Garuda Indonesia Colours Magazine November 2016 | Page 85

Explore | Flavours 83 © Sendy Aditya Arabika Banyuwangi, jenis kopi yang sedang digemari di Indonesia, meninggalkan jejak rasa di lidah para pencinta kopi. Colours berbincang dengan pemasok dan pakar kopi Banyuwangi, Setiawan Subekti, untuk mengetahui lebih banyak tentang kopi ini. Kedai kopi pertama di dunia, Kiva Han, dibuka di Konstantinopel tahun 1453 dan kini, kopi telah menjadi minuman paling populer di dunia dengan sekitar 400 miliar cangkir kopi dikonsumsi setiap tahun. Awalnya disebut sebagai anggur dari Arab oleh orang-orang Eropa, kopi dibawa ke kepulauan Indonesia pada abad ke-17 oleh para pedagang kolonial Belanda dan Inggris. Sejak itu, kopi telah menyatu dengan kehidupan masyarakat Indonesia dari ujung paling barat Sabang sampai ke tepi timur kepulauan di Merauke. Bahkan, kopi merupakan salah satu penyumbang terbesar bagi perekonomian negara dari sektor pertanian, dan Indonesia kini menjadi produsen kopi keempat terbesar di dunia setelah Brasil, Vietnam, dan Kolombia. Meski dalam hal volume Indonesia tidak termasuk urutan tiga besar, varietas kopi yang dihasilkan di negara kepulauan ini begitu melimpah, bahkan bisa membuat pencinta kopi paling berpengalaman sekalipun kewalahan. Mandheling Sumatra, Blue Batak, Aroma Toba, Gayo Aceh, Java Preanger, Toraja, Lintong, Kalosi, Bajawa Flores, Wamena, dan tentunya yang paling mahal, kopi Luwak, hanyalah sebagian dari varian kopi premium Indonesia yang telah mendunia. Baru-baru ini, varian kopi baru dari Jawa Timur mencuri perhatian. Dengan ukuran sedang dan kandungan asam rendah, kopi Banyuwangi langsung menjadi favorit di kalangan pencinta kopi. “Biji kopi yang tumbuh di dataran tinggi memiliki keunikan dalam hal rasa. Inilah yang ada pada kopi Arabika Banyuwangi,” kata Setiawan Subekti, penguji kopi profesional yang juga pemilik pusat budaya Sanggar Genjah Arum. “Selain itu, sebagian besar perkebunan kopi di Banyuwangi menghadap ke timur, sehingga tanaman langsung mendapat cahaya matahari dan angin laut di pagi hari, serta aroma belerang di malam hari. Hasilnya, kopi Banyuwangi punya rasa berbeda yang cocok di lidah sebagian besar Iwan, begitu Subekti biasa disapa, adalah produsen kopi kenamaan di Banyuwangi, yang juga terkenal dengan kopinya, Kopai Osing. pencinta kopi, mulai dari yang amatir sampai penikmat paling berpengalaman.” Iwan, begitu Subekti biasa disapa, adalah produsen kopi kenamaan di Banyuwangi, yang juga terkenal dengan kopinya, Kopai Osing. Jenis kopi yang ditanam di kampung halamannya di Desa Kemiren. Selain memproduksi kopi sendiri, Iwan juga aktif mempromosikan seni membuat kopi secara tradisional kepada pengunjung lokal dan asing. “Saya mempromosikan cara tradisional membuat kopi untuk menjangkau semua lapisan masyarakat. Mereka bisa memanggang kopi memakai peralatan tradisional dan hasil akhirnya tidak jauh beda dari yang diproses menggunakan mesin,” katanya. “Lewat wisata kopi yang kami tawarkan, pengunjung bisa melihat bagaimana kopi dibuat, mulai dari penanaman, panen dan memanggang sampai disajikan di cangkir Anda.” Jadi, seperti apa cara terbaik menikmati secangkir kopi khas Indonesia? “Sebenarnya tergantung pada masing-masing individu, tetapi untuk mendapatkan pengalaman terbaik, pertama hirup dulu aromanya, baru kemudian minum. Kopi yang bagus harus meninggalkan jejak rasa di lidah dan langit-langit mulut Anda,” saran Iwan. Dari kurang lebih satu juta hektar perkebunan kopi produktif di Indonesia, 11.000 hektar di antaranya berada di Banyuwangi. Dengan tersedianya penerbangan langsung Garuda Indonesia ke Banyuwangi, dan penyelenggaraan Banyuwangi Ethno Carnival pada 12 November, saat ini adalah waktu yang tepat untuk mengeksplorasi seni, budaya lokal dan kelezatan kopi di kota ini.