Pertamina
Humas Kikir
ala Mundakir
Oleh Ishak Pardosi
istimewa
S
iapa yang tidak kenal dengan
Ali Mundakir. Pria paruh baya
ini adalah corong informasi
PT Pertamina (Persero) sesuai
jabatannya sebagai Vice
President Corporate Communication.
Karena menjadi corong inilah, ia tak
pelit membagi-bagi kontak komunikasi
kepada siapa saja. Di body surat
elektronik, terpampang jelas nomor
handphone, email, serta alamat kantor
lengkap dengan kode ekstensi. Demikian
juga di kartu namanya, semua saluran
informasi tertera di sana. Sangat
mungkin, jika ia punya nomor HT (handy
talky) atau saluran nge-break, akan
dicantumkan pula di sana.
Gaya bicaranya tegas dan lugas. Ada
semangat optimisme yang terpancar di
wajahnya. Terutama saat menguraikan
apa saja yang telah dicapai Pertamina.
Sebaliknya, ia akan bungkam jika ada
pertanyaan kritis yang dilontarkan
kepadanya. Ali Mundakir kerap bernada
tinggi jika awak media menanyakan
sesuatu yang dinilainya menyerempet
Pertamina.
“Anda mengerti UU-nya tidak.
Semangat UU-nya kan membuat seperti
itu. Kalau Pertamina sendiri itu milik
negara. Tanya saja ke DPR, kenapa UUnya dibuat seperti itu. Bukan kemauan
Pertamina seperti itu,” demikian Ali
Mundakir menjawab pertanyaan GEO
ENERGI, terkait pengelolaan Pertamina
mirip perusahaan swasta. Menurutnya,
Pertamina tunduk pada UU BUMN yang
mengharuskan perusahaan mencari laba.
EDISI 39 / Tahun Iv / JANUARI 2014
Ali juga dikenal kikir informasi. Itu
terbukti ketika GEO ENERGI berusaha
menanyakan seputar ekspansi dan
pembangunan gedung tinggi Pertamina.
Pesan singkat, telepon, maupun surat
elektronik yang dikirimkan kepadanya,
tak satupun yang berbalas. Padahal,
keterangan dari Ali sangat diperlukan
sebagai penyeimbang pemberitaan.
Tersumbatnya komunikasi
perusahaan milik negara ini juga
diakui mantan Dirut Pertamina Ari
Soemarmo. Di zaman Ari, semua
direksi diperkenankan berbicara
kepada pers asalkan sesuai dengan
tugas dan tanggungjawabnya. Tidak
ada yang melarang untuk berbicara.
“Kalau memang salah ngomong, lalu
kenapa?” ujar Ari kepada GEO ENERGI.
Berbeda dengan saat ini yang cenderung
menempatkan Ali Mundakir di garda
terdepan. “Dan anehnya, Ali Mundakir
ini terkesan sok jago. Pernah dalam
satu seminar saya diundang sebagai
pembicara bersama anggota DPR
dan pejabat di SKK Migas. Sedangkan
dari Pertamina, yang diutus adalah
Ali Mundakir. Ini kan tidak selevel.
Apa direksi Pertamina takut dicopot
jabatannya kalau tampil di publik?” kritik
Ari.
Virus kikir informasi yang
bersemayam di tubuh Mundakir
tampaknya telah menyebar ke manamana. Darmawan Prasodjo, pengamat
energi yang biasanya kritis, berbalik
haluan 180 derajat. Entah apa yang
terjadi pada Darmo ini. Dalam satu
kesempatan di Balikpapan pertengahan
Desember 2013, GEO ENERGI mencoba
mengajak bicara soal jeroan Pertamina
yang belakangan ini begitu ambisius
melakukan ekspansi. Maklum, Darmo
sebelumnya getol mengkritisi Pertamina.
Namun apa yang terjadi, Darmo tak
bersedia berkomentar. Dia malah
menyatakan kegalauan hatinya. “Aduh
Pak, saya gak berani ngomong soal
Pertamina, nanti saya dimarahi Pak Ali
Mundakir,” katanya kepada GEO ENERGI.
Begitulah Pertamina, BUMN yang
seharusnya terbuka kepada siapa saja,
Kepala Humasnya justru membatasi
diri. Hak publik untuk tahu, terkebiri.
Sumber-sumber kritis yang bisa dimintai
perimbangan, mungkin dijinakkan.
Barangkali, Ali Mundakir ada baiknya
belajar dari Kepala Humas SKK Migas
Elan Biantoro atau Kepala Humas PT
Total EP Indonesie Kristanto Hartadi.
Keduanya dikenal sangat terbuka pada
pers. Elan dan Kristanto akan tetap santai
menanggapi sekeras apapun pertanyaan
wartawan. Kalau memang tidak bersedia
memberikan komentar, keduanya sering
melontarkan ucapan No Comment atau
Off the Record. Keduanya juga sangat
terbuka memberikan informasi melalui
pesan singkat, telepon, maupun surat
elektronik.
Lain halnya dengan Mundakir,
saluran informasi telah dipublikasikan
secara terbuka, sayang tak ada yang bisa
dihubungi. Jangan sampai Pertamina
gagal mendunia gara-gara humasnya
kikir seperti Mundakir. G
25