[indonesia]
orang, dengan ketuanya, Harini Bambang. Terdapat beberapa orang
kader, yang melakukan peningkatan kesadaran lingkungan di tingkat
masyarakat serta relawan. Kegiatan kelompok ini bersifat sederhana
dan bertujuan agar lingkungan tempat tinggalnya bebas dari sampah
dan penuh tanaman. Mereka mendaur-ulang sampah, pengomposan
sampah organik, serta menanam pohon.
Tak salah jika tahun 1996 UNESCO memilih Banjarsari sebagai lokasi
proyek percontohan pengelolaan limbah rumah-tangga, dengan
penekanan pada konsep 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Dalam
kenyataanya mereka juga melakukan 4R (Replanting / penghijauan).
Kurangnya dana menghambat kelancaran kegiatan. Anggaran
tahunan kegiatan mereka tidak lebih besar dari Rp. 50 juta, meskipun
mendapat dukungan dari UNESCO. Namun, pengumpulan dana
melalui penjualan produk daur-ulang dan kompos, iuran anggota dan
iuran pelatihan telah menjadi sumber pendapatan tetap. Inilah yang
membuat kelompok masyarakat ini mampu menopang dirinya sendiri.
Untuk melakukan pengembangan kegiatan pengelolaan sampah,
sejak 2001, UNESCO dan kampung Banjarsari meminta bantuan
Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan (P3TLBPPT). Mereka melakukan pembinaan yang berkelanjutan dari
aspek teknologi dan manajemen persampahan. Kegiatan utama
pengelolaan sampah dimulai dengan pengomposan dan penanaman
tanaman obat dan penghijauan lingkungan. Produk kompos dijadikan
pupuk tanaman di kebun tanaman obat, pot, dan taman warga.
“Dampaknya sangat positif, kampung Banjarsari kini berubah menjadi
kampung ramah lingkungan. Sepanjang kampung itu terlihat hijau dan
sejuk oleh tanaman yang tumbuh subur di dalam pot grabah, wadah
plastik bekas, drum, dan kaleng bekas,” kata Sri Bebassari, peneliti
senior masalah sampah BPPT. Kampung Banjarsari tetap melakukan
penghijauan dan pengelolaan sampah meski saat ini sudah dilepas
oleh UNESCO.
Kegiatan pengomposan dan daur ulang sampah anorganik yang
dilakukan mampu menurunkan volume sampah yang dibuang ke
TPA (Tempat Pembuangan Akhir) hingga 50%. Kegiatan tersebut
juga akhirnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dengan
menjual kompos, produk daur ulang. Produk daur ulang yang mereka
jual adalah taplak meja dari sedotan, bunga plastik, bingkai foto.
Selain mengolah sampah, mereka juga menanam tanaman obat
untuk penghijauan lingkungan. Awalnya tanaman obat yang ditanam
berjumlah 20 jenis dan kini mencapai hingga 150 jenis. Pelatihanpelatihan yang dilakukan telah berhasil melahirkan kader-kader
lingkungan baru sebanyak 55 orang (25 wanita dan 30 remaja). Pola
hidup masyarakat kini berubah, dimana 60% warga Banjarsari telah
mengikuti pola hidup yang sehat dan ramah lingkungan.
Usaha dan aktivitas yang dilakukan warga Banjarsari telah membawa
wilayah Banjarsari sebagai sekolah dan laboratorium pengelolan
sampah terpadu bagi pelajar, tokoh masyarakat, anggota DPR/DPRD,
bahkan tamu mancanegara. Pada tahun 2000, Dinas Pariwisata
menetapkan Banjarsari sebagai daerah tujuan wisata.
Atas kerja keras yang dilakukan, Harini Bambang dinobatkan
sebagai penyelamat lingkungan. Kampung Banjarsari sendiri telah
menerima banyak penghargaan, diantaranya Kalpataru (2001), Juara
II piala Adipura (2007), dan taman gantung di salah satu rumah
memenangkan Juara I lomba penghijauan lingkungan permukiman.
q (Indah)
Untuk share dan memberi komentar pada artikel ini,
Klik www.KabariNews.com/?36575
Ingin diumumkan kapan Majalah Kabari tiba?
Kabari akan TWEET ke www.Twitter.com/IkutKabari.
Silakan follow IkutKabari di Twitter
Ingin beli Office Supplies
murah meriah?
Order Online di www.KabariStore.com
KabariNews.com #50, Apr-Mei 2011 | 15