Bluebird - Mutiarabiru Mutiarabiru Magazine - Mei 2018 | Page 78

Indonesian Signature Prestise Songket Dekat dengan tambang emas, songket adalah warisan Asia Tenggara yang sangat berkaitan dengan prestise. K ita lebih mengenal songket sebagai oleh-oleh dari Palembang, atau kota-kota lain di Sumatra seperti Riau dan Minangkabau. Meski begitu, songket tidak dapat dikatakan sebagai “warisan Nusantara” karena produk ini juga tercipta di dataran Asia Tenggara jauh sebelum terbentuk Indonesia. Konon songket dipopulerkan pertama kali oleh Kerajaan Sriwijaya (600-an hingga 1100-an Masehi), yang wilayah kekuasaannya terbentang dari Jawa, Sumatra, Malaysia, Kamboja hingga Thailand. Dulunya, kain songket berhubungan erat dengan prestise. Pada masa raja-raja, songket digunakan sebagai perlambang kekayaan dan kekuasaan. Ini berkaitan dengan materi aslinya yang menggunakan benang berbahan emas dan perak. Pada masa itu, wilayah penghasil emas adalah wilayah yang paling aktif memproduksi songket, di antaranya Padang dan Palembang. Kain songket dulunya digunakan untuk acara-acara resmi, seperti upacara kerajaan dan upacara pernikahan. Di Nusantara, Palembang memang menjadi sentra songket berkualitas dari dulu sampai sekarang. Untuk membuat songket berkualitas tinggi, setidaknya diperlukan waktu 1 hingga 3 bulan. Sementara kain songket biasa, yaitu kain yang tidak terbuat dari emas dan bisa diproduksi secara massal oleh siapa saja (laki- laki dan perempuan) hanya membutuhkan waktu sekitar 1 hingga 3 hari. Selain Palembang dan beberapa kota di Sumatra, songket juga banyak diproduksi di Bali. Di masa sekarang, songket tidak hanya diproduksi untuk sarung, pakaian dan ikat kepala, songket kini banyak juga diciptakan untuk dekorasi rumah, tas wanita, dan bahkan sarung untuk ponsel— sebagai cendera mata. SENTRA Songket Sentra Kerajinan Tanggo Buntung Di sini terdapat beberapa toko yang menjual songket. Harga songket yang dibuat dari benang emas di sini bisa mencapai Rp35 juta. Jl. Ki Gede Ing Suro 30 Ilir, Palembang Sumatra Selatan Lokasi ini dapat ditempuh menggunakan taksi sekitar 10 menit dari Jembatan Ampera. Dulunya songket dikerjakan dengan tingkat kehati-hatian yang tinggi. Bukan saja karena songket akan dipersembahkan untuk keluarga raja, tapi juga karena materinya yang berlogam mulia. Konon pada masa itu hanya anak gadis yang boleh menenun songket. Tradisi ini diperkirakan berkaitan dengan kepercayaan pada kemurnian dan restu alam. Karena itu pula songket pada masanya sering digunakan sebagai seserahan dan ditempatkan di dalam kotak untuk disimpan— semacam pusaka. 76 Mutiara Biru