Inbox Magz Mei 2015 | Page 6

SPOTLIGHT Pelemahan harga juga diperkirakan sebagai akibat dari penurunan hingga pembebasan pajak ekspor dan dihilangkannya quota ekspor CPO oleh Malaysia, dan inkonsistensi mandatori penggunaan biodiesel berbahan baku minyak sawit di Uni Eropa ditambah dengan kampanye negatif terhadap minyak kelapa sawit. Dengan melimpahnya stok kedelai yang menurut data dari Amerika Serikat, diperkirakan tumbuh dengan angka 35% pada tahun ini. Dampaknya pun membuat nilai jual harga kedelai turun, pasalnya permintaan CPO bisa turun karena bisa tergantikan minyak kedelai. atau dari 98.98 ribu ton pada Februari meningkat menjadi 236.08 ribu ton, peningkatan permintaan ini tidak terlepas dari pengembangan Biodiesel di dalam negeri tirai bambu mulai berjalan dan ada kemungkinan CPO juga menjadi bahan dasarnya. Harga CPO Diprediksi Masih Akan Merosot Hingga Akhir Tahun Ini Kebijakan Pajak Ekspor Dan Ekspor CPO Pada Kuartal I Tahun 2015 Pada awal tahun 2015, pemerintah berencana untuk menyesuaikan tarif pungutan ekspor CPO atau minyak kelapa sawit mentah dan turunannya. Pungutan ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing dari CPO di pasar global, dan hasil pungutan tersebut nantinya akan dikeluarkan kembali oleh pemerintah untuk industri perkebunan sendiri, bukan kepada perusahaan. Berbagai program perkebunan seperti penanaman kembali, peningkatan kapasitas sumber daya manusia, peningkatan sarana prasarana, serta untuk pembiayaan energi alternatif atau Biodiesel. Harapannya, industri CPO bisa berkembang dan harga CPO bisa mengalami kenaikan. Pungutan ini baru akan dikenakan bila harga CPO bisa mencapai US$ 750 per ton dan dikenakan bea ekspor sebesar 50%. Dari peraturan tersebut juga sudah ditanda tangani oleh Menteri Keuangan, yang berlaku pada awal bulan Mei ini. Sementara untuk ekspor minyak sawit Indonesia Year on Year, volume ekspor minyak sawit Januari – Maret 2015 tercatat meningkat 13.7% dibandingkan periode yang sama tahun lalu atau dari 4.93 juta ton per Maret 2014 meningkat menjadi 5.6 juta ton per Maret 2015. Diluar dugaan permintaan CPO meningkat cukup signifikan dari China, Timur tengah, Afrika dan Uni Eropa. Pada Maret ini permintaan minyak sawit dari Tiongkok meningkat 138.5% dibandingkan dengan bulan sebelumnya 6 EDISI X MEI 2015 Namun meningkatnya permintaan tersebut masih belum mampu mengangkat harga dari komoditas ini, salah satu penyebabnya dikarenakan cadangan yang menumpuk di negara-negara produsen dan ke posisi terendah dalam enam tahun. Belum lagi komoditas yang digunakan dalam segala hal, mulai dari bahan bakar sampai mie instan dan permen pun turun 19% dalam satu tahun terakhir akibat anjloknya harga minyak bumi yang memotong daya tarik minyak goreng sebagai Biofuel dan sebagai pasokan global kedelai yang naik ke rekor. Sementara itu, harga minyak kedelai di Chicago yang terus merosot pada bulan januari ke level terendah sejak 2008 membuat pembeli dari India, Tiongkok dan Iran bergeser dari Minyak sawit. Produksi di Malaysia yang sudah turun sebesar 920.000 ton dalam empat bulan sampai Februari lalu diperkirakan akan terus menurun sampai Juni karena siklus biologis pohon dan siklus panen yang rendah. Produksi di Malaysia akan mencapai total 19.7 juta ton tahun ini sementara output di Indonesia akan berada pada 31.5 juta ton. Produksi kelapa sawit Malaysia turun 12 persen dalam tiga bulan sampai Maret lalu, yaitu sebesar 3.78 juta ton dari tahun sebelumnya, sementara itu untuk bulan Maret saja, produksi naik 7% dibandingkan produksi bulan Februari. Harga ratarata CPO global pada Maret 2015 kembali melorot 2.4% dibandingkan bulan lalu, harga rata-rata Maret hanya mampu bertengger di US$ 662 per metrik ton dengan pergerakan harga harian di kisaran US$ 630 – US$ 708 per metrik ton.