dengan jumlah amunisi yang terbatas. Mereka tak
gentar walaupun jumlah musuh melebihi sepuluh
kali lipat jumlah mereka, namun tekad para pemuda
pejuang sukarelawan itu tetap gigih tak mengenal
takut dan lelah. Bahkan meskipun diantaranya banyak
yang hanya bersenjatakan bambu runcing, mereka
tetap maju berjuang. Salah satu hal yang membuat
para pemuda pejuang sukarelawan itu berkobar-kobar
semangatnya, karena mereka mengetahui bahwa musuh
terlebih tentara Jepang paling takut mati karena bambu
runcingnya para pejuang Indonesia. Menurut tentara
Jepang dan musuh lainnya yang pernah menjajah
Indonesia, lebih baik mati tertembak dari pada mati
terkena bambu runcing karena lebih lama menahan
sakit dan perihnya.
Ditengah ceritanya bapak Herio Suparlan terdiam
sejenak, pikirannya melayang kembali ke masa
perjuangannya. Lalu ia pun melanjutkan kisahnya,
seperti nada yang terdengar agak geram ia menuturkan
bahwa yang membuat pemuda pejuang sukarelawan
marah pada saat itu dan mengadakan penyerbuan ke
Jembatan Merah, karena pemuda pejuang sukarelawan
mengetahui tentara sekutu membawa serta tentara
Belanda (NICA). Meskipun mereka sudah berusaha
tutup-tutupi dengan berbahasa Inggris, namun sesekali
terlontar bahasa Belandanya, ini yang lalu diketahui
oleh para pemuda pejuang sukar