Garuda Indonesia Colours Magazine March 2019 | Page 72

70 Explore | Interview Saya tidak mengenal istilah pensiun. Kecuali saya tidak mampu lagi secara fisik, saya berniat untuk tetap menghasilkan karya seni. “Tidak lama setelah kami memasang GWK, ada gempa bumi di Bali. Semua orang khawatir dan menelepon saya, tetapi patung tersebut baik-baik saja, tetap berdiri dan tidak tergerak,” Nyoman menjelaskan. Berpengalaman sebagai pematung lebih dari 45 tahun, Nyoman juga seniman di balik Monumen Jalesveva Jayamahe di Surabaya dan Arjuna Wijaya di Jakarta. Dia selalu bekerja dari hati dan terinspirasi dari beragam hal. Setelah 28 tahun pembuatan, monumen Garuda Wisnu Kencana (GWK) akhirnya berdiri tegak di Bali. Bukan hanya merupakan patung tertinggi di Indonesia tapi juga bisa dibilang terbesar di dunia. Berlokasi di Taman Budaya GWK di Ungasan, Badung, Bali, patung tembaga dan kuningan ini menggambarkan Dewa Wisnu mengendarai Garuda yang agung sebagai rekan kepercayaannya. Total dengan alasnya, monumen ini mencapai ketinggian 121 m— hampir sama dengan gedung pencakar langit setinggi 29 lantai—dan memiliki lebar yang sangat mengesankan, yaitu 65 m. Bila diperspektifkan, Patung Liberty akan terlihat mini karena GWK hampir 30 meter lebih tinggi dari Patung Liberty dan tiga kali lebarnya. Dilihat dari tinggi dan lebarnya yang mengesankan, Nyoman bangga menyatakan, “Ini adalah patung terbesar di dunia. “ Monumen GWK diresmikan oleh Presiden Joko Widodo pada bulan September 2018 dan tidak diragukan lagi merupakan salah satu landmark paling terkemuka di Bali. Digagas oleh mantan Menteri Pariwisata, Pos dan Telekomunikasi Indonesia, Joop Ave, proses pembuatan patung ini telah menjadi ujian dan perjalanan emosional bagi pematung terkenal kelahiran Bali yang berbasis di Bandung, Nyoman Nuarta. Sang seniman harus menghadapi banyak tantangan: protes dari orang-orang Bali yang mengkhawatirkan tentang ukurannya yang luar biasa besar, kepala patung yang terbakar dan kesulitan untuk mendapatkan pendanaan. Tapi tidak satu pun yang mematahkan semangat Nyoman. Dia tidak berhenti sampai proyek ini selesai dan menjadi kebanggaan Bali. “Saya dan tim sangat terharu ketika kami meletakkan modul terakhir pada patung. Saat itu bertepatan dengan Hari Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 2018,” kata Nyoman yang merupakan alumni dari Fakultas Seni Rupa dan Desain, Institut Teknologi Bandung. Meski bahagia dengan apa yang telah ia capai, pemilik Studio Nyoman Nuarta dan NuArt Sculpture Park di Bandung ini mengakui ada sesuatu yang hilang sejak patung tersebut dipindah ke Bali. “Selama 28 tahun terakhir, patung itu berada di NuArt Sculpture Park dan sekarang tidak ada. Saya bukan satu-satunya yang merindukan, staf saya juga,” kata sang pemenang kompetisi Monumen Proklamasi Indonesia (1979) dan Padma Award kategori Padma Shri oleh Presiden India (2018). Selama bertahun-tahun, proses pembuatan patung ini melibatkan hingga 1.000 orang, mulai dari para seniman hingga teknisi. Pekerjaan yang melelahkan ini melibatkan aktivitas untuk menyatukan 24 segmen yang dibentuk dari 754 modul. Patung ini telah diuji terowongan angin di Melbourne dan Toronto serta di PUSPIPTEK (Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) di Serpong, Tangerang Selatan untuk memastikan sang patung kuat menahan peristiwa-peristiwa geologis dan meteorologis. “Semuanya bisa menginspirasi saya. Membuat patung adalah cara saya mengekspresikan perasaan,” ungkapnya. Contohnya adalah salah satu patung yang ada di NuArt Sculpture Park yang merupakan caranya untuk mengekspresikan kekecewaannya dengan perburuan paus. Setelah membuat patung sekitar 300 buah hingga saat ini, dia tidak berniat untuk berhenti. “Saya tidak mengenal istilah pensiun. Kecuali saya tidak mampu lagi secara fisik, saya berniat untuk tetap menghasilkan karya seni,” tutur Nyoman. Saat ini Nyoman sedang sibuk mempersiapkan pameran tunggalnya yang akan dilangsungkan di Beijing, Tiongkok pada Oktober 2019. Meskipun harus memastikan patung-patungnya tidak rusak selama transportasi, kakek yang memiliki enam cucu ini sukses mengadakan pameran di Amerika Serikat, Australia, Singapura, Prancis, Jepang, India, Filipina, Swiss dan Italia. “Para pembeli kebanyakan dari sektor swasta,” ungkap Nyoman. Dia juga menambahkan bahwa penghargaan terhadap para pematung saat ini jauh lebih baik dibandingkan saat ia memulai kariernya. “Namun sebagai seniman, kita harus memiliki mental yang kuat karena tidak semua orang mengerti karya kita. Jangan mudah menyerah hanya karena mendapat komentar negatif. Selama berkarier, saya telah menghadapi banyak tantangan tapi saya tetap maju. Saya juga bersyukur karena saya memiliki keluarga yang mendukung saya.” Menutup wawancara kami, Nyoman berbagi alasan kenapa dia memilih terbang dengan Garuda Indonesia. “Saya suka terbang dengan Garuda Indonesia karena merasa nyaman dan aman,” katanya.