[indonesia]
bermacam-macam. Banyak digunakan untuk batik cetak
dan cap yang menggunakan warna cerah. Hanya saja
kadang bermasalah di pengolahan limbah, mengingat
zat ini adalah bahan kimia.
diukir sendiri oleh para perajinnya, bukan dicetak. Beberapa dari
juragan batik mengusahakan pelatihan desain. Pada batik Lasem,
warna khas masyarakat Tionghoa yaitu merah, biru, dan hijau, tetap
dipertahankan.
Seorang pengusaha / juragan batik Lasem bernama Santoso, pernah
melakukan pembaharuan. Salah satu yang dilakukan Santoso
dan perajin batik Lasem adalah membuat motif yang lebih “gaul”
dan disukai anak muda. Selain merangkul pasar yang lebih luas,
diharapkan juga bisa mengajak generasi muda untuk mencintai
produk khas dalam negeri. Upaya Santoso membuat batik tulis
Lasem tampil lebih bergaya dan ternyata turut mendongkrak jumlah
penjualan. Jumlah penjualan batik tulis Lasem setiap bulan kini
mencapai rata-rata Rp 150 juta.
Selain batik tulis, ada juga batik cap. Batik ini dihasilkan dari proses
menempelkan kain dengan alat yang terbuat dari lempengan tembaga
berukuran 20x 20 cm atau 24 cmx20 cm sesuai motifnya. Prosesnya
tak serumit batik tulis. Dalam sebulan seorang pembatik dapat
menghasilkan kurang lebih 100 lembar kain batik. Biasanya batik cap
ini dikerjakan oleh kaum bapak-bapak. Harga batiknya sekitar Rp 30
ribu sampai Rp 100 ribu.
Zat warna alami (ZWA) awalnya sering dipakai untuk
kebanyakan proses batik. Hanya saja lebih rumit
dan memerlukan waktu yang lebih panjang dari
zat warna sintetis. Kelebihan dari batik ini adalah
limbahnya cenderung lebih mudah terurai. Batik yang
dihasilkan biasanya berwarna pastel atau kepucatan.
Kekurangannya mungkin warna yang kurang beraneka rupa dan
proses pengerjaan yang lebih panjang.
Tempat pembuatan batik dan museum batik, kini juga menjadi tempat
tujuan wisata yang penting. Mereka yang berkunjung tak hanya dapat
membeli batik, namun tersedia kursus untuk membuat batik. Kaum
muda juga sangat menyenanginya.
Semua hal di atas memang mempengaruhi keberadaan dan
perkembangan batik di Indonesia. Beberapa pihak sudah berusaha
melakukan pembaharuan dengan memperbaiki desain, memadukan
dua atau lebih corak batik dalam satu potong baju. Warna batik
juga tak lagi monoton. Semuanya disambut baik oleh masyarakat
Indonesia dan menerimanya dengan memakai batik ini tak hanya
untuk acara-acara resmi saja. Semoga selembar kain batik yang
mengalami proses panjang dalam pengerjaannya, semakin dihargai
oleh masyarakat dan dunia. q (Indah)
Untuk share dan memberi komentar pada artikel ini,
klik www.Kabarinews.com/?37949
Selain dua batik di atas, di Indonesia paling banyak ditemukan adalah
Batik Print (Printing). Batik jenis ini tak ada bedanya dengan kain textil
biasa karena mengerjakannya memakai proses sablon atau komputer.
Motif kain serumit apapun dapat dibuat dan warna kain dapat dibuat
berwarna warni dalam 1 waktu proses pengerjaan. Biasanya batik
print ini dikerjakan olah kaum yang lebih muda. Kapasitas produksi
kain ini dalam 1 bulan dapat menghasilkan beratus ratus meter kain.
Harganya pun dapat ditekan semurah mungkin, biasanya kain ini
dijual per meter / per lembar seperti kain batik.
Harga dan penampilan batik juga ditentukan oleh zat warna yang
digunakan. Ada dua macam zat warna yaitu Zat Warna Sintetis
(ZWS) dan Zat Warna Alami (ZWA). Zat warna sintetis sangat praktis
dan mudah didapatkan dan dijangkau. Warna-warnanya cenderung
14 | KabariNews.com
Kabari is the only Indonesian Magazine in the U.S.
that has the most website visits (Source: Alexa.com)