Cakrawala Edisi 423 Tahun 2014 | Page 53

bangsa, yaitu: 1) Sumpah Pemuda 1928; 2) Proklamasi 17 Agustus 1945 dan UUD 1945; 3) Deklarasi Djuanda 1957. Tiga pilar itulah yang berhasil menyatukan seluruh bangsa Indonesia dan membentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia, tanpa ada saling mendominasi atau diskriminasi. Dengan memahami ketiga pilar tersebut melalui aspek kesejarahan, bangsa Indonesia akan tampil sebagai bangsa dengan karakter kebangsaan meskipun terdiri dari banyak suku, etnis, agama, dan budaya. Pasukan-pasukan Resimen VI/IX sedang berlatih dengan meriam anti tank (1948). Sebuah Renungan Jika menyimak poin dalam tiga pilar persatuan bangsa dan pidato “Jas Merah”, dapat disimpulkan bahwa sejarah merupakan kekuatan tersembunyi yang mampu memperkokoh ketahanan nasional negara Indonesia. Kesadaran inilah yang melandasi Komodor Josaphat Soedarso, Deputy KSAL, untuk merintis pembentukan Seksi Sejarah AL dan Kemaritiman pada tanggal 10 November 1960. Di tengah-tengah berbagai keterbatasan saat itu, Jos Soedarso mengharapkan ALRI dapat menjadi ujung tombak dalam pembangunan spirit kemaritiman dan karakter bangsa serta menjaga keutuhan negara melalui fungsi kesejarahan. Beliau menyadari bahwa ALRI memiliki banyak potensi yang dapat dijadikan sebagai teladan dalam membentuk karakter bangsa sekaligus untuk mempertahankan keutuhan kesatuan dan persatuan bangsa. Selain itu, melalui data kesejarahan TNI AL juga dapat mengkaji berbagai riwayat operasinya baik yang berhasil maupun gagal sebagai bahan evaluasi untuk kepentingan operasi-operasi di masa mendatang. Sebagaimana kata pepatah: “Belajarlah dari sejarah agar menjadi bijaksana dan cerdas”. Dengan demikian, seseorang tidak akan mengulangi kesalahan atau kekeliruan yang pernah terjadi di masa lampau dalam melangkah menuju masa depan. Patut juga direnungkan, mengapa seorang kandidat kepala negara dari negara-negara besar seperti Amerika Serikat, Kerajaan Inggris, dan Jepang menjadikan pemahaman terhadap sejarah sebagai salah satu kriteria utamanya. Mungkin saat melancong ke mancanegara, seseorang dengan leluasa dapat menjumpai berbagai museum dan situs sejarah yang ditata sedemikian rupa sehingga menjadi media edukasi yang informatif bagi semua kalangan. Hal tersebut merupakan cerminan dari bangsa yang maju dan modern namun tetap melestarikan budaya dan tradisinya serta tidak mengulangi kesalahan di masa lalu. Seandainya semua itu terwujud di Indonesia, mungkin kegiatan dan pemikiran separatis atau permusuhan berbau SARA lainnya dapat dieliminir, karena masingmasing pihak menyadari bahwa negara ini tidak dibangun di atas pondasi milik kelompok tertentu. Ingatlah, bagaimana para pemuda dari berbagai latar belakang bersumpah menjadi bangsa Indonesia pada tahun 1928, lalu simaklah penjelasan dalam UUD 1945 yang menyebutkan dasar negara Indonesia, serta bagaimana Deklarasi Djuanda 1957 dikumandangkan demi menyatukan seluruh tanah air Indonesia. Negara Indonesia dibangun di atas harapan semua kelompok, suku dan etnis yang hidup di bumi Nusantara ini untuk hidup bersama dalam satu negara (one nation) yang merdeka dan berdaulat demi mewujudkan kemajuan serta kemakmuran bersama dengan mengedepankan semangat persatuan dan toleransi. Semua ini tidak akan pernah dapat dipahami tanpa memahami sejarah perjalanan bangsa secara utuh serta komprehensif. Inilah inti sari pokok dari pidato “Jas Merah” Presiden S