Geo Energi januari 2014 | Page 17

Pertamina istimewa “Saya curiga, jangan-jangan ini berkaitan dengan Pemilu 2014 nanti. Ada apa di balik semua ini? Ini sangat aneh” Ari Soemarno, mantan Direktur Utama Pertamina istimewa Ari Soemarno, Mantan Direktur Utama Pertamina Belum besarnya Pertamina, juga bisa ditilik dari sisi penguasaan dan produksi migasnya. Saat ini, Pertamina menguasai 47% ladang migas Indonesia. Namun, hasilnya belum optimal lantaran masih banyak lapangan migas yang menganggur. Akibatnya, produksi migas Pertamina hanya menduduki posisi nomor 3 di bawah Total E&P Indonesie dan Chevron Pacific Indonesia. Sesuai estimasi lifting migas pemerintah pada tahun ini, Total E&P Indonesie dengan wilayah kerja Mahakam dan Tengah menjadi produsen terbesar dengan produksi 382,2 ribu barel setara minyak per hari. Lalu Chevron Pacific Indonesia di wilayah kerja Rokan dan Siak dengan estimasi produksi migas 335 ribu barel setara minyak per hari. Sementara Pertamina EP dengan wilayah kerja seluruh Indonesia estimasi produksi migas sebesar 290,3 ribu barel setara minyak per hari. Untuk mengembangkan blokblok migas lepas pantai (offshore) di Indonesia, menurut Darmawan, setidaknya butuh total dana US$ 20 miliar atau mendekati Rp 200 triliun. Menurut laporan keuangan Pertamina, total aset Pertamina hingga 2012 sebesar US$ 40,88 miliar, atau sekitar Rp 388,36 triliun pada kurs Rp 9.500 per US$. Jadi, untuk mengembangkan blok-blok migas baru di Indonesia saja membutuhkan modal separuh dari aset Pertamina. Kemampuan belanja modal dan investasi Pertamina EDISI 39 / Tahun Iv / JANUARI 2014 juga sangat minim. Pertamina hanya menganggarkan belanja modal US$ 10 miliar untuk investasi 5-10 tahun ke depan, bandingkan dengan Petronas dengan belanja modal US$ 96 miliar. Pada tahun 2012, menurut laporan keuangan, investasi jangka panjang Pertamina untuk keperluan pengembangan blok-blok migas baru hanya sebanyak US$ 103,413 juta, atau sekitar Rp 984,4 miliar alias tidak ada Rp 1 triliun. Kecil sekali. Indonesia, menurut Darmawan, saat ini memiliki 138 cekungan minyak. Dari jumlah tersebut, baru 38 cekungan yang sudah dieksplorasi. Sembilan puluh cekungan lagi belum dieksplorasi. “Potensinya kan besar sekali sebenarnya. Tapi kita belum mengetahui berapa potensinya. Sekarang hanya 3,7 miliar barel. Dan ini potensi yang ke sini katanya ada yang 100 billion barrel oil equivalent. Tapi nggak ada yang tahu, sehingga di sini perlu adanya eksplorasi,” kata Darmawan. Akibat masih dominannya unsur ketidakpastian dalam eksplorasi, risikonya sangat besar. Investasi gendut bisa saja menguap tak berbekas. Darmawan menghitung, total kerugian dana eksplorasi minyak yang menguap sekitar US$ 2 miliar dalam dua tahun terakhir. Itu sebabnya, unsur kehatihatian dan unsur spekulasi dalam eksplorasi minyak sangat beda tipis. Jangankan Pertamina, dana APBN yang saat ini berkisar Rp 1.400 triliun hingga Rp 1.500 triliun saja, belum sanggup untuk membiayai pengembangan blok-blok migas baru. “Jadi, intinya Pertamina butuh kapital besar. Kedua, teknologinya itu sangat advanced, ketiga risikonya sangat besar,” kata Darmawan. Sungguh sangat disayangkan bila Pertamina memaksakan ekspansi ke luar negeri, tapi kemampuan masih sangat minim. Jangan sampai terjadi, pepatah lama yang menyatakan besar pasak daripada tiang. Menjadi kecurigaan banyak pihak, bila kondisi keuangan belum memungkinkan, tapi Pertamina tetap memaksa melakukan ekspansi besarbesaran. Apalagi dilakukan dalam masa yang sangat pendek, hanya dalam sepekan melakukan akuisisi lima blok besar senilai puluhan triliun rupiah. Sungguh tambah naif, bila itu dilakukan menjelang Pemilihan Umum 2014. Asumsi banyak pihak yang mengkhawatirkan ada sesuatu di balik semua itu, bisa ada benarnya. Pertanyaannya, buat apa, atau persisnya buat siapa, aksi-aksi korporasi Pertamina menjelang hajatan pesta demokrasi Indonesia yang membutuhkan modal tidak sedikit itu? (Lihat Sapi Perah Dari Masa ke Masa) Lalu, apa hubungan Hatta Rajasa yang tampak begitu agresif mendukung Pertamina ekspansi? Bila ditelusuri lebih jauh pernyataan-pernyataan Hatta soal Pertamina, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) ini tampak begitu antusias membela Pertamina. Entah apa motif utamanya. Di pengelolaan Blok Mahakam yang kontroversial itu, misalnya, Hatta begitu gigih mendukung Pertamina. Hatta Rajasa menyebut pengelolaan blok Mahakam lebih ideal jika dilakukan langsung oleh Pertamina sebagai operator. Dalam hal ekspansi ke luar negeri, Hatta tampak juga mengawal Pertamina. Setelah akuisisi Blok Irak dan Algeria, Hatta memberi sinyal Pertamina akan melakukan eksplorasi minyak di wilayah Kazakstan. Global Future Institute (GFI), melalui ulasan berkala The Global Review “Hatta Rajasa and the Mystery of the Singapore Oil Mafia”, mengutip laporan The Intelligence Magazine (Majalah Intelijen), edisi 5-18 November 2009, mengungkapkan fakta menarik. Menurut GFI, Hatta Rajasa, yang sangat berpengaruh dalam menyusun Kabinet Indonesia Bersatu, disinyalir memiliki hubungan dekat dengan Mohammad Reza dari Global Energy Resources. Reza adalah pebisnis minyak dari Indonesia yang beroperasi di Singapura namun berbasis di British Virgin Island, sehingga bebas pajak. Di bawah bendera Global Energy Resources, ada lima perusahaan, yaitu Supreme Energy, Orion Oil, Paramount 17