Geo Energi januari 2014 | Page 27

istimewa B elum genap satu tahun harga BBM dinaikkan, kericuhan kembali muncul lantaran harga BBM terus membengkak. Pemerintah nyaris putus asa mengatasi persoalan harga BBM yang fluktuatif itu. Melihat kenyataan ini Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengusulkan kepada Menteri ESDM untuk menghapus subsidi BBM, khusus bagi warga Jakarta. Anggaran subsidi ini menurut Ahok, bisa dialokasikan untuk pembangunan infrastruktur pengembangan bahan bakar gas. Ahok tidak sekadar berwacana, untuk merealisasikan rencana tersebut, ia telah mengadakan pertemuan dengan Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Bangunan (UKP4). Pencabutan subsidi yang dimaksud Ahok adalah menghilangkan suplai BBM bersubsidi di wilayah DKI Jakarta. Pencabutan subsidi ini, kata Ahok sebagai upaya mengantisipasi pertumbuhan mobil murah berkedok low cost green car (LCGC). Pertumbuhan mobil ini tak terkendali. Ini akibat dari perbuatan pemerintah pusat yang tidak konsisten, sebab pada awalnya, kebijakan mobil murah tersebut akan dijual di luar wilayah Jakarta. Namun fakta di lapangan justru terjadi sebaliknya, semua mobil murah ternyata dijual di Jakarta. “Dulu Menteri Perindustrian ngomong, mobil murah dijual di luar Jakarta. Faktanya semua mobil murah di Jakarta. Terus mobil murah dijamin tidak pakai BBM subsidi, nyatanya Pertamina mengeluarkan RFID (radio frequency identification),” kata Ahok geram. Kedua hal ini memacu pertumbuhan mobil yang semakin menggila di Jakarta. “Kalau tidak dilakukan pencabutan subsidi BBM di Jakarta, maka tahun 2014 lalu lintas di Ibu kota akan deadlock. Tiap tahunnya sebanyak 1,2 juta unit mobil masuk ke Jakarta. Dengan serbuan mobil ke Jakarta itu, kita putar otak bagaimana meminimalisasi kemacetan Jakarta dan kendaraan pribadi tidak menggunakan BBM bersubsidi,” tukasnya. Ahok yakin, jika subsidi BBM dihapus, para pengusaha Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum akan EDISI 39 / Tahun Iv / JANUARI 2014 Setuju penghapusan subsidi BBM mendukung. Mengapa yang diusulkan hanya DKI, sebab menurut Ahok menghilangkan subsidi keseluruhan provinsi di Indonesia, merupakan urusan pusat dan DPR. “Yang kami lakukan ada efeknya. Kalau orang mengisi BBM bersubsidi di luar DKI, otomatis kemacetan di DKI berkurang,” ujarnya. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo mengatakan, penghapusan subsidi BBM merupakan langkah jangka pendek yang bisa dilakukan Pemprov untuk mengurangi kemacetan di Ibu Kota. “Pemprov hanya bisa mengusulkan. Sementara keputusan akhi r berada di tangan pemerintah pusat. Sudah diberi lampu hijau, tapi masih dikalkulasi,” kata Jokowi. Rencana ini mendapat dukungan dari Wakil Ketua DPRD Jakarta, Boy Bernardi Sadikin. Menurutnya, rencana pencabutan subsidi itu harus dikaji secara matang agar tidak memberatkan masyarakat golongan ekonomi lemah. “Kalau tujuan pencabutan subsidi BBM untuk membatasi jumlah kendaraan pribadi, saya kira tidak ada masalah. Artinya subsidi BBM yang dicabut itu khusus untuk kendaraan pribadi,” kata Boy. Putra sulung mantan gubernur DKI Ali Sadikin itu menambahkan, saat ini kemacetan di Jakarta sudah sedemikian parah. Hal itu terjadi lantaran jumlah kendaraan pribadi semakin banyak. Permasalahan ini diperparah dengan banjirnya mobil murah yang diluncurkan pemerintah pusat. Untuk itu, Boy berharap agar subsidi BBM untuk angkutan umum tetap dipertahankan. Pemerintah Pusat Menolak Niat baik tak selamanya ditanggapi baik pula. Menteri Koordinator Perekonomian, Hatta Rajasa angkat bicara. Dia menyatakan, penghapusan subsidi BBM yang diwacanakan Pemprov DKI Jakarta jelas melanggar undang-undang. “Dalam Undang-undang Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) itu disebutkan bahwa masyarakat mempunyai hak untuk mendapatkan subsidi termasuk BBM,” tegas Hatta Rajasa usai memimpin rakor di Gedung Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (19/12). Politisi asal Partai Amanat Nasional ini justru mengusulkan alternatif lain yang bisa dilakukan Pemrov DKI Jakarta selain menghapus subsidi BBM. “Mungkin pola subsidi di DKI Jakarta bisa diubah dengan bentuk subsidi transportasi umum,” katanya. Ia memberikan contoh daerah Batam dan Tarakan yang telah memberlakukan harga listrik keekonomian yang berbeda dengan parameter subsidi. Di Batam, kata Hatta, masyarakatnya siap membayar berapa pun asalkan ada listrik. Sementara di Tarakan, masyarakat yang tak mampu disubdisi. “Pemerintah sedang mencari akal 27