Garuda Indonesia Colours Magazine February 2018 | Page 76

74 Explore | Interview
Saya juga ingin membuat tren baru dengan memadukan tekstil Sumba dalam pakaian seharihari . Selama bulan Agustus , saya memakai kain Sumba setiap hari .
Tahun 1996 , Dian Sastrowardoyo mulai dikenal publik setelah ia memenangkan ajang pemilihan model populer , Gadis Sampul . Lebih dari dua dekade kemudian , Dian dikenal tak hanya sebagai aktris , tetapi juga brand ambassador dan social entrepreneur .
Colours menemui Dian sepekan setelah ia kembali dari liburan akhir tahun di Eropa , bersama sang suami Maulana Indraguna Sutowo dan kedua anaknya . Bintang film Kartini ini mengatakan dirinya kian menikmati pekerjaannya di dunia film dan sosial .
Dian mengaku ingin memanfaatkan statusnya sebagai publik figur untuk menyoroti masalah-masalah sosial yang menurutnya perlu mendapat perhatian . Pada 2011 , setahun setelah ia menikah , artis kelahiran Jakarta tersebut mendirikan Yayasan Dian Sastrowardoyo sebagai wujud komitmennya di bidang budaya , pendidikan dan pemberdayaan perempuan . Setiap tahun , yayasan ini meluncurkan program berbeda , mulai dari penyediaan buku pelajaran dan alat tulis ke sekolahsekolah di seluruh negeri , hingga penerbitan dan pertunjukan seni . Yayasan ini juga memberikan beasiswa setiap tahun untuk siswa yang kurang mampu .
Yayasan yang didirikannya menjadi medium bagi Dian untuk melakukan upaya membantu masyarakat . Sebagai contoh , dalam sebuah perjalanan bisnis ke Sumba baru-baru ini , ia bertemu para penenun lokal yang membuat kain berkualitas tinggi , namun ia sedih melihat penduduk desa masih menderita kelangkaan kebutuhan pokok , seperti listrik dan air bersih . Banyak anak kecil yang terpaksa menempuh perjalanan 20 km setiap hari hanya untuk mendapatkan air bersih untuk kebutuhan keluarga mereka .
“ Sumba terletak di bagian tengah dan paling selatan Indonesia . Tapi terlepas dari kekayaan budaya dan kain tradisionalnya yang sangat bagus sebagai komoditas , daerah ini termasuk provinsi termiskin . Mereka bahkan tidak punya akses untuk air bersih ,” kata Dian . “ Bagaimana anak-anak di sana bisa mendapat nilai bagus ( di sekolah ) kalau mereka harus berjalan berjam-jam setiap hari hanya untuk mendapatkan air ?”
Sekembalinya dari Sumba , Dian menghubungi rekan-rekannya di Jakarta untuk bertemu , dan akhirnya mereka memutuskan untuk mengadakan pameran .
Bertepatan dengan hari kemerdekaan Indonesia tahun 2017 , Dian menggelar pameran bertajuk Lukamba Nduma Luri ( Kain Sumber Kehidupan ), di mana ia memboyong ratusan kain tradisional Sumba ke Jakarta .
“ Saya juga ingin membuat tren baru dengan memadukan tekstil Sumba dalam pakaian sehari-hari . Selama bulan Agustus , saya memakai kain Sumba setiap hari .”
Pameran ini membantu memopulerkan seni tenun tangan tradisional Sumba . Dian mengatakan , beberapa bulan setelah pameran berakhir ia masih dihubungi oleh para sosialita di Jakarta yang ingin membeli kain dari penenun Sumba . Melalui program lelang , pameran tersebut berhasil mengumpulkan dana sebesar Rp250 juta untuk yayasan Waterhouse Project .
“ Karena yayasan kami tidak punya pengalaman bekerja di Sumba , kami menyerahkan uang tersebut kepada Waterhouse Project . Mereka terus mengembangkan programnya ke desa-desa lain di Sumba setiap tahun ,” katanya .
Uang hasil lelang digunakan untuk membangun fasilitas air bersih di Desa Wairinding di Sumba Timur , yang mulai beroperasi bulan ini .
Selain aktif di yayasan , Dian juga mengelola restoran makanan sehat yang dinamakan