Majalah Digital Kabari Edisi 54 - 2011 | Page 29

[indonesia] menjadi tukang becak. Salah satu tulisannya berjudul ‘Jejaring Sosial di Mata Tukang Becak’ dimuat di sebuah media cetak terbitan Jakarta 18 Februari 2010. Berawal dari situlah Harry mulai rajin dalam bidang tulis menulis. Laptop pemberian Rektor SMA Kolese de Britto Yogyakarta menjadi alatnya sehari-hari. Tapi dia tetap menjadi tukang becak. Suatu hari dia berbincang-bincang dengan seorang penulis yang dengan sabar mendengar curahan hati Harry. “Saya harus berjuang membesarkan 3 anak saya. Sudah sepuluh tahun saya jadi tukang becak. Tak ada yang berubah. Saya ingin mengubah nasib. Saya ingin menulis buku. Tetapi, mana ada penerbit yang mau dengan saya yang hanya tukang becak?” kata Harry malam itu kepada Sonny, sang penulis. Tak disangka, Sonny menawarkan bantuan. Dia mengajak Harry berkenalan dengan Bambang Trim, General Manager buku umum di penerbit Tiga Serangkai. “Tiba-tiba saja semua dimudahkan dan lancar. Sejak Nopember 2010, saya mulai membuat buku saya itu,“ kata Harry. Bulan Mei 2011, Harry meluncurkan bukunya di Goethe Institute Jakarta. Buku itu banyak menceritakan perjuangan Harry dan becaknya dalam menyikapi hidup. Dia adalah seorang tukang becak apa adanya. Hidup dengan kerja keras, membanting tulang hingga rasa lelah. Cucuran keringat tanpa henti adalah penampilannya setiap hari. Kebersahajaan, keberanian dan ketulusan dalam menjalani hidup adalah modal penting bagi manusia untuk berusaha. Harry mencoba menuliskan sebuah semangat kecil. Lewat buku yang ia tulis, ia sedang mencoba menyapa siapa saja untuk selalu memberi perhatian terhadap Yogya. Lewat becak, kejujuran, kesederhanaan dan jejaring sosial. Lewat menulis dan semangat untuk berbuat yang lebih baik. Harry juga telah membuka mata orang lain secara pribadi, bahwa ia manusia yang sederhana. Lewat status-status di Facebook dan jejaring sosial lainnya. Tercermin dalam komentar dan pengakuan lugu. Betapa kehidupan tukang becak yang setiap kali mendapatkan penumpang, adalah tragic comedy untuk kita. Terhadap buku yang dihasilkannya, dia berpendapat “Buku ini sukses karena saya seorang tukang becak. Coba kalau saya bukan tukang becak, mungkin ini hanya buku biasa yang berisi curhatan (curahan hati, red),” katanya. Saat ini dia juga banyak mendapat undangan menjadi pembicara di beberapa seminar. memenuhi kebutuhan keluarganya. Harry memiliki 3 orang anak, sedangkan istrinya telah meninggal saat gempa Yogya 2006 lalu. Buku ini memang berdampak buat dia. Banyak tukang becak yang tak senang Harry tetap menarik becak. “Banyak teman sesama tukang becak mengira saya punya pendapatan yang banyak dari buku ini. Padahal mereka tidak tahu pemasukan saya ya biasa-biasa saja,” katanya. Namun apapun pandangan orang, Harry telah membuka tabir betapa pentingnya jejaring sosial dan teknologi agar bisa berguna membantu siapa saja mendapatkan teman, jejaring, persahabatan, cinta dan pekerjaan. Harry van Yogya telah membuktikannya di tingkat paling sederhana. q (Indah) Untuk share dan memberi komentar pada artikel ini, Klik www.KabariNews.com/?37129 Meski tak ingin berganti profesi, namun Harry ingin terus berkarya untuk mendapat penghasilan tambahan. Karena penghasilannya sebagai tukang becak memang sering tak mencukupi untuk Ingin diumumkan kapan Majalah Kabari tiba? Kabari akan TWEET ke www.Twitter.com/IkutKabari. Silakan follow IkutKabari di Twitter Ingin beli Office Supplies murah meriah? Order Online di www.KabariStore.com KabariNews.com #54, Agt -Sept 2011 | 29