dianggap seperti penyakit,
karena semua studio hampir mati dan bioskop yang
telah ada tinggal 20 persen. Pada tahun 1970-an,
sensor ketat terhadap film seks dan kekerasan mulai
dikurangi. Bioskop kemudian hidup lagi, laku, tetapi
banyak film tidak bermutu yang muncul.
Di tahun 1990-an, jumlah film yang dibuat industri film meningkat.
Juga ada peningkatan jumlah aktor dan aktris, serta semakin banyak
penonton yang mendatangi bioskop. Semua pengamat film sepakat
bahwa Indonesia sedang berada dalam kualitas film yang amat rendah
pada masa ini, film dengan tema-tema komedi, seks, seks horor dan
musik. Film-film Warkop (Warung Kopi – Dono,
Kasino, Indro) dan H. Rhoma Irama adalah yang
selalu ditunggu-tunggu penonton. Sukses besar juga
didapat dari pembuatan film Lupus dan Catatan Si
Boy. Ada film seperti Pengkhianatan G-30S/PKI
(Gerakan 30 September PKI) yang banyak meraih
sukses dan sering ditonton, karena campurtangan
dari pemerintah Orde Baru.
Tahun-tahun akhir Orde Baru ditandai dengan
kelesuan dunia perfilman, karena semakin banyak
film impor yang berdatangan. Bahkan Bioskop 21
Jakarta hanya memutar film-film produksi Hollywood
saja, tidak mau memutar film-film lokal. Hadirnya
stasiun-stasiun televisi swasta yang menampilkan
film-film impor dan sinema televisi serta telenovela,
kondisi film nasional semakin parah. Dengan
kehadiran berbagai disk (LCD, VCD, dan DVD), film-film impor bisa
dengan mudah dinikmati masyarakat tanpa harus pergi ke bioskop.
Dipicu oleh situasi krisis ekonomi 1997, perfilman nasional kian
terpuruk.
Krisis ekonomi justru membuat para pekerja film untuk membuat film
50% of your advertising ex