[indonesia]
Cekoslovakia (1998). Ada juga karya
Asep Kusdinar yang berjudul Novi yang
masuk nominasi dalam Festival Film
Henry Langlois di Perancis pada tahun
yang sama. Setahun berikutnya, lima
film pendek Indonesia ikut tampil di
Singapore International Film Festival.
Kelima film pendek tersebut adalah
film Novi karya Asep Kusdinar, Jakarta
468 karya Ari Ibnuhajar, Sebuah Lagu
garapan Eric Gunawan, Revolusi
Harapan kreasi Nanang Istiabudhi, dan
Bawa Aku Pulang buah karya Lono
Abdul Hamid.
dalam menegakkan perfilman nasional
yang mandiri dan bermartabat sesuai
kepribadian bangsa. Gigih dalam
menghadapi serangan para pemodal
besar film yang sering memaksakan
kehendak pasar.
Jadi dapat dikatakan, bahwa saat film
nasional mengalami kelesuan dan
kemunduran kualitas, film independen
malah menjadi duta film Indonesia di
peringkat dunia. Prestasi yang membanggakan komunitas mereka,
meski jarang dihargai oleh komunitas perfilman dan media, semakin
membuat mereka percaya diri.
Istilah “film independen” di Indonesia pertama kalinya dipopulerkan
oleh Komunitas Film Independen (Konfiden) yang berdiri pada 1999.
Organisasi ini dideklarasikan dengan mengadakan kegiatan Festival
Film dan Video Independen di Indonesia, yang sudah dilakukan dua
kali, tahun 1999 dan 2000.
Momen yang pernah diselenggarakan SCTV dengan Festival Film
Independen Indonesia (FFII) 2002, nyata sekali merupakan tanda
mulai bergairahnya para pembuat film independen. Kebanggaan akan
independensi dan kreativitas tampaknya menjadi faktor cukup penting
yang membuat komunitas-komunitas film ini hingga sekarang terus
berkembang. Perkembangan paling pesat berasal dari daerah kampus,
kemudian mulai menular di kalangan pelajar.
Juga ada tokoh-tokoh perfilman yang cukup inspiratif dan dikenal gigih
dalam berjuang untuk film Indonesia dengan tingkat independensi
yang luar biasa, seperti Mira Lesmana, Rudi Soedjarwo, Hary ‘Dagoe’
Suharyadi, Nanang Istiabudhi, dll. Mereka memacu terus tumbuhnya
semangat kemandirian bagi budaya penciptaan film. Sebetulnya
sistem mandiri ini sudah pernah dirintis oleh Umar Ismail pada tahun
lima puluhan. Usmar Ismail dikenal sebagai tokoh yang amat gigih
18 | KabariNews.com
Masa Reformasi membuka peluang
besar bagi film independen untuk lebih
berkembang. Apalagi di era globalisasi
terbuka lebar untuk melakukan
interaksi dengan peminat film luar
negeri. Termasuk untuk menampilkan
karya di mancanegara. Di luar negeri,
ruang memang amat lebar bagi film
independen. Ada berbagai festival yang
amat demokratis dan terbuka bagi film
independen dari manapun. Salah satu
contoh adalah Sundance Film Festival
yang merupakan festival film independen yang dilangsungkan di Salt
Lake City. Festival ini dicetuskan oleh Sterling Van Wagenen dan John
Earle. Festival ini memberikan kesempatan luas bagi para pekerja film
independen untuk mempertontonkan karyanya sekaligus bersaing
dalam sebuah kompetisi. Masih di Utah, aktor dan pekerja fim terkenal,
Robert Redford pada tahun 1981 membentuk organisasi non-profit
yakni, Sundance Institute. Tujuannya
adalah untuk memberikan bimbingan
bagi para pembuat film independen
dari seluruh dunia agar bisa
mengembang kan kar ya-kar ya
mereka. Hingga kini Sundance Film
Festival menjadi salah satu barometer
bagi perkembangan f ilm-f ilm
independen di dunia. n (1002)
Untuk share dan memberi komentar pada artikel ini,
Klik www.KabariNews.com/?38232
INGIN ANAK ANDA BELAJAR BAHASA INDONESIA?
Kabari sedang mempersiapkan kursus Bahasa Indonesia
di San Francisco dan Los Angeles.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan email Kabari ke
[email protected]
Kabari is the only Indonesian Magazine in the U.S
that has the most website visits (Source: Alexa.com)