kisah mistik yang disuguhkan dengan bantuan animasi yang bukan
hanya jelek, tetapi lucu dan jadi bahan tertawaan, karena kualitasnya
amat rendah menghasilkan penggambaran yang tidak bagus di film.
Secara teknologi kita tertinggal amat jauh untuk menggambarkan
penampilan dalam film. Bandingkan, penampilan rajawali yang
ditunggangi Brama Kumbara dalam Saur Sepuh dengan burung naga
di film How To Train Your Dragon atau Avatar. Jelas perbedaannya luar
biasa timpang.
menggambarkan bagaimana nilai-nilai hak asasi manusia dan
demokrasi lahir dari kelas petani pemberontak. Belum lagi film The
Patriot yang dibintangi Mel Gibson, menggambarkan heroisme yang
kental.
Paling terkenal adalah film Troy sebuah film sejarah tentang cinta,
kekuasaan, dan kepahlawanan. Yang mengagumkan dari film ini salah
satunya adalah, bagaimana suasana perang digambarkan secara luar
biasa. Ribuan tentara dari kedua belah pihak (Troya dan Yunani)
berlari, menyerbu dengan perisai dan pedang di tangan, tampak
seperti laron berhamburan yang sedang bertumbukan dari dua arah
yang berlawanan, lalu bertemu di medan perang.
Penampilan Kuda Troya yang legendaris, juga menjadikan film ini
sebagai gambaran tentang taktik perang yang canggih yang pernah
ada dalam sejarah Barat. Pembuatan film ini menghabiskan biaya
yang jumlahnya sangat besar, US$180 juta, menjadikan Troy sebagai
film yang paling mahal.
Membandingkan film kolosal buatan luar negeri dengan buatan
Indonesia, rasanya seperti membandingkan antara dua hal yang jelas
tidak setara. Di Hollywood, misalnya, pembuatan film kolosal selalu
menarik dan pembuatnya berhasil menampilkan hal yang
mengagumkan. Film tersebut ditonton oleh masyarakat seluruh dunia,
yang pada akhirnya masyarakat dunia akan tahu, bahwa Barat dari
dulu hingga sekarang memang bangsa yang jaya. Kejayaan dan
keunggulan itu bisa semakin besar, karena citra film-film kolosal
semacam itu.
Mungkin, karena teknologinya yang ketinggalan inilah, film Indonesia
belakangan tak berani menyuguhkan film kolosal atau film tentang
dunia “kesaktian jaman kuno” atau kisah perang jaman kerajaan.
Cerita kolosal tetap semarak di televisi, seperti Tutur Tunular (dengan
tokoh Arya Kamandanu) atau judul-judul lainnya, tetapi kualitas
animasinya sangat rendah. Kisah dan dialognya pun kurang bermutu.
Maka untuk bisa menyamai Hollywood, mungkin Indonesia masih
bermimpi. Bukan hanya masalah teknologi, tapi mentalitas pekerja
film. Semangat yang kuat akan membuat pekerja film gigih untuk
mengembangkan apa saja. Kita bisa belajar pada pekerja film Barat
yang memang selalu total dalam menciptakan karya.
Perbandingannya bisa
kita lihat dari apa yang
dilakukan James Cameron
ketika membuat film
Avatar yang luar biasa itu.
Film ini menggunakan
teknologi ComputerGenerated Imagery (CGI),
animasi 3D dan efek
visual yang bekerja sama
dengan Weta Digital asal
Selandia Baru. Gambarnya diambil dengan sistem kamera fusion 3D
dan sentuhan resolusi film 3D tingkat tinggi dari Los Angles Studio.
Hasil ini kemudian diterjemahkan ke dalam komponen film. File-file
inilah yang kemudian di simpan di storage oleh Isilon IQ. Salah satu
contohnya adalah ras Na’Vi (makhluk pribumi penghuni Pandora yang
Laporan Gratis:
Apa yang Anda perlukan sebelum konsulatasi dengan
Pengacara? 24 Jam Rekaman, 1-800-734-4021, tekan 1833
Sedangkan di negara kita? Film kolosal masih tetap mengandalkan
12 | KabariNews.com
Apple to Apple
Kabari guarantees the lowest ad price with much better value.