Garuda Indonesia Colours Magazine May 2018 | Page 79

Explore | Flavours Perjalanan tempe menjadi contoh bagaimana sebuah budaya—tidak hanya dalam aspek kuliner, dapat melestarikan akarnya serta terus berkembang menuju masa depan yang lebih jaya dan cemerlang, tanpa melupakan asal-usulnya. dan hitam, dan memproduksi keripik tempe. Ia pun senang berbagi pengetahuannya dan rutin melakukan perjalanan ke Jakarta dan Bali untuk mengajar kelas-kelas pembuatan tempe. Menemukan tempe yang bagus di luar negeri memang tidak mudah. Untungnya, para pengusaha tempe di mancanegara terus mengembangkan sayapnya, seperti Aldi dan Rizka, pasangan muda Indonesia di Melbourne, Australia, yang tiga tahun lalu mendirikan Take & Eat untuk memproduksi tempe legit yang lezat, dan bisnis mereka berkembang pesat. Dimulai dari sebuah gudang yang disulap menjadi dapur produksi, kini mereka memiliki sebuah pabrik kecil yang memproduksi hingga 5.500 balok tempe per minggu, yang dijual di pasar lokal dan dipasok ke supermarket, kafe dan juga restoran. Target mereka berikutnya adalah menciptakan tempe menggunakan berbagai jenis kacang dan mendiversifikasi produk mereka dengan membuat berbagai hidangan dan pencuci mulut berbahan dasar tempe yang lezat. pabrik kedua untuk memenuhi permintaan yang terus meningkat. Sebagai bentuk sumbangsihnya bagi Tanah Air, Rustono membeli mesin-mesin pembuat tempe dari Indonesia serta membagikan wawasannya untuk menginspirasi perajin tempe lainnya dan terus mempromosikan warisan kuliner Indonesia kepada dunia. Tak heran, tempe yang awalnya dipandang sebagai makanan masyarakat kelas bawah, kini menjadi primadona di panggung global. Di Indonesia sendiri, para chef, seperti Ragil Imam Wibowo dari Nusa Indonesian Gastronomy di Jakarta, bersama Ray Adriansyah dan Eelke Plasmeijer dari salah satu restoran terbaik di Asia, yakni Locavore di Ubud, Bali, memasukkan tempe dalam menu kreasi mereka. Mereka semua memiliki misi yang sama, yakni menjaga warisan kuliner Indonesia yang kaya dan menampilkan produk asli Sementara di Nuremberg, Jerman, olahan tempe dan sepupunya, tahu, adalah masakan khas Indonesia yang lezat yang menjadi kunci kesuksesan kafe Sojahaus Setia. Tidak puas dengan kualitas tahu dan tempe di kota itu, sejak satu tahun lalu Setia Nugraha mulai membuat tempe sendiri, dan membuka kafe yang menjual tempe serta tahu Sumedang dan tahu Bandung, yang juga tersedia online. Para pelanggannya paling suka mengemil mendoan—tempe yang digoreng dengan balutan adonan tepung. Namun yang luar biasa adalah Rustono, pengusaha tempe yang mulai membangun Rusto’s Tempeh dengan tangannya sendiri, sedikit demi sedikit, pada musim dingin 1999 di Shiga, Jepang. Ketekunan dan ketangguhannya patut diacungi jempol. Tantangan dan penolakan yang ia hadapi pada tahap awal bisnisnya justru mendorongnya untuk melakukan lebih banyak lagi. Kini, 30.000 potongan tempe yang ia hasilkan setiap bulan didistribusikan tidak hanya di Jepang tetapi juga di Korea, Kanada, Prancis, Austria, Portugal dan Meksiko—negara di mana ia telah membuka 3 77 1 From his modern factory in Japan, Rustono is determined to introduce tempeh to the global market. 2 Mung bean and adzuki bean tempeh – made in Melbourne, Australia. 3 Tempeh made using organic, locally sourced yellow and black soybeans. Nusantara yang beragam dan unik melalui hidangan-hidangan inovatif. Perjalanan tempe menjadi contoh bagaimana sebuah budaya—tidak hanya dalam aspek kuliner, dapat melestarikan akarnya serta terus berkembang menuju masa depan yang lebih jaya dan cemerlang, tanpa melupakan asal-usulnya. 2