SERBA SERBI
tahun 1975, batik tulis Jetis mulai
terkenal yang memiliki ciri khas
dengan warna yang berani seperti
warna merah, kuning, dan biru.
Berbeda dengan batik dari Solo dan
Yogyakarta yang memiliki ciri khas
warna cokelat atau soga.
Batik tulis Sidoarjo memiliki
beberapa motif, antara lain beras
utah, kembang bayem, dan kebun
tebu. Motif beras utah mempunyai
arti terkait dengan bahan pangan
terutama padi yang berada di
Sidoarjo yang relatif sedikit pada
waktu itu dan melimpah di daerah
lain. Motif kebun tebu, mempunyai
makna yang terkait dengan Sidoarjo
yang dulu terkenal penghasil gula
terbesar khusunya di Jawa Timur.
Kemudian motif kembang bayem
(sayur bayam), ini juga terkait
Kabarinews.com
dengan tanaman sayuran bayam
yang banyak ditanam di pedesaan di
wilayah Sidoarjo. Tanaman bayam
sangat mudah dijumpai di sekitar
rumah warga, baik yang ditanam,
maupun yang tumbuh liar.
Di lihat dari sudut warna, awalnya
warna batik asli Sidorjo tidak begitu
mencolok cenderung berwarna gelap
(cokelat) dan motifnya tidak memakai
motif binatang. Namun konsumen
batik tulis Desa Jetis kebanyakan
dari masyarakat Madura yang suka
dengan motif fauna dan warna yang
mencolok, maka para pengrajin
batik mulai mengikuti permintaan
konsumen tersebut terutama untuk
motif binatang burung hingga
munculah warna-warna mencolok
pada seni batik tulis Sidoarjo, seperti
warna merah, biru, kuning, dan hijau,
37
karena itulah, batik tulis dari Sidoarjo
juga terkenal dengan motif Madura.
Kemudian jika dilihat dari segi
gambar, batik tulis Jetis juga terus
berkembang. Beberapa di antaranya
adalah motif burung merak yang
digambar dari samping dengan sayap
yang menutup. Motif kupu-kupu,
bunga kenanga, kembang bayem
dengan latar belakang bermotif beras
utah, cecekan, dan sunduk kentang.
Seperti yang sudah sedikit ditulis
di atas, seni batik tulis di Desa Jetis
awalnya juga menggunakan pewarna
alami
dari
tumbuh-tumbuhan
yang dibuat sendiri. Namun
seiring berjalannya waktu, bahanbahan alami tersebut sudah mulai
berkurang dan dianggap merepotkan
dalam proses pembuatannya serta
membutuhkan waktu yang lama,
pengrajin batik tulis Jetis beralih
menggunakan
pewarna
kimia.
Namun masih dapat dijumpai
pengarajin batik tulis di Desa
Jetis yang masih bertahan dengan
menggunakan pewarna alami. Di
samping itu, dengan penggunaan
pewarna
alami
tidak
bisa
menghasilkan warna yang mencolok.
Faktor lain yang memengaruhi
adalah atas dasar dari permintaan
konsumen yang meminta warna
batik mencolok.
Ragam motif batik tulis diciptakan
menggunakan cairan lilin atau malam
dengan menggunakan canting untuk
motif halus dan kuas untuk motif
batik tulis yang berukuran besar
atau yang dikenal oleh pengrajin
batik Desa Jetis dengan nama polet.
Selanjutnya cairan lilin akan meresap
Kabari