Cakrawala Edisi 423 Tahun 2014 | Page 62

BUDAYA 62 I Batikku Budayaku Indonesiaku ndonesia sebagai negara yang kaya akan berbagai macam seni budaya termasuk batik patutlah berbangga karena dengan kekayaan yang dimiliki tersebut negara Indonesia dapat dikenal di mata dunia. Tentunya hal ini dapat menambah pendapatan negara khususnya di bidang pariwisata. Setelah memperoleh pengakuan dari United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) atau Organisasi Pendidikan Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan PBB memutuskan batik Indonesia sebagai warisan pusaka dunia, selanjutnya batik menjadi semakin terkenal di dunia internasional. Pengakuan yang diberikan pada tanggal 2 Oktober 2009 lalu menjadi tonggak penting untuk eksistensi batik di dunia internasional. Dengan pengakuan UNESCO ini pula maka setiap tanggal 2 Oktober diperingati sebagai hari Batik Nasional. Ini membuktikan bahwa batik semakin menempatkan dirinya tak hanya budaya Indonesia, tapi sebagai jati diri dan indentitas bangsa Indonesia. Kemudian bangsa Indonesia dapat bernafas lega setelah beberapa waktu yang lalu bangsa Indonesia sempat dibuat berang oleh negara tetangga yang mengklaim batik adalah milik mereka. Tentunya sebagai warga negara Indonesia yang baik dan telah mengetahui batik adalah seni budaya milik bangsa maka kita harus dapat memahami sejarah batik hingga ada di negeri ini. Bila kita paham sejarahnya maka kitapun dapat lebih mudah meyakinkan dunia bahwa batik benarbenar milik negara Indonesia. Dalam rentang waktu sangat panjang batik hadir di bumi Nusantara. Batik sudah ada sejak zaman nenek moyang Indonesia. Kata batik berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa: amba, yang bermakna ‘menulis’ dan titik, yang bermakna ‘titik’. Walaupun kata batik berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri tidaklah tercatat. Menurut beberapa pakar dikemukakan bahwa Seni Batik tetap hidup subur di Indonesia, dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat. Bila kita bandingkan batik yang kita kenal sekarang dengan batik puluhan tahun yang silam, tidak begitu banyak perubahan ; baik bahan, cara maupun coraknya. Sifat inilah yang menyebabkan seni batik mudah dipelajari, dari generasi ke generasi (Widodo, 1982 : 2). Ditinjau dari sejarah baik Prof. M. Yamin maupun Prof. Dr. R.M. Sutjipto Wirjosuparta, mengemukakan bahwa batik di Indonesia telah ada sejak zaman Sriwijaya, Tiongkok pada zaman dinasti Sung atau T’ang (abad 7-9). Kota-kota penghasil batik, antara lain : Pekalongan, Solo, Yogyakarta, Lasem, Banyumas, Purbalingga, Surakarta, Cirebon, Tasikmalaya, Tulunggagung, Ponorogo, Jakarta, Tegal, Indramayu, Ciamis, Garut, Kebumen, Purworejo, Klaten, Boyolali, Sidoarjo, Mojokerto, Gresik, Kudus, dan Wonogiri (Widodo, 1983 : 2-3). Sementara itu Sejarah batik diperkirakan dimulai pada zaman prasejarah dalam bentuk prabatik dan mencapai hasil proses perkembangannya pada zaman Hindu. Sesuai dengan lingkungan seni budaya zaman Hindu seni batik merupakan karya seni Istana. Dengan bakuan tradisi yang diteruskan pada zaman Islam. Hasil yang telah dicapai pada zaman Hindu, baik teknis maupun estetis, pada zaman Islam dikembangkan dan diperbaharui dengan unsur-unsur baru (Yudaseputro, 2000 : 97). Alat canting ditemukan di pulau Jawa sejak abad ke-13 atau bahkan lebih awal, sementara budaya membatik ditemukan hampir di seluruh pulau di Indonesia sehingga hal ini yang