daerah
“Cinta” Satu Arah di
Jalur Three In One
Sejatinya, sistem ‘3 in 1’ bertujuan untuk
memperlancar lalu lintas di wilayah Ibu Kota Jakarta,
terutama pada saat sibuk berangkat dan pulang kerja
pada pukul 07.00-10.00 WIB dan pukul 16.30-19.00
WIB. Yang lancar justru bisnis esek-eseknya.
D
engan berlakunya sistem
ini, maka diharapkan dalam
satu mobil minimal ada
tiga orang penumpang
mobil yang satu arah
ataupun satu kantor. Pemilik mobil
bisa berangkat dengan teman ataupun
tetangga yang satu arah dalam satu
mobil. Namun dalam praktiknya tak
seperti yang diharapkan, para pengumdi
yang melintas di kawasan ‘3 in 1’ lebih
memilih jasa penumpang gelap alias joki
ketimbang berangkat bareng dengan
teman ataupun tetangganya.
Belakangan, alih-alih berniat
mengurai masalah kemacetan, aturan
tersebut justru malah mengundang
masalah lain. ‘Lapangan pekerjaan
baru’ ini ternyata mengundang
persoalan berupa penyandang masalah
kesejahteraan sosial (PMKS), para
72
joki terlibat cinta kilat dengan para
pengguna jasa mereka.
Lihat saja di kawasan jalan protokol
Jakarta. Setiap pukul 07.00-10.00 WIB
dan pukul 16.00 sampai 19.00 WIB,
banyak orang yang berdiri berjajar
di pinggir jalan itu. Namun jangan
salah, orang-orang tersebut bukan
ingin berangkat kerja ataupun pulang
kerja, mereka joki ‘3 in 1’ yang tengah
berusaha menyiasati Keputusan
Gubernur Daerah Khusus Ibukota
Jakarta No. 4104/2003 tanggal 23
Desember tahun 2003 tentang
Penetapan Kawasan Pengendalian Lalu
Lintas Dan Kewajiban Mengangkut
Paling Sedikit 3 Orang Penumpang
Per Kendaraan Pada Ruas-Ruas Jalan
Tertentu di Provinsi DKI Jakarta.
Sebuah mobil mini van melaju
perlahan ke pinggir di Jalan
Pakubuwono Jakarta Selatan. Dengan
sigap, Nani (nama samaran) dengan
menggendong bayinya menghampiri
mobil tersebut. Tanpa harus disuruh
lagi, Nani langsung buka pintu mobil
dan duduk santai di jok belakang. Mobil
pun melaju ke arah Thamrin dengan
aman. Sampai di Bundaran HI, mobil
menepi dan Nani bergegas keluar
sambil menggenggam imbalan sebesar
Rp 20 ribu di tangannya. “Kalau yang
sudah tahu (pengemudi) biasanya
telah menyiapkan uang pecahan Rp 20
ribuan,” kata Nani.
Perempuan yang pernah bekerja
sebagai sales promotion girl (SPG) ini
mengaku bisa mengantungi Rp 80 ribu
EDISI 39 / Tahun Iv / JANUARI 2014
istimewa
angkutan umum sebagai tulang punggung
transportasi Jakarta. Dengan Perda tersebut,
Pemprov DKI menargetkan, pada 2030 tidak
ada lagi kemacetan yang terjadi di seluruh
wilayahnya.
“Target kita tahun 2030 adalah benar-benar
menghilangkan kemacetan di Jakarta melalui
penyediaan transportasi massal sebanyakbanyaknya. Diharapkan, Jakarta nirkemacetan
karena tersedia berbagai angkutan umum dan
sudah saling terintegrasi satu sama lain. Kita
berharap, pengguna kendaraan pribadi juga
mau beralih ke transportasi umum,” kata Kepala
Dinas Tata Ruang DKI Jakarta, Gamal Sinurat di
Jakarta, Senin (23/12).
Dalam Perda RDTR dan PZ, angkutan umum
massal sebagai tulang punggung transportasi
Jakarta dijabarkan secara mendetail. Penjabaran
itu akan dilaksanakan Pemprov DKI secara
bertahap selama 17 tahun mendatang. “Perda