Garuda Indonesia Colours Magazine March 2019 | Page 96
94
Travel | Lampung
1
1
2
1 Together with the Sahabat
Alam Foundation, Herawati
manages the Gita Persada Park
in Bandar Lampung, home to
nearly 200 species of butterflies.
2 One of the thousands of
butterflies in Gita Persada Park.
3 Aside from the butterfly
breeding area, there is also a
museum with a collection of
preserved butterflies and a
collection of herbaria.
3
Topografi Bandar Lampung bukan hanya dataran yang cukup lapang
untuk pertumbuhan urban, namun juga perbukitan tropis sejuk yang cocok
untuk beristirahat sejenak dari kesibukan kota.
Puncak Mas, ada Alam Wawai Eco Park,
kawasan berkemah yang ideal untuk
acara-acara kelompok, dengan sarana
mumpuni, termasuk sebuah amphitheater
dengan pemandangan menawan
menghadap laut.
Topografi Bandar Lampung bukan
hanya dataran yang cukup lapang untuk
pertumbuhan urban, namun juga perbukitan
tropis sejuk yang cocok untuk beristirahat
sejenak dari kesibukan kota.
“Saat penat akibat pekerjaan di kota, saya
bisa berlibur dengan mudah,” kata Salsabila.
Saya mengerti saat melihat kebahagiaannya
berinteraksi dengan satwa di penangkaran
rusa Taman Hutan Raya dan saat ia
memperkenalkan beragam kupu-kupu di
Taman Gita Persada. Begitulah semestinya
menyeimbangkan hidup, pikir saya.
Gajah dan Harimau
Berbicara tentang satwa, Lampung identik
dengan gajah Sumatera (Elephas maximus
sumatranus). Untuk konservasi mamalia
terbesar di Indonesia tersebut, ada dua
taman nasional di sini, yakni Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan di sebelah
barat, dan Taman Nasional Way Kambas
di sebelah timur.
Menimbang jarak yang lebih dekat dari
Bandar Lampung, saya menjatuhkan pilihan
ke Taman Nasional Way Kambas. Sulardi,
salah satu koordinator balai menyebutkan
bahwa kawasan seluas 125,631.31 hektare ini
merupakan taman nasional pertama di
Indonesia. “Di sini, fauna besar tak cuma
gajah Sumatera saja, ada juga tapir (Tapirus
indicus), harimau Sumatera (Panthera tigris
sumatrae), badak Sumatera (Dicerorhinus
sumatrensis), serta beruang madu (Helarctos
malayanus). Kami menjulukinya The Big Five
Mammals,” terangnya.
Tetapi gajah-gajah itu tidak bisa dilihat setiap
saat. Mereka dilepas di hutan untuk menjalani
kehidupan secara alami dan baru digiring
kembali ke Pusat Pelatihan Gajah oleh para
Mahout (pengasuh) pada sore hari. Untuk
mengisi waktu, saya diajak ke Way Kanan
di taman nasional untuk ikut melakukan
pengamatan burung seraya menyusuri sungai
berapit mangrove. Para penggemar fotografi
menghujani saya dengan begitu banyak foto
burung-burung eksotik yang berhasil mereka
bidik. Ini pengalaman pertama saya dan
sangat membuka mata tentang indahnya
mengamati alam dari dekat serta pentingnya
perlindungan satwa.
Menjelang sore, saya bergerak ke Pusat
Latihan Gajah dan akhirnya bisa bertemu