kelas Frosch eks KRI Teluk Berau berhasil ditenggelamkan
oleh rudal buatan Rusia itu dalam waktu 10 menit atau
menyamai daya hancur torpedo dan jauh melebihi daya
hancur Exocet atau Harpoon yang membutuhkan waktu
lebih dari tiga jam untuk mengkaramkan kapal seukuran itu.
Efek deterrence angkatan laut terletak pada sejauh mana
bisa melakukan kehadiran kapal perang (naval presence)
dengan kemampuan tempur tinggi. Seolah melupakan
trauma embargo, TNI AL terus menambah elemen
kombatan dalam armadanya. Kapal-kapal patroli FPB-57
Nav V (kelas Layang) ditingkatkan kemampuan tempurnya
menjadi kapal kombatan dan dimasukkan dalam kategori
kapal cepat rudal (KCR). Kali ini rudal yang dipasang adalah
C-802 buatan Tiongkok yang kemampuannya setingkat
dengan exocet. Reputasi rudal ini dibuktikan pada perang
Israel-Hizbullah 2006. Rudal ini merusakkan kapal Israel
kelas Saar, INS Hanit. Kapal ini memang tidak tenggelam,
namun yang mencengangkan adalah korvet yang memiliki
perisai elektronik dan persenjataan anti serangan rudal yang
lengkap dan sangat canggih ini, ternyata bisa ditembus C-802
yang diluncurkan dari darat.
Pembangunan kekuatan armada yang cukup signifikan
adalah kedatangan empat korvet kelas Sigma atau kelas KRI
Diponegoro pada kurun waktu 2007-2009. Kapal-kapal
ini mengaplikasikan teknologi modular yang merupakan
teknologi rancang bangun kapal moderen, teknologi siluman
(stealth) dan diperkuat dengan senjata perang laut terbaru.
Kapal kelas ini telah menunjukkan kelasnya sebagai kombatan
berkelas dunia pada setiap penugasan dalam Maritime Task
Force (MTF) United National Peacekeeping in Lebanon
(UNIFIL) di perairan Lebanon dalam empat tahun terakhir.
TNI AL terus menambah armada kombatannya yaitu
Kapal Cepat Rudal (KCR), tiga tipe KCR dibangun pada saat
kurun waktu 2010-2014. Tipe pertama adalah KCR-40/kelas
Kujang yang dibangun di Palindo Batam, tipe kedua adalah
KCR-60/kelas Sampari yang dibangun di PT PAL Surabaya,
dan tipe ketiga adalah KCR Trimaran/kelas Kelewang yang
dibangun di PT Lundin, Banyuwangi. Pembangunan armada
kombatan ringan ini diproyeksikan untuk peperangan laut
kepulauan dengan taktik hit and run. Ketiga tipe ini akan
dipersenjatai dengan rudal anti kapal C-705 buatan Tiongkok
atau seukuran. Rancang bangun KCR-40 dan KCR-60
berplatform monohull dengan menerapkan teknologi stealth
terbatas. Sedangkan KCR Trimaran menerapkan teknologi
stealth secara penuh baik secara visual, infra merah,
elektromagnetik, maupun akuistik.
Tahun 2014 sebagai tahun terakhir Renstra 20102014 menjadi puncak pembangunan kekuatan armada
pada rencana lima tahunan itu dengan kehadiran tiga unit
kombatan jenis multi role light fregat (MRLF) kelas Bung
Tomo yang kemampuan tempurnya setara dengan korvet
kelas Diponegoro. Ke depan TNI AL akan melengkapi kapal
ini dan PKR Sigma yang sedang dibuat di Belanda dengan
peluru kendali anti serangan udara jarak menengah vertikal
multi peluncur Mica buatan Perancis.
Amfibi dan MPA
Tidak hanya armada kombatan yang mencapai kemajuan
yang signifikan, kekuatan unsur amfibi TNI AL juga menjadi
yang terbesar di Asia Tenggara. Dimulai dengan kekuatan
kapal amfibi besar tipe Landing Platform Dock (LPD) yang
berjumlah empat unit masing-masing dua unit LPD Kelas
Heli anti kapal selam AS565 Panther siap menjadi indra dan cakar armada TNI AL. (Foto Indomiliter)