Cakrawala Edisi 423 Tahun 2014 | Page 49

kelas Frosch eks KRI Teluk Berau berhasil ditenggelamkan oleh rudal buatan Rusia itu dalam waktu 10 menit atau menyamai daya hancur torpedo dan jauh melebihi daya hancur Exocet atau Harpoon yang membutuhkan waktu lebih dari tiga jam untuk mengkaramkan kapal seukuran itu. Efek deterrence angkatan laut terletak pada sejauh mana bisa melakukan kehadiran kapal perang (naval presence) dengan kemampuan tempur tinggi. Seolah melupakan trauma embargo, TNI AL terus menambah elemen kombatan dalam armadanya. Kapal-kapal patroli FPB-57 Nav V (kelas Layang) ditingkatkan kemampuan tempurnya menjadi kapal kombatan dan dimasukkan dalam kategori kapal cepat rudal (KCR). Kali ini rudal yang dipasang adalah C-802 buatan Tiongkok yang kemampuannya setingkat dengan exocet. Reputasi rudal ini dibuktikan pada perang Israel-Hizbullah 2006. Rudal ini merusakkan kapal Israel kelas Saar, INS Hanit. Kapal ini memang tidak tenggelam, namun yang mencengangkan adalah korvet yang memiliki perisai elektronik dan persenjataan anti serangan rudal yang lengkap dan sangat canggih ini, ternyata bisa ditembus C-802 yang diluncurkan dari darat. Pembangunan kekuatan armada yang cukup signifikan adalah kedatangan empat korvet kelas Sigma atau kelas KRI Diponegoro pada kurun waktu 2007-2009. Kapal-kapal ini mengaplikasikan teknologi modular yang merupakan teknologi rancang bangun kapal moderen, teknologi siluman (stealth) dan diperkuat dengan senjata perang laut terbaru. Kapal kelas ini telah menunjukkan kelasnya sebagai kombatan berkelas dunia pada setiap penugasan dalam Maritime Task Force (MTF) United National Peacekeeping in Lebanon (UNIFIL) di perairan Lebanon dalam empat tahun terakhir. TNI AL terus menambah armada kombatannya yaitu Kapal Cepat Rudal (KCR), tiga tipe KCR dibangun pada saat kurun waktu 2010-2014. Tipe pertama adalah KCR-40/kelas Kujang yang dibangun di Palindo Batam, tipe kedua adalah KCR-60/kelas Sampari yang dibangun di PT PAL Surabaya, dan tipe ketiga adalah KCR Trimaran/kelas Kelewang yang dibangun di PT Lundin, Banyuwangi. Pembangunan armada kombatan ringan ini diproyeksikan untuk peperangan laut kepulauan dengan taktik hit and run. Ketiga tipe ini akan dipersenjatai dengan rudal anti kapal C-705 buatan Tiongkok atau seukuran. Rancang bangun KCR-40 dan KCR-60 berplatform monohull dengan menerapkan teknologi stealth terbatas. Sedangkan KCR Trimaran menerapkan teknologi stealth secara penuh baik secara visual, infra merah, elektromagnetik, maupun akuistik. Tahun 2014 sebagai tahun terakhir Renstra 20102014 menjadi puncak pembangunan kekuatan armada pada rencana lima tahunan itu dengan kehadiran tiga unit kombatan jenis multi role light fregat (MRLF) kelas Bung Tomo yang kemampuan tempurnya setara dengan korvet kelas Diponegoro. Ke depan TNI AL akan melengkapi kapal ini dan PKR Sigma yang sedang dibuat di Belanda dengan peluru kendali anti serangan udara jarak menengah vertikal multi peluncur Mica buatan Perancis. Amfibi dan MPA Tidak hanya armada kombatan yang mencapai kemajuan yang signifikan, kekuatan unsur amfibi TNI AL juga menjadi yang terbesar di Asia Tenggara. Dimulai dengan kekuatan kapal amfibi besar tipe Landing Platform Dock (LPD) yang berjumlah empat unit masing-masing dua unit LPD Kelas Heli anti kapal selam AS565 Panther siap menjadi indra dan cakar armada TNI AL. (Foto Indomiliter)