Garuda Indonesia Colours Magazine October 2014 | Page 122
120
Travel | Tokyo
Di jantung kota tua
Tokyo abad ke-21, gang-gang
dan jalan kecil di Asakusa
mendendangkan nostalgia
masa lalu serta kemeriahan
hiburan dan tempat makan
yang atraktif.
Sepertinya semua orang di Tokyo—ke mana
pun mereka pergi, apa pun urusan mereka—
suatu saat pasti akan bertemu di sini. Tempat
ini bagaikan parade nonstop wisatawan dan
peziarah, penggemar dan pekerja, pelancong,
serta orang-orang yang kebetulan lewat.
Mereka datang sendiri maupun berdua,
bersama keluarga, teman, bahkan dengan
rombongan satu bus atau grup yang ramai.
Ketika mereka melihat Kaminarimon—
Gerbang Guntur—mereka akan berhenti.
Gerbang ini adalah bangunan luar biasa:
kokoh, kuat, dan proporsional, diapit patung
dewa angin dan guntur yang melotot marah
pada semua orang seolah hendak berkata,
“Coba saja mendekat kalau berani!”
Seolah tidak peduli, pejalan kaki memasuki
pintu gerbang melintas di bawah chōchin,
sebuah lentera kertas monumental.
Di bawah lentera tersebut—cukup dekat
untuk digapai atau bahkan dicolek dengan
jemari eksploratif anak-anak yang
digendong di atas punggung—terdapat
lapisan tembaga yang melingkari lempengan
kayu berukir naga yang mengembuskan
napas api. Begitu mudah dipegang, begitu
dekat sehingga setiap pengunjung merasa
momen tersebut hanya diperuntukkan
khusus bagi mereka.
Sampai sekarang menengadah untuk
melihat ukiran naga di atas ini merupakan
hal mengagumkan yang patut dikenang dari
kunjungan ke distrik Asakusa, tapi kini
pemandangan di bawah pun tak kalah
menyenangkan.
Kontras dengan namanya yang biasa,
Asakusa Culture Tourist Information
Center ini memiliki bangunan yang
berdesain elegan, berada tak jauh dari
pintu gerbang. Bangunan te