Majalah Digital Kabari Edisi 61 - 2012 | Page 14

[indonesia] bermacam-macam. Banyak digunakan untuk batik cetak dan cap yang menggunakan warna cerah. Hanya saja kadang bermasalah di pengolahan limbah, mengingat zat ini adalah bahan kimia. diukir sendiri oleh para perajinnya, bukan dicetak. Beberapa dari juragan batik mengusahakan pelatihan desain. Pada batik Lasem, warna khas masyarakat Tionghoa yaitu merah, biru, dan hijau, tetap dipertahankan. Seorang pengusaha / juragan batik Lasem bernama Santoso, pernah melakukan pembaharuan. Salah satu yang dilakukan Santoso dan perajin batik Lasem adalah membuat motif yang lebih “gaul” dan disukai anak muda. Selain merangkul pasar yang lebih luas, diharapkan juga bisa mengajak generasi muda untuk mencintai produk khas dalam negeri. Upaya Santoso membuat batik tulis Lasem tampil lebih bergaya dan ternyata turut mendongkrak jumlah penjualan. Jumlah penjualan batik tulis Lasem setiap bulan kini mencapai rata-rata Rp 150 juta. Selain batik tulis, ada juga batik cap. Batik ini dihasilkan dari proses menempelkan kain dengan alat yang terbuat dari lempengan tembaga berukuran 20x 20 cm atau 24 cmx20 cm sesuai motifnya. Prosesnya tak serumit batik tulis. Dalam sebulan seorang pembatik dapat menghasilkan kurang lebih 100 lembar kain batik. Biasanya batik cap ini dikerjakan oleh kaum bapak-bapak. Harga batiknya sekitar Rp 30 ribu sampai Rp 100 ribu. Zat warna alami (ZWA) awalnya sering dipakai untuk kebanyakan proses batik. Hanya saja lebih rumit dan memerlukan waktu yang lebih panjang dari zat warna sintetis. Kelebihan dari batik ini adalah limbahnya cenderung lebih mudah terurai. Batik yang dihasilkan biasanya berwarna pastel atau kepucatan. Kekurangannya mungkin warna yang kurang beraneka rupa dan proses pengerjaan yang lebih panjang. Tempat pembuatan batik dan museum batik, kini juga menjadi tempat tujuan wisata yang penting. Mereka yang berkunjung tak hanya dapat membeli batik, namun tersedia kursus untuk membuat batik. Kaum muda juga sangat menyenanginya. Semua hal di atas memang mempengaruhi keberadaan dan perkembangan batik di Indonesia. Beberapa pihak sudah berusaha melakukan pembaharuan dengan memperbaiki desain, memadukan dua atau lebih corak batik dalam satu potong baju. Warna batik juga tak lagi monoton. Semuanya disambut baik oleh masyarakat Indonesia dan menerimanya dengan memakai batik ini tak hanya untuk acara-acara resmi saja. Semoga selembar kain batik yang mengalami proses panjang dalam pengerjaannya, semakin dihargai oleh masyarakat dan dunia. q (Indah) Untuk share dan memberi komentar pada artikel ini, klik www.Kabarinews.com/?37949 Selain dua batik di atas, di Indonesia paling banyak ditemukan adalah Batik Print (Printing). Batik jenis ini tak ada bedanya dengan kain textil biasa karena mengerjakannya memakai proses sablon atau komputer. Motif kain serumit apapun dapat dibuat dan warna kain dapat dibuat berwarna warni dalam 1 waktu proses pengerjaan. Biasanya batik print ini dikerjakan olah kaum yang lebih muda. Kapasitas produksi kain ini dalam 1 bulan dapat menghasilkan beratus ratus meter kain. Harganya pun dapat ditekan semurah mungkin, biasanya kain ini dijual per meter / per lembar seperti kain batik. Harga dan penampilan batik juga ditentukan oleh zat warna yang digunakan. Ada dua macam zat warna yaitu Zat Warna Sintetis (ZWS) dan Zat Warna Alami (ZWA). Zat warna sintetis sangat praktis dan mudah didapatkan dan dijangkau. Warna-warnanya cenderung 14 | KabariNews.com Kabari is the only Indonesian Magazine in the U.S. that has the most website visits (Source: Alexa.com)