Geo Energi januari 2014 | Page 5

Anjungan Setelah Tahun Berganti Rubiyanto Pemimpin Umum Geo Energi T ahun 2013 baru saja berlalu. Bunyi terompet masih terngiang di telinga, aneka warna kembang api seakan masih terlintas di mata kita, dan tumpukan sampah masih menggunung di mana-mana. Kita tinggalkan tahun 2013 dengan segala problematikanya, kita songsong tahun baru 2014 dengan optimisme. Saat ini adalah waktu yang tepat untuk menengok kembali perjalanan selama setahun, serta saat tepat untuk mulai menetapkan komitmen memasuki tahun baru. Demikian pula di bidang energi. Nasib energi kita tampaknya masih akan suram. Kita masih akan mengalami masa-masa sulit, harga bahan bakar minyak terus melambung, subsidi membengkak, konsumsi meroket, dan lifting menurun. Sebuah anomali yang tak bisa kita hindari. Tapi, itulah faktanya. Dalam kondisi yang serba tidak menentu seperti ini, yang dibutuhkan hanyalah kekompakan, kerjasama, dan persamaan persepsi. Dengan pola ini mudah-mudahan masalah bisa teratasi dengan baik. Namun, kenyataan yang terjadi sebaliknya. Antarkementerian dan antarpejabat negara tidak kompak. Mereka saling bantah dan menunjukkan ego masing-masing. Padahal, persoalan yang dihadapi sama: kita mengalami krisis energi. Tarik ulurnya pemberlakuan UU Minerba adalah satu dari sekian banyak kasus di negeri ini. Molornya konversi BBM ke BBG adalah satu contoh lain. Belum lagi pembangunan pipanisasi gas, pemanfaatan energi terbarukan, kurangnya pasokan listrik, pembangunan PLTN, pengelolaan blok-blok migas yang dikuasai asing, EDISI 39 / Tahun Iv / JANUARI 2014 serta penyelesaian revisi undangundang migas yang berlarut-larut. Ini semua pekerjaan rumah yang wajib diselesaikan pada tahun ini. Yang paling gres adalah soal penghapusan subsidi BBM. Setiap tahun kita diributkan oleh persoalan yang sama, yakni kenaikan harga BBM bersubsidi. Berbagai cara ditempuh untuk menaikkan harga BBM agar tidak menimbulkan gejolak. Maklum, tidak semua masyarakat tahu, apa sesungguhnya pengertian subsidi. Yang mereka tahu hanyalah bagaimana harga BBM tidak naik agar perputaran ekonomi stabil. Setelah harga BBM subsidi dinaikkan pun bukan berarti masalah sudah beres, sebab harga minyak di tingkat internasional fluktuatif, di mana harga BBM di dalam negeri terpengaruh olehnya. Apalagi jika kurs rupiah terhadap dollar jeblok. Pemerintah tidak bisa berbuat banyak, kecuali menambah anggaran subsidi BBM. Dalam sehari konsumsi BBM subsidi di Ibukota mencapai 9 juta liter, terdiri dari BBM premium dan solar atau 7,5% dari konsumsi BBM subsidi nasional per hari. Sementara, saat ini pemerintah Indonesia telah menghabiskan US$120 juta atau sekitar Rp1,5 triliun per hari untuk mengimpor BBM dan minyak mentah guna memenuhi kebutuhan energi di dalam negeri. Kelak, pada tahun 2019 pemerintah akan impor BBM sebesar Rp1,8 triliun per hari. Fakta pahit inilah yang membuat Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, hendak menghapus subsidi bahan bakar minyak khusus di wilayah Jakarta pada 2014. Usulan ini diamini oleh Gubernur Joko Widodo. Jokowi mengakui DKI merupakan pengguna BBM terboros se-Indonesia. Maka dari itu, pola subsidi di DKI Jakarta bisa diubah dengan bentuk subsidi transportasi umum. Semua kendaraan pribadi dilarang menggunakan BBM bersubsidi. Dengan demikian, para pengguna kendaraan pribadi akan beralih menggunakan kendaraan umum. Jika program ini sukses, diharapkan bisa diikuti oleh kota-kota besar lain. Usulan ini tidak serta merta disetujui oleh pejabat lain. Berbagai komentar muncul. Bukan memberikan solusi paling baik, tetapi justru membuat ramai silat lidah. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Jero Wacik, memberi sinyal positif atas ide ini, tetapi tidak bisa dilakukan pada tahun 2014. Penolakan halus disampaikan oleh Wamen ESDM, Susilo Siswoutomo. Ia menegaskan bahwa jika pemerintah daerah ingin menghilangkan subsidi BBM, pemerintah daerah harus mendeklarasikan bahwa Pemprov DKI sudah bebas dari masyarakat miskin. Penolakan keras disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Hatta Rajasa. Menurutnya, penghapusan subsidi bahan bakar minyak adalah tindakan melanggar undang-undang. Duh! Saya justru bertanya-tanya. Apakah Wacik, Susilo, dan Hatta sudah pernah mengajak berbicara secara serius dengan Jokowi untuk membahas masalah ini? Apakah mereka paham betul apa yang diikhtiarkan Gubernur DKI? Begitulah pola komunikasi pejabat kita. Bukan substansi yang dibahas, tetapi gaduh dalam pernyataan. Tahun berubah, musim pun berganti. Jika kita memiliki tujuan yang sama maka kurangi kebiasaan berdebat, hentikan saling bantah. Pesta tahun baru telah usai. Mustinya tahun baru memberi banyak pembaruan. Jika tidak maka tahun baru hanya meriah dalam seremoni. G 5