Bluebird - Mutiarabiru Mutiarabiru Magazine - April 2018 | Page 65

Insight T yang diluncurkan tahun 2016 lalu telah banyak memengaruhi pola operasional Blue Bird, termasuk Training Center yang mengadaptasi kebutuhan terkini. idak mudah untuk menjadi seorang pengemudi Blue Bird. Seorang calon pengemudi bisa gagal lolos seleksi hanya karena tekanan darahnya tidak berada pada standar yang ditetapkan perusahaan. Tapi, tidak juga bisa dikatakan sulit untuk menjadi pengemudi Blue Bird. Seorang yang telah berusia di atas 50 tahun sekalipun dapat diterima apabila seluruh kriteria telah terpenuhi. “Pada dasarnya kami ikut menyesuaikan diri dengan kebutuhan. Sebelum ada My Blue Bird memang materi pelajaran di Training Center lebih banyak diarahkan pada layanan secara umum. Sekarang, ditambahkan dengan pengetahuan penggunaan aplikasi dalam porsi yang dominan,” ujar Natalia yang terdengar fasih dalam menjelaskan tahapan pelatihan. Dulu, cukup pintar menyetir. Atau cukup menguasai seluk-beluk jalan. Sekarang, itu saja tidak cukup. Di tengah persaingan yang ketat, pengemudi juga harus “ramah aplikasi” —syarat yang tak terhindarkan. Dalam tahap seleksi, pertanyaan “Apakah Anda memiliki smartphone Android?” merupakan pertanyaan yang wajib dijawab. Pertanyaan ini mungkin lebih penting dibanding pertanyaan “Apakah Anda memiliki tato?”—pertanyaan standar yang ditujukan semata untuk menjaga aspek kesopanan. Sebelum menjadi pengemudi Blue Bird, setiap calon pengemudi wajib melewati tahap pelatihan di Training Center di pool Halim atau di pool Daan Mogot. Jika kita mampir ke salah satu pusat pelatihan ini, kita bisa melihat puluhan orang datang berlatih dan berharap besar untuk bisa jadi pengemudi Blue Bird, meski banyak orang di luar sana mengira bisnis taksi online lebih menggiurkan. Di kedua Training Center ini, setiap bulannya ribuan calon pengemudi diberi pelatihan selama dua hari. Hari pertama adalah soal pembentukan mindset. “Di hari pertama ditanamkan bahwa menjadi pengemudi adalah pekerjaan mulia, karena pada dasarnya adalah membantu orang. Dengan begitu mereka akan punya kebanggaan, tidak lagi berpikir bahwa pengemudi itu adalah pekerjaan yang sering direndahkan,” ujar Natalia Ayu Widyaningtyas, Manager Training Center di pool Halim. Di hari pertama ini juga diajarkan pengetahuan mengenai aplikasi, baik itu My Blue Bird, maupun Go-Blue Bird. Di Training Center, setiap pengajar dituntut secara aktif untuk mengetahui apakah seorang calon pengemudi sudah ramah aplikasi. Sebab, sesuai penuturan Natalia, belum tentu semua pemilik smartphone bisa menggunakan aplikasi, terutama mereka yang telah berusia paruh baya. Meski belum tentu juga calon pengemudi yang muda-muda pasti akrab dengan aplikasi digital. Natalia (atas) terbiasa mengajar melalui tema-tema yang relevan dengan kebutuhan konsumen hari ini. “Semua harus digali pada saat jam pengajaran, karena kadang mereka tidak banyak bicara dan malu mengutarakan,” ujar Natalia yang akrab dipanggil Wiwid. Dia juga menambahkan bahwa banyak pengemudi dari taksi online yang ikut dalam pelatihan. Ini baik bagi tim pelatih karena setidaknya para pengemudi itu sudah terbiasa dengan pesan digital. Di Training Center, setiap pengajar dituntut secara aktif untuk mengetahui apakah seorang calon pengemudi sudah ramah aplikasi. Di hari kedua, semua pengetahuan teoretis di hari pertama akan dipraktikkan secara teknis. “Hari kedua lebih ke contoh kasus yang biasa terjadi sehari-hari. Misalnya tentang penumpang yang order lewat Go- Blue Bird tapi saldonya kurang. Bagaimana cara menyampaikan hal tersebut kepada penumpang agar tidak tersinggung,” lanjut Natalia yang sudah bergabung dengan Blue Bird sejak 2011. Setelah melewati serangkaian kegiatan di hari kedua, calon pengemudi siap beroperasi di hari ketiga. Digital Drivers Di era digital ini, Blue Bird ikut berkembang sesuai kebutuhan pelanggan. My Blue Bird Mutiara Biru 63