Garuda Indonesia Colours Magazine February 2015 | Page 103

Travel | Shanghai © TAO Images Limited / Alamy; © Niroot Sampan / Getty Images Meski seluruh masyarakat di seluruh dunia merayakan Tahun Baru dengan berbagai cara, tak ada yang merayakannya seantusias masyarakat China. Keceriaan dan perayaan tak hanya berlangsung semalam, tetapi terus berlanjut hingga 15 hari ke depan dan dikenal sebagai Festival Musim Semi, saat handai tolan berkumpul dalam perjamuan makan besar, liong dan barongsai menari di jalan-jalan serta kembang api menghiasi langit malam. Festival Lampion pada hari terakhir perayaan merupakan acar a yang sangat pas sebagai penutup rangkaian pesta di bawah cahaya lentera merah keberuntungan. Ada alasan bagus untuk mengunjungi Shanghai pada Festival Musim Semi dan Malam Tahun Baru (tanggal 18 Februari), yang mengantarkan kita memasuki Tahun Kambing. Kota ini tahu betul bagaimana melakukan perayaan dengan penuh kemeriahan. Kuil-kuil dipadati peziarah, lampu-lampu nama toko berkelip menarik pelanggan agar berbelanja perlengkapan Tahun Baru, dan kembang api dinyalakan. Menariknya, Shanghai juga cukup tenang pada masa perayaan seperti ini. Pekerjaan konstruksi kerap dihentikan sementara dan jumlah orang di jalan-jalan tak sebanyak biasanya karena para pekerja migran kembali ke kampung halaman masing-masing untuk merayakan Tahun Baru bersama keluarga. Seiring berkurangnya jumlah orang dan kepadatan lalu lintas, inilah waktu yang paling tepat untuk menjelajahi Shanghai. Tahun Baru China adalah tentang harapan, kebahagiaan dan pembaharuan serta keluarga sebagai fokus utama. Sebagian besar pesta berlangsung di rumah-rumah, yang khusus untuk perayaan ini dihiasi dengan jeruk, simbol abadi persahabatan. Namun, mungkin Anda juga akan melihat “nampan kebersamaan” yang berisi jeruk mandarin, leci (lambang harmoni), dan manisan melon (lambang kesehatan) yang biasa menghiasi restoran dan lobi hotel. Selama satu bulan penuh kota ini berubah merah: sudah lama masyarakat China menganggap merah sebagai simbol untuk keberuntungan dan kebahagiaan. Inilah alasan bangsa China menggunakan merah dalam pernikahan, dan memelihara gurame serta ikan mas sebagai hewan piaraan. Selama Festival Musim Semi, ambang rumah dan apartemen Shanghai digantungi setrip kertas merah berisi kaligrafi berupa doa atau puisi dalam merayakan musim semi. Tulisan kaligrafi ‘musim semi’ dan ‘keberuntungan’ terlihat di mana-mana. Uang dalam amplop merah diberikan kepada anak-anak dan teman-teman yang belum menikah, sebagai simbol berbagi keberuntungan dan doa. Biasanya, orang China membeli barangbarang rumah tangga baru, hadiah, dan pakaian berwarna merah (khususnya pakaian dalam) tepat sebelum dimulainya awal tahun. Mampirlah ke Nanjing Road, salah satu tujuan utama wisata belanja paling terkenal di China, untuk memanfaatkan promosi dan potongan harga. Nanjing Road memiliki beberapa department store terbesar di China, eskalatornya dipenuhi ribuan pembeli setiap harinya. Hingga larut malam, jalan ini masih terang benderang dengan lampu-lampu neon yang terang dan sejumlah dekorasi Tahun Baru. Dahulu, mitos dan kepercayaan tradisional selalu dijiwai saat Tahun Baru China. Kini hal seperti itu lebih mudah ditemui di antara komunitas keturunan Tionghoa di luar China, karena banyak penduduk China daratan lebih memilih untuk mengabaikannya saja sehingga Tahun Baru menjadi sangat sekuler. Terkait hal-hal yang harus dipatuhi, banyak penduduk yang tetap menghindari berbicara kata-kata buruk yang tidak mendatangkan keberuntungan, Chinese women choosing red envelopes to be filled with money and handed out to children and unmarried friends, signifying the transmission of good fortune and good wishes. 101 Dragons symbolise the coming of good fortune during Chinese New Year, and dragon dances are believed to scare away evil spirits.