geoenergi/ sarwono
RDTR dan PZ merupakan turunan dari
Perda RTRW DKI. Jadi kebijakan RTRW
harus dijabarkan dalam RDTR. Dalam.
Perda RDTR kita jabarkan dengan titik
TOD, park and ride, kereta jabodetabek,
transportasi angkutan umum lainnya,”
terang Gamal.
Gamal memaparkan dalam Perda
RDTR dijabarkan pengembangan
angkutan massal, yaitu adanya tujuh
titik transit oriented development
(TOD) yang akan dibangun di seluruh
wilayah DKI. Juga akan dibangun 17
titik park and ride yang terintegrasi
dengan angkutan umum ke tengah
kota. Dengan begitu pengendara
kendaraan bermotor pribadi baik mobil
maupun motor dapat memarkirkan
kendaraannya di park and ride, lalu
menyambung perjalanannya dengan
angkutan umum.
Untuk transportasi angkutan umum
yang akan dikembangkan adalah empat
moda transportasi yaitu Kereta Rel Listrik
(KRL) Jabodetabek yang diintegrasikan
dengan mass rapid transit (MRT), light
rel transit (LRT) atau monorel, dan
busway. “MRT yang akan dibangun
hingga 2030 adalah MRT Utara-Selatan,
MRT Barat-Timur dan MRT Kawasan
Reklamasi. Selanjutnya monorel yang
akan dibangun adalah jalur blue line dan
green line. Sedangkan untuk busway,
Pemprov DKI akan membangun jalur
bus berlajur khusus sebanyak 38 koridor
dan di kawasan reklamasi,” katanya.
Seluruh rencana dalam Perda RTRW
DKI 2030, serta Perda RDTR dan PZ
akan diwujudkan secara bertahap dan
akan dituangkan dalam penyusunan
Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD) DKI setiap tahunnya.
“Seperti pada APBD Tahun 2014, kami
menganggarkan pengembangan sistem
transportasi sebesar Rp 5,16 triliun,”
ungkap Wakil Gubernur DKI Jakarta,
Basuki Tjahaja Purnama.
Dari jumlah anggaran tersebut,
sebanyak Rp 521 miliar dialokasikan
untuk pembebasan lahan koridor MRT.
Lalu Rp 3 triliun untuk penambahan
armada busway, dan Rp 1,64 triliun
dialokasikan untuk pengadaan bus
sebagai langkah peremajaan angkutan
umum reguler. “Yang penting bagi
kami, transportasi umum akan kami
perbanyak. Sehingga tidak ada alasan
lagi bagi pengguna kendaraan pribadi
tidak mau pindah ke angkutan umum,”
katanya. G
setiap hari. “Setelah di-PHK, mending
jadi joki, diri pinggir jalan terus naik
mobil dapat duit lumayan,” katanya.
Sepintas seperti tidak ada yang
salah. Selama tiga tahun menjalani
profesi ini, Nani mengklaim kenyang
makan asam garam di dunia ‘perjokian’
ini. Yang mengejutkan, perempuan
beranak dua ini mengaku pernah
‘melayani’ pengemudi hidung belang.
Awalnya, si pengumudi mengaku
hanya butuh jasanya hanya sampai
perempatan Jalan Kebon Sirih. Namun,
di tengah perjalanan si pengemudi
mulai melancarkan aksi rayuannya.
“Dia (pengemudi) menawari saya
berhubungan intim . Saya sempat kaget,
tapi karena saya butuh uang, saya
maulah,” katanya.
Dia mengaku tidak hanya sekali
saja melayani permintaan pengemudi
hidung belang. Sekali kencan, Nani
mengaku dapat imbalan antara Rp250
ribu hingga Rp300 ribu. “Itu tergantung
kitanya bisa memuaskan atau tidak. Jika
dia puas, dia memberi uang lebih dan
akan mengajak kita lagi,” tutupnya.
Heri (bukan nama sebenarnya)
punya pengalaman lain. Bujangan
yang biasa mangkal di Jalan Panglima
Polim ini mengaku sudah enam tahun
menjalani pekerjaan sampingan ini.
Menurut Heri, dia sempat terseret
menjalani praktik asusila tersebut karena
kebutuhan hidup. Biasanya, kata dia,
pengemudi mesum mengajaknya ke
Ancol, Jakarta Utara. Selain dengan
pria, ada kalanya perbuatan asusila ini
dilakukan dengan wanita.
Heri menyebut, praktik semacam
itu hampir digeluti para joki di berbagai
kawasan Ibu Kota. Seperti joki di
kawasan Djuanda, Menteng, atau di
Pakubuwo, dan Kebayoran. Imbalannya,
mulai dari handphone sampai uang
ratusan ribu rupiah. Biasanya, kata Heri,
mereka adalah remaja yang menjadi
joki.
Menurut dia, joki yang masih berusia
anak-anak pun tak luput dari incaran
lelaki hidung belang. Biasanya, mereka
adalah lelaki yang menyukai anak di
bawah umur, atau paedofil. Diberi Rp
100.000, kata Heri, anak-anak tersebut
sudah senang. “Mereka suka anak kecil.
Kebanyakan di Menteng sama Taman
Lawang,” kata Heri yang bekerja sebagai
teknisi di sebuah pusat perbelanjaan di
Senayan.
Lain lagi kisah Dewi (nama
samaran). Ia biasa mencari obyekan
di samping Hotel Atlet Century Park,
Senayan, Jakarta. Dewi sering mendapat
tawaran aneh-aneh dari lelaki yang
membawanya di kawasan three in
one. Namun, Dewi tak mau menyakiti
perasaan lelaki tersebut. Dengan bahasa
yang halus dan sopan dia menolak
ajakan untuk melakukan cinta kilat.
Paras Dewi yang rupawan, memang
membuat sebagian laki-laki mencobacoba untuk iseng. “Saya sering diajak
kencan, tetapi saya tolak halus, akhirnya
lelaki itu tak memaksanya,” akunya
kepada GEO ENERGI.
Suatu ketika Dewi pernah diajak
muter-muter oleh lelaki. Padahal, jalur
pekerjaan dia antara Sudirman sampai
Harmoni. Mobil yang ia tumpangi
muter-muter hingga Cikini. Ia duduk
di kursi belakang bersama seorang
laki-laki, sementara mobil dikemudikan
oleh sopir. Ada gelagat yang tidak
bagus dari laki-laki itu, membuat Dewi
harus bersikap tegas. Ketika mobil
sampai di lampu merah tugu tani ia
memberanikan diri melawan laki-laki
itu. Ia minta diturunkan di tempat itu,
jika tidak ia mengancam akan berteriak.
Akhirnya ia bisa lolos dari sergapan pria
hidung belang itu. G
EDISI 39 / Tahun Iv / JANUARI 2014
73