Garuda Indonesia Colours Magazine October 2014 | Page 144
142
Travel | Rote
© Aditya Saputra
Arriving at the port town of Ba’a, practically
every passenger is unloading surf gear.
Rote is a sight for sore eyes for those who
get seasick, as the ferry from Kupang is a
notoriously rocky ride.
The hunt for five-metre waves is not a long
one on Rote.
If you don’t surf, watching the pros from
the beach with a cool drink in hand can
be equally ‘fun’.
Rote merupakan pulau
di ujung selatan Indonesia.
Dengan keindahan alamnya
yang menawan, pulau ini
termasuk dalam Kepulauan
Sunda Kecil. Begitu
menginjakkan kaki di sini,
daya tarik Rote tampak jelas
pada ombaknya yang tinggi
untuk berselancar dan
penduduknya yang ramah.
Untuk mencapai Rote, Anda harus terbang
lebih dahulu ke Kupang, Ibu Kota Nusa
Tenggara Timur. Kupang sendiri menarik
cukup banyak wisatawan, tetapi banyak
pula orang yang hanya menjadikannya
tempat transit sebagai akses menuju
Kepulauan Sunda Kecil.
laut yang oleh penduduk sekitar disebut
sebagai Segitiga Bermuda versi Indonesia.
Di sinilah bertemunya gelombang besar
dari Laut Sawu, Laut Timor, dan Samudra
Hindia. Ombak yang tinggi membuat kami
yang berada dalam feri bisa membayangkan
kepuasan berselancar di Rote.
Saat mendarat di Bandara El Tari, saya
langsung bisa menebak penumpang mana
saja yang akan melanjutkan perjalanan ke
Rote. Penumpang berkulit cokelat karena
terpanggang matahari yang mengambil
papan selancar di konter bagasi pastilah
sedang mencari ombak bagus di Rote.
Setelah diombang-ambing ombak saat
menumpang feri, kami akhirnya
tiba dengan selamat di Ba’a, sebuah kota
pelabuhan kecil yang memanjang ke selatan
di pesisir barat laut Rote. Deretan pohon
beringin, kebun kelapa, dan kebun pisang
menyambut kami dengan hangat. Sementara
pantai-pantai di sekitarnya begitu sepi
sehingga terasa seperti pantai pribadi,
dan waktu pun rasanya seperti melambat:
hal istimewa yang tak banyak terdapat
di sejumlah objek wisata.
Setelah berkendara selama 45 menit dari
Kupang, saya pun sampai di Pelabuhan
Tenau, tempat feri bertolak ke Rote sekali
dalam sehari setiap jam 09.00 pagi.
Ketika saya menaiki feri dan berjalan
menuju tempat duduk, saya melihat
wajah-wajah yang sudah saya lihat sejak
dari bandara tadi. Menumpang feri ini bisa
menghabiskan waktu hingga dua jam,
tergantung ombak yang ada, melewati
Selat Pukuafu, sebuah daerah di tengah
Akan tetapi, Ba’a menawarkan pesona yang
lebih di Rote. Saya menumpang kendaraan
dari kota utama ini menuju Nemberala,
sebuah desa indah di tepi pantai yang
berjarak sekitar 50 km. Bagi para
peselancar, desa kecil ini justru