Majalah Digital Kabari Edisi 116 - 2016 | Page 37

SERBA SERBI tahun 1975, batik tulis Jetis mulai terkenal yang memiliki ciri khas dengan warna yang berani seperti warna merah, kuning, dan biru. Berbeda dengan batik dari Solo dan Yogyakarta yang memiliki ciri khas warna cokelat atau soga. Batik tulis Sidoarjo memiliki beberapa motif, antara lain beras utah, kembang bayem, dan kebun tebu. Motif beras utah mempunyai arti terkait dengan bahan pangan terutama padi yang berada di Sidoarjo yang relatif sedikit pada waktu itu dan melimpah di daerah lain. Motif kebun tebu, mempunyai makna yang terkait dengan Sidoarjo yang dulu terkenal penghasil gula terbesar khusunya di Jawa Timur. Kemudian motif kembang bayem (sayur bayam), ini juga terkait Kabarinews.com dengan tanaman sayuran bayam yang banyak ditanam di pedesaan di wilayah Sidoarjo. Tanaman bayam sangat mudah dijumpai di sekitar rumah warga, baik yang ditanam, maupun yang tumbuh liar. Di lihat dari sudut warna, awalnya warna batik asli Sidorjo tidak begitu mencolok cenderung berwarna gelap (cokelat) dan motifnya tidak memakai motif binatang. Namun konsumen batik tulis Desa Jetis kebanyakan dari masyarakat Madura yang suka dengan motif fauna dan warna yang mencolok, maka para pengrajin batik mulai mengikuti permintaan konsumen tersebut terutama untuk motif binatang burung hingga munculah warna-warna mencolok pada seni batik tulis Sidoarjo, seperti warna merah, biru, kuning, dan hijau, 37 karena itulah, batik tulis dari Sidoarjo juga terkenal dengan motif Madura.  Kemudian jika dilihat dari segi gambar, batik tulis Jetis juga terus berkembang. Beberapa di antaranya adalah motif burung merak yang digambar dari samping dengan sayap yang menutup. Motif kupu-kupu, bunga kenanga, kembang bayem dengan latar belakang bermotif beras utah, cecekan, dan sunduk kentang. Seperti yang sudah sedikit ditulis di atas, seni batik tulis di Desa Jetis awalnya juga menggunakan pewarna alami dari tumbuh-tumbuhan yang dibuat sendiri. Namun seiring berjalannya waktu, bahanbahan alami tersebut sudah mulai berkurang dan dianggap merepotkan dalam proses pembuatannya serta membutuhkan waktu yang lama, pengrajin batik tulis Jetis beralih menggunakan pewarna kimia. Namun masih dapat dijumpai pengarajin batik tulis di Desa Jetis yang masih bertahan dengan menggunakan pewarna alami. Di samping itu, dengan penggunaan pewarna alami tidak bisa menghasilkan warna yang mencolok. Faktor lain yang memengaruhi adalah atas dasar dari permintaan konsumen yang meminta warna batik mencolok. Ragam motif batik tulis diciptakan menggunakan cairan lilin atau malam dengan menggunakan canting untuk motif halus dan kuas untuk motif batik tulis yang berukuran besar atau yang dikenal oleh pengrajin batik Desa Jetis dengan nama polet. Selanjutnya cairan lilin akan meresap Kabari