International Journal of Indonesian Studies Volume 1, Issue 3 | Page 2

INTERNATIONAL JOURNAL OF INDONESIAN STUDIES SPRING 2016 Frontpiece: Artist: Dewi Candraningrum Perempuan-perempuan Surokonto Wetan Kendal yang mempertahankan tanahnya dari tukar guling tanah Kendeng Rembang oleh PT Semen Indonesia dan PERHUTANI merupakan salah satu dari setidaknya 1 milyar penduduk yang sekarang mengalami persoalan ketahanan pangan dalam kondisi ‘tanpa tanah’. Sementara agrikultur mengalami kerusakan tak terawat akibat terampasnya akses petani dan penggarap atas lahan, sawah dan perkebunan. Masyarakat internasional memiliki tanggung jawab dengan mempertimbangkan kembali inisiatif investasi-investasi dengan memperhatikan konteks redistribusi dan keadilan atas lahan yang berkelanjutan dan aman bagi warga. Pemerintah Jawa Tengah khususnya dalam tataran mikro, terkhusus Kabupaten Kendal, memiliki tanggung jawab untuk mencegah ancaman ketahanan pangan, gizi dan kesehatan keluarga dalam kasus pengambilalihan lahan dari warga Surokonto Wetan ini. Perempuanperempuan Surokonto Wetan telah dua tahun ini menanam Lesung dalam rahimnya. Lesung adalah metafora dan simbol penumbuk padi sebagai lumbung pangan unit keluarga. Lesung adalah vital bagi ketahanan pangan sebuah negara. Seyogyanya negara mengembalikan Lesung itu pada para perempuan. Hanya dengan cara itulah ketahanan pangan di Indonesia dapat dijamin. The women of Surokonto Wetan who are defending their land from the process of Kendeng Rembang land’s quid pro quo (tukar guling) by two state owned corporations (PT Semen Indonesia and PERHUTANI) are just few of the world’s one billion landless people who are facing food insecurity. With the country’s agricultural sector is experiencing irreparable damage with farmers and farm workers being snatched from their access to land, rice fields and plantation, the government of Central Java Province, especially of Kendal Regency, is responsible for preventing threats to the food self-sufficiency and nutrition supply and health of the deprived families in the acquisition of land from the Surokonto people. The international community also has the moral obligation to reconsider their investment initiatives in regards to sustainable and safe land redistribution and justice for local people.The women of Surokonto Wetan “have planted a lesung (a rice mortar)” in their wombs for the last two years. A lesung, a traditional tool for pounding rice grains, is a metaphorical symbol of a family unit’s food basket and vital for Indonesia’s food selfsufficiency. It is therefore the state’s duty to return the Lesung soon to the women. Only in this way may the process towards the nation’s food sovereignty be ensured. 2|Page