Garuda Indonesia Colours Magazine November 2016 | Page 121

Travel | Flores to Alor Where to Stay 119 menjadi makin tinggi dan tiba-tiba saya melihat sebuah barel yang berbentuk seperti kacang almond dengan presisi lurus sepanjang tepi karang. Biasan air terlihat seperti bulu terbang di tepian pantai. Rasa semangat bercampur dengan frustrasi: kami sudah tahu sebelumnya bahwa kami akan menyusuri rute pantai utara namun tak seorang pun dari kami membawa papan selancar. Papan dayung sepanjang tiga meter yang ada di kapal ini terlalu besar untuk ombak sekaliber ini, tapi Akoni mengatakan bahwa orang Hawaii dahulu malah sering berselancar di atas ombak yang lebih besar dengan menggunakan papan yang lebih berat. Dunia Baru Dunia Baru is based in Komodo from April to September and in Raja Ampat through October and November. The ship berths 14 guests in palatial comfort, and boasts an impressive selection of water toys (sailing dinghy, kayaks, two jet skis and three powerful RIBs) and a fully equipped dive centre. www.duniabaru.com Dunia Baru bersandar di Komodo selama April hingga September dan di Raja Ampat selama Oktober dan November. Kapal ini bisa menampung 14 tamu secara nyaman dan memiliki aneka pilihan mainan laut untuk Anda (kapal layar, kayak, dua jet ski dan tiga perahu karet yang kuat) serta dive centre dengan peralatan lengkap. Saya pun turun ke atas bebatuan dan mengarahkan papan menyamping ke arah gulungan ombak yang kecepatan dan tingginya mengingatkan saya akan ombak kelas dunia di Lagundri, Nias, namun dengan versi left-hand. Dengan papan yang berat ini, nyaris dari semua ombak yang datang, kami harus berakhir dengan papan yang terlepas, tapi kami senang bisa menjadi orang pertama yang berselancar di tempat yang kini kami sebut Fukawi Point. Hanya di Indonesia saja ombak sesempurna ini bisa tersembunyi dengan cantiknya. Di antara pulau-pulau kecil di khatulistiwa terbaik di dunia ini pasti ada banyak misteri lain yang menunggu untuk dijelajahi. “Berlayar adalah satu-satunya cara untuk dapat mengakses tempat tersembunyi seperti ini,” ujar Mark Robba. Sebuah petualangan kelas dunia, sebuah penjelajahan sejati. Saya paham betul maksudnya. Saya sudah bepergian menjelajahi Indonesia dan merasa amat beruntung bisa mengunjungi pulau dan komunitas yang belum pernah didatangi warga asing. A buffalo cools its heels in a typically fresh and picturesque Flores mountain river. Lepo Lorun, a women’s weaving cooperative known for producing some of the island’s finest ikat. Sudah hampir genap satu minggu sejak kami bersandar di Maumere dan menjelajahi tepi barat pulau yang disebut penjelajah Portugis “Teluk Bunga”. Seperti yang dijanjikan Robba, setiap hari kami menemukan petualangan baru. Kami menyelam dengan kura-kura dan ikan pari, berlayar mengitari gunung berapi yang berasap dan mengunjungi Desa Lamalera yang legendaris. Di pulau lain kami berbincang dengan petani rumput laut, menari bersama suku Abui dan berenang dengan anak-anak yang ceria. Di pulau kecil Pura, kepala desa Andrean Baut Bakawetang bercerita bahwa nenek moyangnya dahulu bahkan sanggup membawa turun jangkar besi berukuran besar dari puncak yang berada di tengah pulau ke desa mereka. “Tapi bagaimana jangkar ini bisa berada di atas puncak itu?” tanya saya. “Tidak ada yang tahu tepatnya bagaimana jangkar itu bisa sampai ke pulau—mungkin bawaan orang Portugis atau Belanda,” jelasnya. “Dahulu kala, nenek moyang kami bertubuh besar—mereka bahkan lebih tinggi dari Anda. Mereka membawa jangkar ini ke puncak bukit. Hal yang mudah bagi mereka—otot mereka bahkan lebih besar dari Anda!” Lalu Pak Andrean menjelaskan bahwa penduduk di pulau tersebut dibagi menjadi empat suku. Suku Mulepang hanya terdiri atas 12 keluarga, mungkin ini adalah suku terkecil di dunia. Di khatulistiwa tersembunyi seperti inilah kita bisa benar-benar memahami