Majalah Digital Kabari Edisi 64 - 2012 | Page 13

berwarna biru) seluruhnya merupakan animasi CGI, bukan aktor atau aktris yang menggunakan tata rias. Apa yang terjadi di Indonesia masih jauh dari itu. Teknologi di sini masih jauh di bawah film Hollywood. Memang ada sedikit film Indonesia yang disajikan dengan unsur teknologi di dalamnya, seperti sebut saja film Meraih Mimpi. Tapi untuk bersaing dengan film luar negeri masih belum bisa diharapkan. Dan seringkali ketidakmampuan menyuguhkan tampilan yang baik akibat minimnya teknologi, menimbulkan akibat yang negatif (terutama bagi penonton). Misalnya, bagaimana film horor Indonesia tak bisa menampilkan sosok hantu yang berkualitas dengan bantuan teknologi, akhirnya malah diganti dengan sisi pornografi. Banyak film horor yang hanya menonjolkan sisi seksi pemainnya dengan dipenuhi rok pendek dan bikini, dengan artis seksi dan berpenampilan berani. Sehingga penonton tak melihat film horor, tetapi film yang mengumbar syahwat (nafsu). Jadi kemampuan teknologi adalah faktor cukup penting bagi kualitas film. Ini seharusnya menjadi perhatian berbagai pihak, terutama pemerintah yang belakangan ini berupaya meningkatkan industri kreatif. Jika dilihat dari sumber daya manusia (SDM), orang Indonesia sudah siap menerima teknologi canggih jika ada proses pendidikan yang nyata. Bahkan, Indonesia belakangan dikenal memiliki generasi kreatif yang bekerja di industri kreatif berbasiskan teknologi. Tetapi mereka justru bekerja untuk industri film di luar negeri, karena dunia film Indonesia tidak menjanjikan. Laporan Gratis: Ingin tahu CARA Pinjam Uang untuk BISNIS Anda? Tinggalkan Nama dan Email Anda, 1-800-281-6175, Tekan 19012 (24 Jam Rekaman) PROBLEM DENGAN PINJAMAN RUMAH DAN FORECLOSURES? Konsultasi gratis dengan John 1-800-281-6175 ext. 131 atau email ke [email protected], atau klik www.KabariChat.com CA Dept Of. Real Estate 0859778 Only Kabari distributes the