Garuda Indonesia Colours Magazine November 2016 | Page 111
Travel | Semarang
109
Kota Lama ini dibangun
sebagai pertahanan dan
juga tempat perdagangan
yang secara alami terletak
di daratan tak jauh
dari pantai.
5 Senses – Taste
LOCAL LUMPIA
Semarang is often called ‘Kota
Lumpia’ (Springroll City) for the
addictive fried pastry rolls that you
find at eateries all over the city.
Lumpia Gang Lombok (11, Gang
Lombok) is perhaps the most famous
and serves deliciously crispy lumpia
with lettuce, spring onions and green
chillies. Lumpia Gang Lombok is
popular, so try to arrive early and be
sure to ask for an extra portion of
their secret recipe bumbu manis
(sweet, sticky tapioca glue).
Semarang sering disebut Kota
Lumpia karena camilan yang bisa
dengan mudah Anda temukan di
restoran mana pun di kota ini. Lumpia
Gang Lombok (Gang Lombok No. 11)
tampaknya cukup dikenal. Lumpia ini
disajikan garing dengan daun selada,
kucai, dan cabai hijau. Karena sudah
cukup dikenal, Anda bisa datang ke
Lumpia Gang Lombok ini lebih pagi,
lalu pesan bumbu manis khas mereka
dengan porsi lebih banyak.
lebih nyata di halaman gedung yang dikenal
penduduk setempat di mana pun sebagai
Lawang Sewu. Dahulu gedung ini merupakan
bangunan ramai di mana ratusan pekerja
kantor dengan riuh mengetuk mesin tik
dan mesin telegraf, kini menjadi salah satu
sudut paling menggugah di Semarang. Pada
pagi hari di akhir pekan, sekelompok turis lokal
mengobrol santai sambil duduk-duduk di bawah
naungan pohon mangga yang menjulang tinggi.
Di belakang pinggiran halus kemboja kuning,
jalan kecil teduh membentang di sepanjang
bangunan yang dulunya adalah kantor yang
dikelola oleh banyak sekali pegawai kereta api,
memberikan naungan yang lebih teduh.
Dibangun dengan gaya arsitektur yang sering
disebut orang Belanda sebagai New Indies Style,
namun dengan lengkungan bercat putih gaya
Arab dan menara bergaya Moor, Anda bisa
langsung membayangkan seakan tengah
berada di pantai selatan Mediterania di
antara Tripoli dan Tangier.
Nama Lawang Sewu—yang berarti ‘Seribu
Pintu’—tidak diragukan lagi lebih mudah
diucapkan daripada nama resminya
Administratiegebouw Nederlands-Indische
Spoorweg Maatschappij yang digunakan ketika
bangunan ini pertama kali dibuka pada 1907.
As the headquarters of the first Dutch East Indies railway
company, Lawang Sewu was one of the most impressive
buildings in the Dutch empire.
The majestic building that was Spiegel’s general store in
1895 is now a chic and charming café/cocktail bar.
Pada kenyataannya di sini ada lebih sedikit
dari seribu pintu (walaupun ada sekitar
600 jendela). Tapi sebagai kantor pusat
perusahaan kereta api Hindia Belanda pertama,
kompleks luas ini adalah salah satu bangunan
paling mengesankan di era kekuasaan Belanda.
Lawang Sewu diduduki oleh pasukan Jepang
selama perang dan kemudian oleh militer
Indonesia setelah kemerdekaan sampai akhirnya
ditinggalkan sama sekali. Tepat ketika mencapai
usia seratus tahun, bangunan tersebut nyaris
runtuh. Akhirnya, bangunan tersebut
diremajakan dan dibuka sebagai tujuan
wisata utama Semarang pada 2011.
Meskipun menyenangkan untuk duduk
di lapangan, Lawang Sewu sendiri sangat
mengesankan dan menyimpan koleksi artefak
kuno dari zaman keemasan perjalanan dengan
kereta api. Lawang Sewu tetap menjadi tempat
yang romantis untuk dieksplorasi, lengkap
dengan kisah-kisah bernuansa mistis di sekitar
kompleks bangunan ini. Ruangan bawah tanah
di salah satu kompleks perkantoran rupanya
dibiarkan tertutup air agar udara di dalam
gedung tetap terasa dingin dan sejuk, tetapi
ada pula sejumlah orang yang memberikan
penjelasan berbeda tentang dinginnya hawa di
dalam gedung ini. Beberapa orang mengatakan
bahwa Lawang Sewu dihuni oleh sejumlah
makhluk halus, antara lain adalah penampakan
wanita Belanda yang ditengarai pernah bunuh
diri, kuntilanak, dan hantu tanpa kepala. Ada
pula desas-desus yang mengatakan bahwa