Garuda Indonesia Colours Magazine March 2018 | Page 80

Explore | Interview Usia Fenessa Adikoesoemo belum genap 25 tahun. Tapi dengan kerja keras dan hasratnya di bidang seni, dia berhasil menjadi pemimpin di museum seni modern dan kontemporer pertama di Indonesia, Museum Seni Modern dan Kontemporer di Nusantara (Museum MACAN). “Ide Museum MACAN ini awalnya datang dari ayah saya,” kata Fenessa. “Sejak tahun 1990-an beliau adalah seorang kolektor seni, dimulai dari mengoleksi karya seni dari seniman-seniman Indonesia kemudian berkembang ke seniman-seniman dunia. Ia sudah memimpikan untuk membuka museum sejak tahun 2005, tapi kami baru benar-benar memulainya pada tahun 2014 dan akhirnya museum ini dibuka untuk umum pada November 2017.” Ide Museum MACAN ini awalnya datang dari ayah saya,” kata Fenessa. “Sejak tahun 1990-an beliau adalah seorang kolektor seni.” Meskipun awalnya merupakan ide sang ayah, namun kecintaan Fenessa akan seni dan ketertarikannya yang kuat di bidang pendidikanlah yang mendorongnya terlibat sepenuhnya dalam mengelola Museum MACAN. “Saya selalu tertarik dengan seni dan memiliki hasrat kreatif. Dan saya serta keluarga saya selalu terlibat dengan banyak hal yang berkaitan dengan pendidikan. Jadi museum ini merupakan cara yang baik untuk menggabungkan keduanya,” jelas Fenessa yang merupakan Sarjana Bisnis, Marketing dan Manajemen, Universitas Melbourne, Australia. Pelatihan yang dijalani Fenessa serta hasratnya akan seni dan pendidikan bukanlah satu-satunya keahlian yang digunakannya untuk bisa mengelola sebuah museum. Dalam masa persiapan selama tiga tahun sebelum membuka museum, Fenessa magang di dua museum mapan di Amerika Serikat untuk memperluas pengetahuan dan pengalamannya. “Sebagai museum seni modern dan kontemporer pertama di Indonesia, kami mengalami kesulitan untuk mempersiapkan segala sesuatunya pada awalnya. Tidak ada satu museum pun yang bisa kami jadikan patokan di sini. Jadi, saya mengambil magang di Hirshhorn Museum and Sculpture Garden di Washington, D.C. selama tiga bulan dan di Solomon R. Guggenheim Museum di New York selama satu bulan setengah,” kata Fenessa yang sering mengunjungi museum dan galeri seni sejak dia masih remaja. Fenessa mengaku bahwa ia belajar banyak selama magang, namun kedua museum tersebut bukanlah satu-satunya yang 78