Garuda Indonesia Colours Magazine March 2015 | Page 131
Travel | Saumlaki
Handcrafted
The Tanimbars’ most famous
craft items are the ornate golden
and other metal headpieces and
necklaces. Many of these have
been preserved as valuable
family heirlooms to this date.
Hasil kerajinan paling
terkenal dari Tanimbar adalah
hiasan kepala dan kalung dari
emas. Banyak di antaranya yang
masih disimpan sebagai
p erhiasan turun temurun.
Most of the Tanimbar islanders are
Christian and there are spectacularly big
churches even in some of the most
humble villages.
Low tide on Yamdena Island.
In all of Maluku,
the Tanimbars are the best
known for their ikat weaving,
though the art is also practised
throughout the southern
islands of Maluku.
Dari semua suku
di Maluku, Suku Tanimbar
terkenal dengan tenunannya
walaupun keahlian ini dapat
ditemui di seluruh Kepulauan
Maluku bagian selatan .
Tanimbarese carvings were
produced for a wide range of
reasons. One of them is to bring
prestige on the house or the
village, and add weight to their
dealings in everyday life.
Ukiran Suku Tanimbar
memiliki banyak arti, salah
satunya adalah untuk
meningkatkan gengsi ketika
diukirkan pada rumah.
namun para penduduk desa yakin bahwa batu
kuno tersebut telah hilang dari muka bumi.
Pantai di Sangliat Dol mungkin adalah
desa tepi pantai yang paling indah di
Yamdena. Para penduduk desa secara rutin
membersihkan pantai tersebut, sehingga tak
ada satu pun onggokan sampah seperti yang
terlihat di sejumlah pantai yang populer di
kalangan turis. Pantai di teluk itu berpasir
putih dengan air sebening kristal dan
karangnya yang indah.
Pak Herman menyarankan saya untuk
bersamanya berkunjung ke kepala desa,
meminta izin. Kemudian, kami menjumpai
kepala tanah, pemimpin spiritual desa.
Stenley Masriat yang berumur 34 tahun.
Tampak masih terlalu muda untuk menjadi
kepala tanah, namun para leluhurnya telah
menjadi tetua adat Sangliat Dol selama yang
pernah diingat orang. Saya memberikan
sebotol sopi, minuman fermentasi yang
terbuat dari pohon aren, dan Pak Stenley
menumpahkan sedikit sopi di lantai
pondoknya sebelum mengucapkan
mantra-mantra tradisional, diikuti
oleh seseorang yang tampaknya adalah
pemimpin doa di Yamdena.
Sebagian besar penduduk Pulau Tanimbar
beragama Kristen. Di sana ada beberapa
gereja besar juga di desa-desa kecil. Di gereja
dekat Desa Tumbur saya berjumpa dengan
Isaias Malindar, seorang pemuda yang telah
memiliki posisi penting di komunitasnya:
di usianya yang ke-29, Isaias menjadi kepala
desa termuda di daerah yang terdiri dari
70 desa ini. Ais, nama panggilannya, tampak
bangga dengan desa yang dipimpinnya dan
telah mengadakan berbagai kegiatan
kebersihan, juga pusat seni tempat dijualnya
barang kerajinan lokal. Di pusat seni tersebut
kami mengobrol dengan salah seorang ibu
yang tengah menenun kain ikat. Kepulauan
ini tak hanya terkenal dengan kain ikatnya
yang berkualitas namun juga ukiran
kayunya yang rumit.
Ais memperkenalkan saya dengan Pak
Damianus Masele yang mempelajari seni
ukir sejak kecil dan menjadi pengukir
ternama di pulau ini. Karyanya yang luar
biasa (dan membutuhkan kerja keras selama
dua minggu) adalah kapal perang Suri yang
rumit dan mudah patah, lengkap dengan
sejumlah patung prajurit di geladak kapalnya.
Ujung perahu ini berbentuk kepala naga.
Esok pagi saya akan meninggalkan tempat
ini. Ada sedikit harapan masih tersisa cukup
ruang di tas saya untuk dapat membawa
pulang perahu berkepala naga ini. Bagian
belakangnya yang menyerupai kalajengking
bak ingin menyimbolkan suasana misterius
di sekitar Kepulauan Tanimbar.
129