Insight
T
yang diluncurkan tahun 2016 lalu telah banyak
memengaruhi pola operasional Blue Bird,
termasuk Training Center yang mengadaptasi
kebutuhan terkini.
idak mudah untuk menjadi seorang
pengemudi Blue Bird. Seorang calon
pengemudi bisa gagal lolos seleksi
hanya karena tekanan darahnya tidak berada
pada standar yang ditetapkan perusahaan.
Tapi, tidak juga bisa dikatakan sulit untuk
menjadi pengemudi Blue Bird. Seorang
yang telah berusia di atas 50 tahun sekalipun
dapat diterima apabila seluruh kriteria
telah terpenuhi.
“Pada dasarnya kami ikut menyesuaikan
diri dengan kebutuhan. Sebelum ada
My Blue Bird memang materi pelajaran di
Training Center lebih banyak diarahkan pada
layanan secara umum. Sekarang, ditambahkan
dengan pengetahuan penggunaan aplikasi
dalam porsi yang dominan,” ujar Natalia
yang terdengar fasih dalam menjelaskan
tahapan pelatihan.
Dulu, cukup pintar menyetir. Atau cukup
menguasai seluk-beluk jalan. Sekarang, itu
saja tidak cukup. Di tengah persaingan yang
ketat, pengemudi juga harus “ramah aplikasi”
—syarat yang tak terhindarkan. Dalam tahap
seleksi, pertanyaan “Apakah Anda memiliki
smartphone Android?” merupakan pertanyaan
yang wajib dijawab. Pertanyaan ini mungkin
lebih penting dibanding pertanyaan “Apakah
Anda memiliki tato?”—pertanyaan standar
yang ditujukan semata untuk menjaga
aspek kesopanan.
Sebelum menjadi pengemudi Blue Bird, setiap
calon pengemudi wajib melewati tahap
pelatihan di Training Center di pool Halim
atau di pool Daan Mogot. Jika kita mampir ke
salah satu pusat pelatihan ini, kita bisa melihat
puluhan orang datang berlatih dan berharap
besar untuk bisa jadi pengemudi Blue Bird,
meski banyak orang di luar sana mengira
bisnis taksi online lebih menggiurkan. Di kedua
Training Center ini, setiap bulannya ribuan
calon pengemudi diberi pelatihan selama
dua hari.
Hari pertama adalah soal pembentukan
mindset. “Di hari pertama ditanamkan bahwa
menjadi pengemudi adalah pekerjaan mulia,
karena pada dasarnya adalah membantu
orang. Dengan begitu mereka akan punya
kebanggaan, tidak lagi berpikir bahwa
pengemudi itu adalah pekerjaan yang sering
direndahkan,” ujar Natalia Ayu Widyaningtyas,
Manager Training Center di pool Halim. Di
hari pertama ini juga diajarkan pengetahuan
mengenai aplikasi, baik itu My Blue Bird,
maupun Go-Blue Bird.
Di Training Center, setiap pengajar dituntut
secara aktif untuk mengetahui apakah
seorang calon pengemudi sudah ramah
aplikasi. Sebab, sesuai penuturan Natalia,
belum tentu semua pemilik smartphone bisa
menggunakan aplikasi, terutama mereka yang
telah berusia paruh baya. Meski belum tentu
juga calon pengemudi yang muda-muda
pasti akrab dengan aplikasi digital.
Natalia (atas) terbiasa mengajar melalui
tema-tema yang relevan dengan kebutuhan
konsumen hari ini.
“Semua harus digali pada saat jam pengajaran,
karena kadang mereka tidak banyak bicara
dan malu mengutarakan,” ujar Natalia
yang akrab dipanggil Wiwid. Dia juga
menambahkan bahwa banyak pengemudi
dari taksi online yang ikut dalam pelatihan.
Ini baik bagi tim pelatih karena setidaknya
para pengemudi itu sudah terbiasa dengan
pesan digital.
Di Training Center, setiap pengajar dituntut secara aktif
untuk mengetahui apakah seorang calon pengemudi sudah
ramah aplikasi.
Di hari kedua, semua pengetahuan teoretis
di hari pertama akan dipraktikkan secara
teknis. “Hari kedua lebih ke contoh kasus
yang biasa terjadi sehari-hari. Misalnya
tentang penumpang yang order lewat Go-
Blue Bird tapi saldonya kurang. Bagaimana
cara menyampaikan hal tersebut kepada
penumpang agar tidak tersinggung,” lanjut
Natalia yang sudah bergabung dengan
Blue Bird sejak 2011. Setelah melewati
serangkaian kegiatan di hari kedua, calon
pengemudi siap beroperasi di hari ketiga.
Digital Drivers
Di era digital ini, Blue Bird ikut berkembang
sesuai kebutuhan pelanggan. My Blue Bird
Mutiara Biru
63