Geo Energi januari 2014 | Page 31

sudah punya 9 sedangkan Pertamina 13. Nah, sekarang Pertamina rajin mengurusi minyak sementara PGN urus gas. Jadi, tangan saya ada dua, satu Pertamina satu PGN,” ungkap dia, memancing tepuk tangan Hendi Prio Santoso sebagai tuan rumah acara. Pernyataan Jero Wacik yang sangat mengapresiasi PGN tentu saja disambut hangat Hendi Prio. Pria setengah baya ini sepertinya paham betul sinyal hijau yang dikirimkan Menteri Jero. “Seperti yang diamanatkan pemerintah, PGN memang diarahkan untuk percepatan konversi BBM ke gas. PGN akan membuka seluruh jaringan di seluruh Indonesia. Kita siap bekerjasama dengan pihak swasta maupun BUMN. Bahkan, termasuk Pertamina,” papar Hendi kepada GEO ENERGI usai acara. Hubungan Pertamina dan PGN belakangan memang renggang karena isu merger PGN-Pertagas. Diketahui, Pertagas adalah anak perusahaan Pertamina yang bergerak di sektor gas. Menanggapi wacana merger tersebut, Hendi yang sebelumnya irit bicara mendadak terbuka. “PGN dan Pertamina itu kan sama-sama milik negara, jadi saya kembalikan ke pemerintah. Semua tergantung pemerintah. Tapi kan PGN yang badan usaha milik negara kalau yang satunya (Pertagas) kan anak perusahaan BUMN, dan itu perusahaan biasa. Masa perusahaan biasa mengakuisisi perusahaan negara? Seharusnya dibalik dong,” ujar Hendi sembari tertawa kecil. Bukankah PGN juga tidak seratus persen milik negara? “PGN itu milik rakyat kok, pemegang saham setelah pemerintah itu kan di antaranya Jamsostek dan Taspen. Tapi sekali lagi, semuanya tergantung pemerintah. Yang pasti, PGN diberikan amanah untuk mendukung konversi BBM ke gas,” Hendi menegaskan. Adu Kuat Dua Saudara Upaya merger PGN dan Pertagas berdampak pada melorotnya harga saham PGN di lantai bursa. Menurut Kepala Riset Trust Securities Reza Priyambada, sejak munculnya isu tersebut pada pertengahan November 2013, harga saham Pertagas dengan kode emiten PGAS cenderung melemah. Dalam sebulan terakhir, saham PGAS terpantau turun 6,63 persen. Reza mengatakan, penyebab utama pelemahan saham BUMN gas EDISI 39 / Tahun Iv / JANUARI 2014 itu memang karena terbawa sentimen negatif dari pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang juga tertekan. “Tetapi, adanya wacana merger dan akuisisi dari Pertagas juga ikut menjadi bumbu pelengkap pelemahan saham PGAS,” ujarnya dalam Diskusi Pakar di Kantor Bisnis Indonesia, Kamis (19/12/2013). Reza memaparkan, pelaku pasar khawatir terhadap kinerja PGN jika merger itu terjadi. Seberapa besar nilai tambah yang diperoleh ketimbang beban yang akan muncul bila aksi merger sudah dilakukan. “Apakah nanti justru akan ada beban tambahan yang harus diemban oleh PGN. Itu yang dikhawatirkan pelaku pasar sehingga memberi sentimen negatif terhadap pergerakan sahamnya,” ungkapnya. Karenanya, Reza menilai lebih baik PGN-Pertagas membentuk perusahaan patungan (joint venture) atau kerjasama dalam pengelolaan gas di Indonesia. “Sebaiknya Pertamina & PGN fokus pada usaha masing-masing. Pertamina fokus meningkatkan kegiatan eksplorasi gas, PGN dapat menyediakan sarana infrastrukturnya. Atau jika ingin bekerjasama mungkin lebih baik membentuk joint venture,” tuturnya. Senada dengan Reza, rencana akuisisi Pertagas terhadap PGN juga dinilai belum tepat oleh Peneliti Pusat Studi Universitas Gajah Mada (UGM) Fahmy Radhi. Alasannya, PGN memiliki aset yang jauh lebih besar dibandingkan Pertagas. Tak hanya itu, PGN juga dianggap memiliki rekam jejak dan kemampuan yang lebih banyak di sektor gas. “Menjadi anomali jika Pertagas mencaplok PGN, karena PGN punya aset yang lebih besar jika dibanding aset Pertagas. Untuk itu rencana akuisisi janganlah dilaksanakan, karena belum pantas untuk dilaksanakan,” ujar Fahmy. Fahmy menjelaskan, jika Pertagas memiliki keinginan yang berat untuk menjalankan akuisisi PGN, maka Pertamina harus menyediakan dana minimal sebesar Rp 70 triliun atau setara 56,97% dari total saham PGN. Untuk itu, daripada Pertamina mengeluarkan dana banyak untuk mengakuisisi PGN, lebih baik Pertamina menambah pipa-pipa yang dimiliki oleh Pertagas. Di pihak lain, kalangan pengamat menilai ketegasan pemerintah sebagai regulator mutlak diperlukan terkait kebijakan open access pipa gas. Diketahui, retaknya hubungan Pertamina dan PGN berawal dari pro kontra penerapan open access. Bila open access diterapkan, PGN tidak lagi menjadi sebagai distributor tunggal untuk kebutuhan gas industri dan rumah tangga. “Kebijakan open access bukan hanya sekadar hitunghitungan kolaborasi tapi bagaimana penerapannya agar infrastruktur gas yang ada dapat memberikan manfaat yang sangat besar baik terhadap ekonomi maupun bagi akses masyarakat terhadap energi dan gas,” kata Komadi Notonegoro, pengamat migas dari Reforminer Institute. Menurut Komadi, seharusnya jika investasi awal pipa gas sudah kembali dan secara teknis masih bisa dipakai, ini semakin mempertegas open access bisa diterapkan tanpa alasan apapun. “Jangan melihat celah untuk membatalkan ini, karena tidak ada yang dirugikan dengan kebijakan tersebut. Toh keuntungan dari pemilik pipa masih bisa didapat dari toll fee,” tuturnya. Untuk itu, sambung Komaidi, peran pemerintah sebagai pembuat regulasi semestinya harus dipertegas yakni berani melaksanakan UU Migas, Peraturan Menteri ESDM yang mengamanatkan open access tanpa membedakan pipa baru atau lama. “Artinya kebijakan open access harus diterapkan di semua jaringan pipa gas tanpa membeda-bedakan sehingga menjadi celah untuk menggagalkan kebijakan ini,” ujar dia. Sebelumnya, ihwal ketidakrukunan PGN dan Pertamina melalui Pertagas diakui Menteri BUMN Dahlan Iskan. Menurut Dahlan, kedua perusahaan BUMN ini kerap bersinggungan karena berada di lahan bisnis yang sama. “Jadi Kementerian BUMN kan tahu kalau mereka dari dulu kurang rukun,” ungkap Dahlan di Jakarta, Kamis (28/11/2013). Sebenarnya, Dahlan sudah berencana mengundang jajaran dire ksi kedua perusahaan tersebut untuk mencari solusi yang terbaik. Akan tetapi, rencana Dahlan hingga ujung tahun sepertinya belum terlaksana. Jajaran direksi kedua perusahaan masih sibuk dengan pekerjaan masing-masing. “Besoklah, akan dibahas semua termasuk skema restrukturisasi. Saya akan dengarkan dulu. Pokoknya tidak akan ada emosi di situ,” Dahlan berjanji. G 31