Garuda Indonesia Colours Magazine February 2015 | Page 126

124 Travel | Alor © Jeff Yonover Alorese children are natural water babies. “Alor memang indah, asal kita pandai menikmatinya.” Itulah kata-kata bijak dari mantan Bupati Alor, Ir. Ans Takalapeta. Kata-kata itu melekat dalam benak saya. Saya berusaha menguraikan maknanya kala kami mendarat di Bandara Mali yang berada di Kabupaten Alor. Sementara menyusuri landasan, saya bisa melihat lanskap yang menghijau, kasar, bergelombang serta puncak yang bergerigi. Asal-muasalnya, pulau ini bersifat vulkanik. Ini tercermin pada medan interiornya yang menantang. Meski demikian, pulau ini berbatasan dengan sejumlah pantai berpasir putih yang sangat menggoda hingga saya tak sabar lagi membenamkan jari saya ke dalamnya. Dari bandara, dibutuhkan sekitar setengah jam perjalanan menuju Kalabahi, kota kecil tempat saya menginap di sebuah hotel kecil yang sederhana bernama Pelangi Indah atau beautiful rainbow. Keesokan paginya, saya bangun pada pukul empat pagi untuk menikmati terbitnya mentari di sekitar Pantai Mali. Nelayan setempat sudah tampak di pelabuhan, mempersiapkan jala untuk berangkat melaut hari itu; para pedagang menyiapkan kios mereka dengan aneka buah segar dan makanan laut. Saya menyeruput kopi hitam, sementara langit berubah warna di depan mata, dari merah membara bernuansa biru menjadi jingga kekuningan dengan semburat merah muda—sebuah inspirasi di awal hari penuh petualangan yang sebentar lagi dimulai. Sebelum berangkat ke tengah pulau, sejenak saya berkunjung dahulu ke Museum Seribu Moko yang berada hanya di seberang jalan dari Hotel Pelangi Indah, dan museum ini sudah buka sejak pukul 7.00 pagi. Diberi nama Seribu Moko karena museum ini memiliki koleksi sekitar 1.000 moko (nekara perunggu yang digunakan untuk upacara tradisional). Nekara yang dihiasi ukiranukiran ini telah berusia ratusan tahun sehingga kunjungan ke Museum Seribu Moko yang bersahaja ini sesungguhnya penting—karcis masuknya sekitar 1 USD per orang. Moko secara tradisional digunakan sebagai maskawin atau untuk keperluan upacara lainnya, tergantung motif yang dimilikinya. Anda bisa cukup lama mengamati aneka pola, berbagai macam kain tenun ikat dan benda-benda peninggalan suku setempat, misalnya alat musik tradisional, pedang, dan kerajinan tembikar. Pulau Alor merupakan pulau utama di Kepulauan Alor yang terletak di sisi timur gugusan pulau Nusa Tenggara. Kepulauan Alor merupakan sebuah kabupaten yang terdiri atas 17 kecamatan dengan 158 desa, meliputi 100 suku yang memiliki 8 bahasa berbeda dan 52 dialek, sehingga gugusan 20 pulau kecil ini memiliki budaya yang paling beraneka ragam di seluruh Indonesia. Hingga belakangan ini, penduduknya yang berjumlah 185.000 jiwa saling terisolasi antara satu pulau dengan pulau lainnya serta dengan dunia luar selama berabad-abad akibat kurangnya akses jalan dan infrastruktur. Walaupun penjajah Belanda telah mengukuhkan para raja setempat di sepanjang garis pantai kepulauan ini, pengaruh mereka terhadap wilayah pedalaman tetap lemah, namun di situlah