Garuda Indonesia Colours Magazine March 2018 | Page 102

Travel | Kupang 5 Senses – Taste SE’I This delicious traditional smoked meat must be sampled if you are in Kupang. Originally made from venison and pork, now it is generally made from beef. For a more authentic aroma, se’i is smoked above hot coals made from endemic Kesambi wood (Schleichera oleosa) and is served with a lime chilli paste. Daging asap khas ini wajib dicoba kelezatannya bila ke Kupang. Aslinya menggunakan daging rusa dan babi, namun telah umum juga menggunakan daging sapi. Untuk aroma yang lebih autentik, se’i diasapkan di atas bara api dari kayu Kesambi endemik (Schleichera oleosa) dan disajikan dengan sambal jeruk nipis. Di tengah laju pembangunan, Kupang tetap menyisakan karisma yang bersahaja, terutama pantai-pantainya yang masih alami. Alam Gunung Mutis. Perjalanan ke tempat di ketinggian 1.000 meter dpl ini seolah membawa kami masuk ke dunia lain dari Timor. Kami menempuh jalur hutan pinus dan menjumpai banyak kuda-kuda merumput serta berlarian bebas. Saya terus-menerus berhenti untuk menikmati pemandangan, hingga tiba di Bukit Tunua untuk mengantar senja. Kami menginap di Fatumnasi dan saya bisa merasakan hangatnya Ume Kbubu, rumah tradisional berbentuk bundar dengan pintu rendah yang cocok untuk menghalau suhu pegunungan yang dingin. Mateos Anin, tetua adat setempat mahir memainkan seruling yang mampu mengumpulkan berbagai hewan peliharaan ke hadapan kami. Rasanya ajaib. “Klan suku kami bersahabat dengan segala binatang. Demikianlah kami diwariskan untuk menjaga keseimbangan alam dan makhluk hidup,” katanya takzim. 1 Kami mampir ke Hutan Bonsai Mutis yang terbentuk secara alamiah, serta ke Danau Fatukoto yang juga berada di kepungan hutan pinus terapit bukit berbatu. Kembali ke pusat Kota Kupang, pikiran saya beralih dari hal-hal yang berkaitan dengan pegunungan ke hal-hal tentang daerah pesisir. Memiliki penduduk sekitar 400.000 jiwa saat ini, Kupang menjadi bandar perdagangan kayu cendana yang sibuk oleh Portugis dan Belanda pada abad 16. Di Kota Tua Kupang, saya bisa melihat sisa-sisa peninggalan zaman perniagaan masa itu. Terdapat toko-toko saudagar Tiongkok yang berhimpitan, Gereja GMIT tertua Kupang yang dibangun Belanda, Kelenteng Siang Lay (1865) di muara sungai, benteng Portugis Fort Concordia (1653) yang kini dimanfaatkan sebagai markas tentara, hingga Pekuburan Belanda Nunhila. Di tengah laju pembangunan, Kupang tetap menyisakan karisma yang bersahaja, terutama pantai-pantainya yang masih alami. Bila disisir, saya bisa membuat daftar pantai menawan. Pantai Manikin, Pantai Lasiana, Pantai Batu Nona dan Pantai Nunsui berjejer di sebelah timur kota. Sedangkan di sebelah barat setelah Pelabuhan Tenau, terdapat Pantai Lalendo, Pantai Baliana serta Pantai Tablolong yang lebih paripurna untuk menyaksikan matahari terbenam. Jika mencari tempat mandi yang tak lazim, orang boleh pergi ke Gua Kristal yang berada tak jauh dari Pantai Lalendo. Gua ini saya datangi saat tengah hari, mengikuti nasihat penduduk lokal, agar bagian dalam gua tidak terlalu gelap sehingga airnya bersinar cemerlang bagai kristal aquamarine. Berselang tiga puluh menit dari sana, Air Terjun Oenesu pun layak didatangi. Climbing the rock cliffs of Fatuleu Mountain. 1 A woman wearing a traditional costume as part of a welcoming ceremony for tourists. 100