Geo Energi januari 2014 | Page 16

Laporan Utama ke luar negeri untuk akuisisi-akuisisi ini akan menggunakan utang kembali melalui penerbitan surat utang global (Global Bonds). Pada Mei 2013, BUMN ini menjual global bonds senilai US$ 3,25 miliar atau setara Rp 30,8 triliun. Obligasi diterbitkan dalam dua seri, dengan Malaysia. Petronas pernah belajar jadi perusahaan minyak nasional (Nasional Oil Company/NOC) dari PT Pertamina (Persero). Tapi kini, Petronas mampu menjadi perusahaan migas raksasa dengan memberikan kontribusi sangat besar kepada pemerintahnya. 16 Karen Agustiawan, Direktur Utama Pertamina Pada tahun 2012, Petronas mampu menyetor dana ke Pemerintah Malaysia hingga Rp 190 Triliun, jauh lebih tinggi daripada sumbangan Pertamina ke pemerintah Indonesia Rp 7,7 triliun. Pada 2012, total laba Pertamina sekitar 25,89 triliun. Sumbangan Petronas itu setara 40% Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Malaysia. Bandingkan dengan setoran Pertamina yang hanya 1,6% dari total APBN Indonesia. Pengamat Ekonomi Energi, Darmawan Prasodjo, PhD, mengingatkan, pada periode 2012 Pertamina jauh ketinggalan dibanding perusahaan sejenis di negara lain. Pada periode tersebut, BUMN migas Malaysia, Petronas, mencatatkan kenaikan pendapatan hingga 700% alias tujuh kali lipat dibanding 2011. Angka yang sama ditorehkan Petrobras, raksasa energi Brasil yang juga mencatatkan kenaikan pendapatan hingga tujuh kali lipat. “Menilik ini, ada kesalahan sistemik yang terjadi di Pertamina, karena Petronas itu sumber daya migasnya hampir mirip dengan Indonesia. Potensinya hampir mirip, tapi kok bisa tujuh kali lipat. Jelas, ada yang salah dengan Pertamina,” kata Darmawan, kepada GEO ENERGI, di Balikpapan, Kalimantan Timur, Kamis, 19 Desember 2013. Bila dibanding perusahaanperusahaan sejenis dari negara lain, Pertamina masih kecil. (lihat tabel Capital Expenditur 5-10 tahun). EDISI 39 / Tahun Iv / JANUARI 2014 istimewa masing-masing bernilai US$ 1,625 miliar. Mantan Direktur Utama Ari Soemarno mengkritik pedas alokasi dana untuk ekspansi ini berasal dari utang. “Perlu diingat juga, modal untuk mengakuisisi blok Aljazair itu juga menggunakan dana hasil global bond yang berjumlah US$ 4 miliar. Dan anehnya, global bond itu kan sudah menganggur dua tahun. Sedangkan bunga per tahunnya mencapai US$ 200 juta. Itu bukan jumlah yang sedikit. Sehingga, investasi di luar negeri itu harus betul-betul dimanfaatkan Pertamina. Harus dipastikan dulu apakah lapangan itu masih ekonomis atau tidak,” kata Ari, kepada GEO ENERGI, Senin, 30 Desember 2012. Bila tak dihitung cermat, hal ini akan menimbulkan beban besar bagi Pertamina, yang berujung pada cashflow yang tidak sehat. Menurut Ari, Pertamina harus bisa mengukur diri. Jangan sampai, niat besar dibuntuti dengan beban yang makin besar yang tidak efisien. Boleh saja Pertamina mengejar ketinggalan dari kompetitor sekaligus mantan murid: Petronas. Namun, tetap harus diukur dengan kemampuan yang memadai. Dari sisi keuangan, Pertamina juga masih kalah jauh dibanding Petronas, BUMN migas milik Negeri Jiran geo energi/ sarwono Tahun 2013 Pertamina menargetkan laba sekitar US$ 3,05 miliar atau sekitar Rp 33,5 triliun. Sementara tahun 2014 Pertamina memasang target laba bersih sebesar US$ 3,44 miliar (Rp 37,8 triliun) yang akan diperoleh dari pertumbuhan agresif semua lini dari hulu hingga hilir. Pertamina juga menargetkan pertumbuhan aset konsolidasi sebesar US$ 52,6 miliar atau naik sekitar 13% dari tahun ini. Laba itu masih harus disetorkan ke negara sebesar 2/3 dari total keuntungan. Jelas, angka ini tidak sebanding dengan rencana-rencana besar Pertamina. Sementara dari sisi kewajiban, utang Pertamina sudah menggunung. Ikhtisar laporan keuangan Pertamina 2012 menunjukan, rasio utang terhadap modal (Debt to Equity Ratio / DER), pada tahun 2012 sudah mencapai 67,05%. Jumlah DER 2012 ini naik dari 2011 yang sebesar 55,15%, 42,43% (2010), 27,25% (2009), dan 15,45% (2008). Pada 2012, rasio utang jangka pendek Pertamina terhadap modal (Short Term to Equity Ratio) mencapai 27%, naik dari periode 2011 yang sebesar 24,18%, 18,5% (2010), 10,39% (2009), dan 8,35% (2008). Utang Pertamina akan bertambah besar, mengingat pembiayaan ekspansi