Geo Energi januari 2014 | Page 73

geoenergi/ sarwono RDTR dan PZ merupakan turunan dari Perda RTRW DKI. Jadi kebijakan RTRW harus dijabarkan dalam RDTR. Dalam. Perda RDTR kita jabarkan dengan titik TOD, park and ride, kereta jabodetabek, transportasi angkutan umum lainnya,” terang Gamal. Gamal memaparkan dalam Perda RDTR dijabarkan pengembangan angkutan massal, yaitu adanya tujuh titik transit oriented development (TOD) yang akan dibangun di seluruh wilayah DKI. Juga akan dibangun 17 titik park and ride yang terintegrasi dengan angkutan umum ke tengah kota. Dengan begitu pengendara kendaraan bermotor pribadi baik mobil maupun motor dapat memarkirkan kendaraannya di park and ride, lalu menyambung perjalanannya dengan angkutan umum. Untuk transportasi angkutan umum yang akan dikembangkan adalah empat moda transportasi yaitu Kereta Rel Listrik (KRL) Jabodetabek yang diintegrasikan dengan mass rapid transit (MRT), light rel transit (LRT) atau monorel, dan busway. “MRT yang akan dibangun hingga 2030 adalah MRT Utara-Selatan, MRT Barat-Timur dan MRT Kawasan Reklamasi. Selanjutnya monorel yang akan dibangun adalah jalur blue line dan green line. Sedangkan untuk busway, Pemprov DKI akan membangun jalur bus berlajur khusus sebanyak 38 koridor dan di kawasan reklamasi,” katanya. Seluruh rencana dalam Perda RTRW DKI 2030, serta Perda RDTR dan PZ akan diwujudkan secara bertahap dan akan dituangkan dalam penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI setiap tahunnya. “Seperti pada APBD Tahun 2014, kami menganggarkan pengembangan sistem transportasi sebesar Rp 5,16 triliun,” ungkap Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama. Dari jumlah anggaran tersebut, sebanyak Rp 521 miliar dialokasikan untuk pembebasan lahan koridor MRT. Lalu Rp 3 triliun untuk penambahan armada busway, dan Rp 1,64 triliun dialokasikan untuk pengadaan bus sebagai langkah peremajaan angkutan umum reguler. “Yang penting bagi kami, transportasi umum akan kami perbanyak. Sehingga tidak ada alasan lagi bagi pengguna kendaraan pribadi tidak mau pindah ke angkutan umum,” katanya. G setiap hari. “Setelah di-PHK, mending jadi joki, diri pinggir jalan terus naik mobil dapat duit lumayan,” katanya. Sepintas seperti tidak ada yang salah. Selama tiga tahun menjalani profesi ini, Nani mengklaim kenyang makan asam garam di dunia ‘perjokian’ ini. Yang mengejutkan, perempuan beranak dua ini mengaku pernah ‘melayani’ pengemudi hidung belang. Awalnya, si pengumudi mengaku hanya butuh jasanya hanya sampai perempatan Jalan Kebon Sirih. Namun, di tengah perjalanan si pengemudi mulai melancarkan aksi rayuannya. “Dia (pengemudi) menawari saya berhubungan intim . Saya sempat kaget, tapi karena saya butuh uang, saya maulah,” katanya. Dia mengaku tidak hanya sekali saja melayani permintaan pengemudi hidung belang. Sekali kencan, Nani mengaku dapat imbalan antara Rp250 ribu hingga Rp300 ribu. “Itu tergantung kitanya bisa memuaskan atau tidak. Jika dia puas, dia memberi uang lebih dan akan mengajak kita lagi,” tutupnya. Heri (bukan nama sebenarnya) punya pengalaman lain. Bujangan yang biasa mangkal di Jalan Panglima Polim ini mengaku sudah enam tahun menjalani pekerjaan sampingan ini. Menurut Heri, dia sempat terseret menjalani praktik asusila tersebut karena kebutuhan hidup. Biasanya, kata dia, pengemudi mesum mengajaknya ke Ancol, Jakarta Utara. Selain dengan pria, ada kalanya perbuatan asusila ini dilakukan dengan wanita. Heri menyebut, praktik semacam itu hampir digeluti para joki di berbagai kawasan Ibu Kota. Seperti joki di kawasan Djuanda, Menteng, atau di Pakubuwo, dan Kebayoran. Imbalannya, mulai dari handphone sampai uang ratusan ribu rupiah. Biasanya, kata Heri, mereka adalah remaja yang menjadi joki. Menurut dia, joki yang masih berusia anak-anak pun tak luput dari incaran lelaki hidung belang. Biasanya, mereka adalah lelaki yang menyukai anak di bawah umur, atau paedofil. Diberi Rp 100.000, kata Heri, anak-anak tersebut sudah senang. “Mereka suka anak kecil. Kebanyakan di Menteng sama Taman Lawang,” kata Heri yang bekerja sebagai teknisi di sebuah pusat perbelanjaan di Senayan. Lain lagi kisah Dewi (nama samaran). Ia biasa mencari obyekan di samping Hotel Atlet Century Park, Senayan, Jakarta. Dewi sering mendapat tawaran aneh-aneh dari lelaki yang membawanya di kawasan three in one. Namun, Dewi tak mau menyakiti perasaan lelaki tersebut. Dengan bahasa yang halus dan sopan dia menolak ajakan untuk melakukan cinta kilat. Paras Dewi yang rupawan, memang membuat sebagian laki-laki mencobacoba untuk iseng. “Saya sering diajak kencan, tetapi saya tolak halus, akhirnya lelaki itu tak memaksanya,” akunya kepada GEO ENERGI. Suatu ketika Dewi pernah diajak muter-muter oleh lelaki. Padahal, jalur pekerjaan dia antara Sudirman sampai Harmoni. Mobil yang ia tumpangi muter-muter hingga Cikini. Ia duduk di kursi belakang bersama seorang laki-laki, sementara mobil dikemudikan oleh sopir. Ada gelagat yang tidak bagus dari laki-laki itu, membuat Dewi harus bersikap tegas. Ketika mobil sampai di lampu merah tugu tani ia memberanikan diri melawan laki-laki itu. Ia minta diturunkan di tempat itu, jika tidak ia mengancam akan berteriak. Akhirnya ia bisa lolos dari sergapan pria hidung belang itu. G EDISI 39 / Tahun Iv / JANUARI 2014 73